Pehobi memberikan pakan alami seperti kiambang dan cacing untuk ikan dalam sistem akuaponik.
Permukaan empat bak berkapasitas 800 liter di kediaman Iwan Gogo Panjaitan seperti tertutup karpet hijau. Tak sedikit pun permukaan air yang terlihat. Menurut Iwan lapisan hijau di permukaan kolam itu adalah hamparan kiambang Azolla pinnata. Ia membudidayakan paku air itu sebagai sumber pakan bagi 2 kolam berisi masing-masing 150 ekor nila seukuran dua jari dan 2 kolam berisi masing-masing 100 gurami berukuran sama.
Ia membudidayakan kedua jenis ikan air tawar itu sebagai bagian dari sistem akuaponik. Master hukum alumnus American University itu mengelola dua unit akuaponik di dak rumah dan dinding pagar rumahnya di kawasan Pondoklabu, Jakarta Selatan. Iwan memanen azola setiap hari, lalu menaburkannya ke kolam ikan. Nila dan gurami lantas serentak berebut tanaman anggota famili Salviniaceae itu. Empat hari kemudian permukaan bak tempat budidaya kiambang kembali tertutup azola dan siap dipanen lagi.
Protein tinggi
Bagi kalangan peternak ikan, pakan alami berupa kiambang bukan perkara asing. Para peternak menggunakan azola sebagai pakan alternatif untuk menghemat biaya pembelian pakan pabrikan. Contohnya peternak lele di Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, Suminto, memanfaatkan kiambang sebagai salah satu bahan baku pelet untuk pakan lele.

Ia mencampur kiambang dengan bahan baku lain seperti tepung bekatul, tepung ikan, dan silase ikan. “Kandungan kiambang pada pelet sebesar 30%, sementara sisanya bahan lain,” katanya. Suminto memfermentasi azola sebelum digunakan sebagai bahan baku pelet. Caranya ia mencampur 50 kg kiambang segar dengan 1 liter molase dan 30 cc probiotik. Ia memasukkan campuran ketiga bahan itu ke dalam drum tertutup berkapasitas 200 liter.
Suminto membiarkan campuran itu selama 15—20 hari. Setelah itu kiambang siap digunakan. Menurut Nurfadhilah dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), proses fermentasi meningkatkan kualitas nutrisi kiambang. Fermentasi mengakibatkan penurunan serat kasar 37% dan peningkatan protein 39%. Sementara hasil riset Hany Handajani dari Jurusan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang menunjukkan tepung kiambang terfermentasi mengandung protein 20%.
Menurut peneliti kiambang dan dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang, Dr Ir Aris Winaya MM MSi, kiambang cocok sebagai pakan ikan karena memiliki protein tinggi. Protein berperan dalam memacu pertumbuhan ikan. Paku air itu kaya protein karena selama hidupnya bersimbiosis mutualisme dengan ganggang hijau biru Anabaena azollae.

Ganggang itu mampu mengikat nitrogen di udara. Nitrogen salah satu unsur penyusun protein. “Simbiosis itulah yang membuat kandungan protein azola tinggi,” kata alumnus Institut Pertanian Bogor, itu. Selain kiambang, Iwan juga memberikan pakan cacing tanah Lumbricus rubellus untuk ikan nila dan gurami. Pengelola firma hukum Nugroho Panjaitan and Partners itu membudidayakan cacing tanah pada 8 kontainer plastik berukuran 100 cm x 80 cm x 50 cm.
Pakan magot
Iwan Gogo menggunakan limbah dapur seperti sisa sayuran dan buah-buahan sebagai media cacing hidup dan berkembang biak. Setiap hari Iwan memberikan segenggam cacing tanah ke dalam kolam ikan. Menurut Carmen Razon-Arceno dalam buku “How to Raise Earthworms Profitably,” menyebutkan bahwa tepung cacing tanah mengandung protein hingga 61%.
Jumlah itu lebih tinggi daripada kadar protein tepung daging dan ikan yang masing-masing hanya 51% dan 60,9%. Oleh sebab itu dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Sumatera Selatan, Dr Zainal Berlian MM DBA, berpendapat tepung cacing tanah itu diharapkan dapat menjadi sumber protein pengganti tepung ikan yang selama ini hasil impor.
Dengan memberikan kedua jenis pakan itu Iwan tak bergantung sepenuhnya pada pakan pabrikan. Iwan mengandalkan kedua jenis pakan itu lantaran keinginannya menghasilkan sayuran organik dengan teknik akuaponik. Harap mafhum, sang istri, Maria Indira Manurung, gemar menyantap makanan segar atau raw food sehingga makanan yang dikonsumsi benar-benar higienis dan aman dari residu bahan kimia.

Menurut perekayasa madya di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi, Ir Ediwarman MSi, pakan alami lain yang dapat menjadi pakan alternatif ikan adalah magot, larva lalat tentara atau black soldier fly (BSF) Hermetia illucens.
Ediwarman menuturkan BPBAT Jambi mencoba pemberian magot sebagai pakan untuk beberapa jenis ikan air tawar, seperti ikan patin, nila merah, nila hitam, mas, toman, gabus, dan arwana. Pada ikan nila merah, magot dapat menjadi pengganti pakan buatan hingga 50%. Menurut Ediwarman kombinasi pakan berupa 50% magot hidup dengan 50% pakan komersial menghasilkan laju pertumbuhan terbaik.
Kombinasi kedua pakan itu juga dapat menurunkan biaya pakan hingga Rp1.819 per kg. Magot juga dapat menjadi sumber protein pengganti tepung ikan dalam pembuatan pakan buatan. Produsen pakan bisa menggunakan tepung magot hingga 50% dari total bahan baku protein pakan pembesaran ikan nila merah. Jadi, silakan pilih pakan alami untuk ikan dalam sistem akuaponik. (Imam Wiguna/Peliput: Sardi Duryatmo)