Friday, October 4, 2024

Potensi Ekspor Tenun, Sagu, dan Kopi Gayo Melalui Program Desa Devisa

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id—Kain tenun Palembang, Sumatra Selatan, sagu dari Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, dan kopi gayo dari Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan produk unggulan yang berpotensi untuk menembus pasar ekspor. 

Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada 2023 mencatat peningkatan ekspor tenun tertinggi yakni ke Arab Saudi (naik USD12,25 juta).

Selanjutnya ke Uni Emirat Arab (naik USD10,71 juta), Meksiko (naik USD5,22 juta), India (naik USD4,72 juta), dan Filipina (naik USD1,97 juta).

Melansir pada laman LPEI, Indonesia paling banyak mengekspor jenis kain tenun berupa kain tenunan dari benang filamen sintetik (50,64%).

Jenis lain dari  serat stapel sintetik (13,77%) dan kain tenunan dari < 85% serat stapel sintetik yang dicampur dengan kapas (8,27%).

Untuk nilai ekspor sagu 134,40% Year on Year  (YoY) pada 2023, sejalan dengan volume ekspor yang meningkat 164,86% YoY.

Permintaan sagu yang tinggi misalnya dari Tiongkok, Malaysia, Taiwan, Filipina, dan Singapura. Sagu menarik perhatian pasar global karena sifatnya yang non-GMO dan bebas gluten sehingga menarik konsumen yang peduli dengan kesehatan.

Untuk nilai ekspor  kopi pada periode Januari-Juni 2024 meningkat 10,79% YoY. Nilai ekspor ke masingmasing negara yakni  Thailand (naik USD26,75 juta), Filipina (naik USD10,88 juta), Malaysia (naik USD9,02 juta), Uni Emirat Arab (naik USD6,38 juta), dan Armenia (naik USD4,53 juta).

Desa Devisa

Untuk terus mendorong ekspor tiga komoditas tersebut, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menetapkan tiga program Desa Devisa di Sumatra Selatan, Provinsi Riau, dan Nanggroe Aceh Darussalam melalui program Special Mission Vehicle (SMV) Icon pada 29 Agustus 2024 lalu.

Kepala Kanwil DJKN Sumsel, Jambi, dan Bangka Belitung Kementerian Keuangan, Ferdinan Lengkong menuturkan program SMV Icon itu kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomi nasional.

Tujuannya mendorong potensi desa untuk menembus pasar ekspor melalui kegiatan Desa Devisa LPEI. Ia menuturkan inisiasi Desa Devisa itu merupakan langkah strategis yang akan memberikan dampak positif bagi perekonomian ketiga daerah itu.

Ferdinan menjelaskan Desa Devisa dalam program SMV Icon itu bertujuan untuk meningkatkan ekspor dan penetapan devisa yang berkelanjutan. Harapannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga pengrajin serta berperan dalam ekspor global.

“Program ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat kapasitas ekspor daerah melalui pengembangan produk unggulan desa-desa tersebut,” ujar Ferdinan.

Kepala Departemen Jasa Konsultasi UKM LPEI, Nilla Meidhita menuturkan program Desa Devisa itu bertujuan untuk mendorong ekspor produk lokal, meningkatkan devisa negara, serta kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“LPEI memberikan serangkaian pelatihan dan pendampingan holistik sehingga LPEI tidak hanya memberikan pengetahuan yang mendalam kepada peserta, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan ekspor secara lebih terstruktur dan profesional, sekaligus mendukung pengembangan potensi komoditas desa menuju pasar internasional,” ujar Nilla.

Melansir pada laman LPEI sejak 2020 hingga Agustus 2024 terdapat 1.545 Desa Devisa yang tersebar di seluruh Indonesia dengan melibatkan 134.918 petani, nelayan, pengrajin, dan warga lainnya.

Terdiri dari 23 komoditas ekspor unggulan Desa Devisa seperti kopi, rumput laut, kakao, gula aren, dan kerajinan. Untuk Desa Devisa Tenun Palembang meliputi 6 desa. Total ada 20 pengrajin dengan 300 orang pekerja.

Desa Devisa Tenun Palembang memiliki kapasitas produksi 600 lembar kain per tahun dengan omset Rp1,3 miliar.

Melalui program Desa Devisa, LPEI memberikan pendampingan berupa pelatihan peningkatan kualitas produk, pengembangan desain yang sesuai dengan tren pasar global, serta melakukan pendampingan agar tenun Palembang dapat melakukan ekspor ke pasar internasional seperti Amerika Serikat.

Desa Devisa sagu dari Kepulauan Meranti terdiri dari 16 desa dengan melibatkan lebih dari 6.000 petani. Dengan kapasitas produksi mencapai 1.000 ton per bulan.

Program itu harapannya mampu meningkatkan daya saing produk sagu di pasar internasional melalui peningkatan kualitas, diversifikasi produk, dan penerapan standar mutu global untuk menembus pasar ekspor seperti ke Malaysia dan Singapura.

Untuk Desa Devisa kopi gayo asal Bener Meriah meliputi 220 desa. Total jenderal terdapat  192 hektare (ha) yang menghasilkan 134,4 ton dengan potensi penjualan mencapai Rp14,1 miliar.

Untuk memperkuat daya saing dan memastikan keberlanjutan, Kementerian Keuangan, LPEI, dan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah telah membentuk Koperasi Panca Gayo Aceh sebagai off-taker kopi gayo untuk dapat menembus pasar kopi dunia.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Pakar Gizi UNAIR Soroti Terminologi Susu Ikan

Trubus.id—‘Susu ikan’ menjadi topik hangat belakangan ini. Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr....
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img