Sunday, March 26, 2023

PT Patria Wiyata Vico Berkibar Setelah Memar

Rekomendasi

Ketika temannya datang ke rumah dan mengisahkan penderitaan akibat hepatitis B, Patria Ragiatno teringat ucapan Bambang, VCO dapat menyembuhkan penyakit itu. Empat botol pun diberikan setelah diseka dengan kain.

Sebulan berselang, sahabat Agi—demikian Patria Ragiatno disapa—itu datang kembali. Ia berterimakasih, berkat VCO hepatitis yang diidap bertahun-tahun kian membaik. Saat itu rekannya juga mencari VCO untuk melanjutkan pengobatan. Kisah itulah pemantik naluri bisnis ayah 4 anak. “Indikasi suatu produk laku di pasaran adalah adanya pemesanan ulang. Artinya produk itu dapat diterima pasar,” ujar alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

Agi menggandeng Wiyata, rekannya semasa kuliah. Juni 2004 mereka mengibarkan bendera PT Patria Wiyata Vico. Nama perusahaan itu mudah ditebak, gabungan 2 pendirinya. Sebuah rumah warisan orang tua Agi di kawasan Bausasran, Yogyakarta, dijadikan kantor. Sebelumnya Agi bekerja sebagai manajer pemasaran sebuah perusahaan makanan ternama di Jakarta. Sudah lama pria 39 tahun ingin mandiri. Sedangkan Wiyata tetap bekerja di sebuah bank nasional di Jakarta.

Toh impian mudahnya pemasaran bak jauh panggang dari api. Hingga 2 bulan pertama, “Mulut saya berbuih menjelaskan VCO,” katanya mengenang. Alih-alih konsumen membeli, mereka malah mencibir ketika Agi menawarkan VCO. “Minyak? Ngga salah bisa menyembuhkan penyakit?” kata beberapa konsumen seperti ditirukan Agi. Awal 2004 VCO memang masih asing di telinga masyarakat. Yang ada di benak konsumen, minyak kelapa membahayakan kesehatan seperti memicu sakit jantung.

Bentuk agen

Bagi Agi layar telah terkembang, jadi sesulit apa pun ia pantang berlabuh. Sejak masih kuliah, selama 13 tahun ia bekerja sebagai pemasar rokok. Tujuh tahun kemudian, pekerjaannya tetap memasarkan barang di beberapa perusahaan. Itulah yang menempa semangat dan keyakinan Patria, VCO dapat diterima konsumen. Ia menerapkan siasat dengan beriklan di media nasional pada 24 Juni 2004 sekaligus mencari agen.

Strategi lain, rutin mengikuti pameran di Yogyakarta, Jakarta, dan Solo demi memperkenalkan VCO. Gayung pun tersambut. Sebulan kemudian 5 orang masing-masing di Jakarta, Bandung, Semarang Surabaya, dan Denpasar tertarik untuk menjadi agen. Agi mensyaratkan pembelian perdana bagi sebuah agen 12 paket.

Satu paket terdiri atas 6 botol masing-masing 90 ml yang dikemas dalam kardus. Maksudnya agar pengaruh VCO terhadap kesembuhan pasien cukup nyata. Jika konsumen hanya mengkonsumsi 1 botol dan berhenti, pengaruh VCO kurang tampak. Kiat itu cukup tokcer. Buktinya, omzet yang ditangguk kian menggelembung. Bila semula hanya 1.000 botol per bulan, setelah didukung 5 agen volumenya meningkat 10 kali lipat.

Persaingan VCO dengan kian bermunculan produsen baru, ternyata tak menggoyahkan posisi Patria Wiyata. Lihatlah, omzet yang diraup perusahaan itu terus meningkat. Pada Mei 2005, 35.000 botol terjual di pasar lokal. Juni meningkat 50.000 botol. “Ini menarik bagi orang pemasaran. Produk yang tadinya negatif jadi positif,” ujar sulung 5 bersaudara.

Ekspor

Selain pasar lokal, PT Patria Wiyata juga memasok pasar mancanegara sejak Juni 2005. Malaysia minta jatah 10.000 botol per bulan. Begitu juga negeri jiran Singapura dan Rumania, negeri di Eropa tenggara (baca: Raup Laba VCO halaman 10—15). Terbukanya pasar ekspor ke Malaysia ibarat durian runtuh yang telah tersaji di meja makan. Betapa tidak, tanpa sepengetahuannya, importir Malaysia mengetes 6 merek minyak kelapa murni produksi Indonesia.

Setelah itu barulah sang importir datang ke Yogyakarta untuk meminta pasokan rutin VCO, merek yang diproduksi PT Patria Wiyata Vico. Permintaan jelas menggelembungkan rekening perusahaan itu. Meski demikian bukan berarti Agi bak melaju di jalan bebas hambatan. Contoh, ekspor ke Singapura berkali-kali ditolak. Musababnya, aroma tengik, warna keruh, dan kadar asam laurat kurang dari 50%. Baru pada pengiriman ke-3, produk Patria Wiyata lolos di negeri jiran.

Selain kendala pemasaran seperti dikisahkan tadi, rintangan lain tetap menghadang. Sebut saja standar kualitas. Harap mafh um, perusahaan itu menggandeng kemitraan dengan sekitar 80 plasma di Galur, Kulonprogo, Yogyakarta. Para ibu rumah tangga di sana dibina untuk memproduksi minyak kelapa murni. Beragamnya latar belakang produsen menyebabkan mutu pun berlainan. Itulah sebabnya kontrol kualitas sesuatu yang tak dapat ditawar lagi.

Sebelum dilepas ke pasaran, PT Patria Wiyata menyaring kembali minyak murni dari plasma. Tujuanya supaya kualitasnya seragam. Oleh karena itu ia bekerja sama dengan Jurusan Kimia Universitas Gadjah Mada. Dari Galur, produksi itu dilarikan ke Pakem, Kaliurang, berjarak sekitar 75 km, untuk dikemas.

Inovatif

Saat ini rata-rata Patria Wiyata Vico memasarkan 5 ton VCO per bulan untuk pasar lokal. Dukungan 300 agen di Nanggroe Aceh Darussalam hingga Jayapura kian mengukuhkannya sebagai salah satu produsen besar di tanahair. Untuk menggairahkan pemasaran, Agi memberi hadiah VCO dan telepon seluler. Misalnya, agen yang 8 kali pesan kembali minimal 9 lusin dalam sebulan, memperoleh bonus 9 dus (setiap dus 6 botol) plus telepon genggam.

Di samping itu kelahiran Semarang 11 Maret 1966 itu juga inovatif dengan menciptakan produk baru berbasis minyak murni. Juli silam ia meluncurkan VCO berbentuk kapsul. Produk itu lahir lantaran minyak yang diekspor ke Rumania beku sehingga sulit dikeluarkan dari botol. Maka diciptakanlah kapsul lunak yang relatif tahan suhu rendah. “Sekarang saja (pertengahan Juni 2005, red) yang inden sudah 48 lusin botol kapsul. Nilainya Rp180-juta,” kata Agi.

Gairah Patria Wiyata menciptakan produk berbasis minyak kelapa seperti tak terbendung. Setelah kapsul, ia juga bersiapsiap meluncurkan sabun, sampo, minyak telon, minyak goreng, dan pelembap berbahan virgin coconut oil. Produkproduk itulah yang bakal mengibarkan nama Patria Wiyata setelah memar di awal usahanya. (Sardi Duryatmo/ Peliput: Rosy Nur Apriyanti )

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Mengolah Singkong Menjadi Gula

Trubus.id— Gula cair dapat mudah dibuat dari hidrolisis pati. Sumber pati pun melimpah seperti singkong. Mengapa singkong? Singkong sebagai...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img