Sang ratu berdaun putih itu pertumbuhannya lambat sehingga persediaan terbatas. Apalagi saat ini masyarakat Thailand sedang gandrung tanaman variegata. Semua yang berwarna putih selalu laku terjual. Berlakulah hukum pasar, pasokan sedikit, permintaan banyak dan harga pun melonjak.
Tipe chiang may—nama nurseri tempat aglao itu dibeli di Thailand— memang berdaun putih. Selain chiang may, putihnya sang aglao banyak dijumpai di kelompok aglaonema klasik. Warna mereka didominasi hijau, putih, kuning, dan metalik. Para penggemar dari Amerika Serikat dan Jepang yang menggandrunginya. Peminat di Asia Tenggara lebih senang mengoleksi daun berwarna cerah.
Beberapa jenis aglaonema klasik itu mengalami mutasi. Muncullah aglaonema variegata. Biasanya warna asli tanaman bercampur dengan kuning, putih, atau metalik. Kombinasi warna tersebut terjadi di urat atau helaian daun, mirip dengan kerabat Araceae lain.
Aglaonema variegata itu Trubus lihat di kebun Chandra Gunawan. Tampak ada turunan commutatum ‘pseudo-bracteatum’ variegata berdaun putih. Warna putih kehijauan itu demikian halus dan lembut. Terlihat pula cochinchinense variegata di pot. Tampilannya atraktif. Motif tulang daun berwarna hijau seolah membentuk lurik di permukaan daun yang juga hijau. Yang unik, pucuk berwarna hijau saat masih muda dan berangsur-angsur putih setelah tua. Padahal, biasanya pucuk berwarna putih dahulu kemudian berubah menjadi hijau.
Dikoleksi
Kolektor lain ialah Purbo Djojokusumo. Pemilik Kreatif Flora di Jembatanlima, Jakarta Barat, itu memelihara top white. Ciri khasnya, pucuk tanaman itu berwarna putih bagai pancaran api di kegelapan malam. Setiap daun muda yang muncul selalu berwarna putih lembut. Seiring bertambahnya umur, warna daun pun berubah hijau dan kian lama semakin pekat warnanya.
Keunggulan top white sudah terbukti di lomba aglaonema di Thailand. Ia bersaing di kelas daun putih dan berhasil menjadi juara. Namun, dalam perebutan gelar grand champion ia harus mengakui keunggulan si aglao merah koleksi Bua Sukmak, penggemar Chinese evergreen di negara Gajah Putih itu.
D i S e m a r a n g, Frans Wiratmahusada mengoleksi sejenis top white, tetapi daunnya lebih lebar. Ukuran daun hampir mencapai 20 cm dengan panjang 30 cm. Warna pucuk putih hijau nan lembut, kontras sekali dengan daun tua yang hijau gelap. Pola seperti itu, ditambah sosoknya yang bongsor, membuat penampilan sang aglaonema bagaikan dieffenbachia. Frans menduga tanaman itu hasil persilangan tanaman normal—kromosom 2n dengan tanaman kromosom ganda 4n. Muncullah aglaonema triploid bersosok besar.
Eksotis? Ya, lantaran warna putih termasuk langka. Apalagi jika muncul variegata yang bakal mendongkrak harga. Putihnya aglaonema di tengah semaraknya nyala warna merah pride of sumatera dan adelia itu menjadi alternatif bagi para penggemarnya. (Syah Angkasa)