Tuesday, March 4, 2025

Potret Pasar Cengkih

Rekomendasi
Harga cengkih fluktuatif tapi tetap menggiurkan.
Harga cengkih fluktuatif tapi tetap menggiurkan.

Harga cengkih ajek tinggi. Laba besar membayangi pekebun.

Cengkih salah satu komoditas andalan Gde Sudibya (63 tahun). Petani di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, itu tumbuh bersama pohon-pohon Syzygium aromaticum yang kini berumur 40 tahun itu. Sebanyak 600 pohon cengkih tumbuh di lahan 3 hektare miliknya. Pada Mei—Juli 2016, Sudibya memetik 30 ton bunga cengkih segar. Setelah kering bobot bunga menyusut menjadi 7,5 ton.

Pengepul memborong bunga cengkih kering itu Rp125.000 per kg sehingga omzet Sudibya Rp1-miliar. “Harga tahun lalu tergolong bagus meskipun tidak setinggi harga pada 2012, yang hampir Rp200.000 per kg,” ujar Sudibya. Biaya pemupukan dan perawatan hanya menghabiskan 5% omzet, sekitar Rp50-juta per tahun. Di sisi lain, panen, yang merupakan komponen biaya produksi terbesar, menghabiskan seperempat omzet.

Terjerat ijon
Laba bersih Sudibya lebih dari Rp600-juta. Jumlah yang fantastis untuk komoditas yang hanya panen setahun sekali. Wajar saja pria 63 tahun itu menjagokan cengkih sebagai andalan pendapatan. Petani lain, Ketut Muliani, setali tiga uang. Pekebun cengkih sejak 25 tahun silam itu memperoleh 400 kg dari 50 pohon cengkih berumur 25—30 tahun di lahan 0,5 ha miliknya.

Dengan harga Rp100.000—Rp110.000 di kebun, omzetnya Rp40-juta. Cengkih salah satu andalan banyak petani di Bali. Padahal Pulau Dewata itu jauh di luar kawasan Sulawesi dan Maluku, yang merupakan “ibukota” cengkih Nusantara. Pekebun cengkih Bali menikmati akses internasional yang terbuka lebar berkat banyaknya pedagang yang berwisata sekaligus berniaga.

Penyulingan serasah daun cengkih. Harga minyak daun cengkih mencapai Rp150.000 per kg.
Penyulingan serasah daun cengkih. Harga minyak daun cengkih mencapai Rp150.000 per kg.

Menurut Gde Sudibya pekebun cengkih di Bali mempunyai banyak pilihan untuk memasarkan hasil kebun. “Kalau penawaran harga salah satu pengepul tidak memuaskan, kami bisa langsung menolak. Tenang saja, nanti pengepul lain juga datang menawarkan harga lebih baik,” kata Sudibya. Di Buleleng, lokasi kebunnya, panen biasanya berlangsung Mei—Juli. Pabrik rokok, pemilik gudang, dan eksportir mengerahkan pengepul sejak April untuk bernegosiasi dengan pekebun demi memperoleh pasokan.

Kondisi serupa tidak terjadi di Ternate, Provinsi Maluku Utara. Menurut peneliti di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Ambon, Maluku, Husein Rehalat, pengepul kerap menjerat pekebun cengkih dengan sistem ijon. Caranya pengepul memenuhi semua kebutuhan pekebun, seperti bahan makanan atau pakaian. Sebagai imbalannya, mereka membeli cengkih pekebun itu dengan harga jauh di bawah harga pasar.

Akibatnya pekebun justru tidak menikmati nilai komersial komoditas yang mereka tanam. Padahal harga cengkih di Ternate cukup menggiurkan. Menurut Husein harga di kebun pada 2016 berkisar Rp110.000—Rp125.000. Jika pembelian dengan sistem ijon, “Pekebun menerima separuh harga itu saja sudah bagus. Itu pun minus utang mereka kepada tengkulak,” kata Husein.

Segitiga
Menurut Husein Rehalat cengkih merupakan komoditas lama yang budidayanya tergolong mudah. “Nyaris tidak ada hama atau penyakit yang menyerang pohon cengkih,” kata Husein. Kendalanya hanya cuaca dan naungan dari pohon lain. Maklum, pohon memerlukan sinar matahari penuh untuk berbunga. Artinya jarak optimal antarpohon minimal 8 m x 8 m. Sayang, di Ternate jarak tanam tidak beraturan. Kendala lain adalah mendapatkan tenaga panen, yang kerap harus didatangkan dari daerah lain.

Jarak antarpohon harus renggang agar pohon mendapat sinar matahari penuh.
Jarak antarpohon harus renggang agar pohon mendapat sinar matahari penuh.

Panen kerap merusak pohon sampai memerlukan waktu 2 tahun untuk kembali berproduksi. Itu bukan tidak bisa diatasi. Buktinya Gde Sudibya bisa panen rutin setiap tahun. Kuncinya pemupukan teratur dan penyiangan. Namun sejatinya tantangan terbesar produksi cengkih adalah iklim. “Mau dirawat bagaimana pun, pohon tidak akan berbunga tanpa dukungan cuaca,” ujar Sugiyono, periset rempah dan tanaman perkebunan di BBP2TP Ambon. Menurut Husein Rehalat cengkih memerlukan kemarau untuk memicu pembungaan.

Semakin panjang kemarau, produksi bunga semakin tinggi. Padahal 2016 lalu kemarau sangat singkat, kurang dari sebulan. Hal itu membuat pengamat banyak yang memprediksi penurunan produksi bunga cengkih pada musim panen 2017. Prediksi itu terbukti oleh pengamatan Direktur eksekutif Dewan Rempah Indonesia wilayah Maluku (DRM), Dr Djalaludin Salampessy SPi MSi.

Djalaluddin menyatakan bahwa pohon cengkih di Ambon banyak yang mogok berbunga. “Hanya sekitar 30% yang menghasilkan bunga. Itu pun tidak diketahui ketahanannya sampai musim panen nanti,” ungkap Djalaludin. Maklum, kuncup bunga cengkih bisa rusak dan rontok kalau tertimpa hujan. Sementara itu, kondisi cuaca kini semakin tidak menentu. Prediksi itu tidak membuatnya berani memprediksi harga.

“Harga sangat ditentukan tengkulak dan pedagang besar,” tutur Djalaludin. Buktinya meskipun panen di sentra cengkih Maluku minim pada 2016, harga justru turun hingga kisaran Rp75.000 per kg bunga kering. Itu jauh di bawah harga pada 2012, yang mencapai Rp180.000 per kg. Harga berbeda di setiap daerah lantaran pada tahun sama Sudibya justru menangguk laba besar lantaran pengepul membeli cengkihnya Rp125.000 per kg.

Saingan Pala
Tantangan lain yang turut memicu anjloknya produksi di kawasan ibukota cengkih itu adalah minimnya kesadaran pekebun untuk merawat pohon. Menurut Husein Rehalat langka pekebun yang memupuk pohon cengkih miliknya. Keruan saja produksi rendah. Tren pala yang melanda pekebun rempah Maluku juga menjadi salah satu tantangan produksi cengkih. Sugiyono dari BBP2TP menyatakan bahwa pekebun lebih menyukai pala karena pohon cenderung bandel dan mampu berproduksi nyaris sepanjang tahun.

Biaya panen dan pascapetik tinggi karena cengkih harus dipisahkan dari tangkai setelah panen.
Biaya panen dan pascapetik tinggi karena cengkih harus dipisahkan dari tangkai setelah panen.

Sudah begitu pemanenan dan perlakuan pascapanen pala pun simpel, tidak rumit seperti cengkih. “Pemilik pohon pala bisa dapat uang setiap saat, kalau cengkih hanya setahun sekali,” kata Djalaludin. Meski hasil cengkih menggiurkan, banyak pekebun di Maluku tidak sabar dan mengganti pohon cengkih dengan pala. Hal berbeda terjadi di Desa Buniayu, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Warga desa itu justru ramai-ramai menanam cengkih. Pada 2013, kepala Desa Buniayu, Satori, membagikan gratis lebih dari 1.000 bibit cengkih kepada warga. “Setiap kepala keluarga mendapat 4—5 bibit untuk ditanam di pekarangan maupun di kebun,” kata Imam Syafingi, kepala Urusan Pemerintahan Desa Buniayu. Menurut Satori dulu warga desa itu menanam cengkih dan menikmati hasilnya.

Sayang, letusan gunung Galunggung pada 1982 menamatkan riwayat cengkih di Buniayu. Dengan membagikan bibit gratis itu Satori berharap cengkih kembali marak dan bisa mendongkrak taraf ekonomi warga Desa Buniayu. Untuk memantau perkembangan tanaman cengkih, Satori kerap berkeliling desa dan berbincang dengan pemilik pohon. Jika ada yang tidak bersemangat merawat, ia membesarkan hati sang warga dan memberikan gambaran hasil yang dinikmati warga setelah hasil panen terjual. (Argohartono Arie Raharjo)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Meningkatkan Produktivitas dan Kesehatan: Unsoed Teliti Green Super Rice dan Beras Hitam

Trubus.id–Dosen Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof. Dr. Ir. Suwarto, M.S., mengembangkan varietas unggul padi Green Super Rice (GSR). Menurut...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img