
Aku tahu jalan bunga tulip yang liar. Aku dapat mencium semerbak mawar di tangkainya. Penyanyi taman menjadikan aku sebagai teman. Karena nyanyianku seirama benar dengan lagu hati mereka.

Demikian cuplikan bait puisi berjudul The Tulip of Sinai. Puisi karya Sir Muhammad Iqbal, penyair sufi dari Turki abad ke-13 itu menggambarkan keindahan bunga tulip. Ya, dahulu pesona kecantikan bunga yang satu famili dengan lili itu sering diabadikan dalam bait-bait puisi para penyair di zaman Kerajaan Usmaniyah.
Sejatinya tulip berasal dari Turki, tetapi dikembangkan pesat oleh Belanda. Lebih dari 3.000 varietas dihasilkan para pemulia asli negeri Kincir Angin itu. Tak heran bila banyak pencinta tanaman hias dari mancanegara ingin menghadirkan kecantikannya di rumah. Salah satunya Avian Arya, karyawan swasta yang tinggal di bilangan Kota Depok, Jawa Barat.
Avian memperoleh ide bertanam tulip sepulangnya dari Belanda menemani sang istri. Anggota pencinta tanaman hias Saung Depok itu membawa sejumlah bulb atau umbi lapis tulip. Percobaan pertama gagal. Seluruhnya tidak tumbuh baik dan kemudian mati. Tak patah semangat, Avian mencobanya setahun kemudian. Pada percobaan kedua, akhirnya tunas muncul hingga mencapai kira-kira 15 cm. Namun keinginan melihat eloknya tulip harus pupus karena tunas tak berkembang lagi.

Tahun 2017 akhirnya Avian berhasil. Ia dengan teliti memeriksa kondisi bulb sebelum ditanam. Menurutnya, kerusakan kecil akibat perjalanan mampu melunakkan bagian umbi lapis dan memicu pembusukan. Bagian yang melunak dan rusak masih bisa diselamatkan dengan cara mengelupasnya sebagian kecil. Musuh lainnya, serangan penyakit pada bulb. Pengalaman itu Avian dapatkan dari Adi Wirawan, penggagas Saung Depok-komunitas pencinta tanaman di wilayah Depok, Jawa Barat.

Wawan-panggilan akrab Adi Wirawan sudah lama menggeluti hobi bertanam tulip. Meski bunga yang masuk ke Belanda pada abad ke- 16 itu identik dengan tanaman subtropis, tetapi tantangan membungakan menjadi motivasi tersendiri. Ia kini terus menguji coba penanaman tulip.
Perlakuan khusus
Dian Widiasih, pehobi tanaman hias asal Pekanbaru, Riau juga tergelitik untuk membudidayakan tulip. Tak tanggung-tanggung, ia langsung mendatangkan bulb siap tanam dari negara asal. Tanaman bernama latin Tulipa sp aslinya membutuhkan suhu ekstrem dingin untuk memecah dormasi umbi lapis. Jika telah berkecambah atau bertunas, bulb dinyatakan siap tanam.
Dian mengawali tahapan budidaya dengan menyimpannya dalam showcase cooler, lemari pendingin. Sebelumnya, umbi lapis ditanam dengan media tanam berupa batu berukuran kecil sesuai ukuran wadah, air mineral, dan vitamin B1 sebanyak 1 tetes. Batu berfungsi menahan bulb agar tidak terendam. Showcase yang memiliki kaca bening diatur dengan suhu medium dan diposisikan terkena cahaya matahari pagi.
Ketika tunas dan akar telah tumbuh, Dian memindahkan bibit ke media baru. Campuran media anyar itu yakni cocopeat, kompos, dan pasir malang dengan perbandingan 3 : 1: 2.

Bibit tulip selanjutnya diletakkan kembali ke lemari pendingin. Setiap pagi tanaman dikeluarkan dari showcase dan dijemur pada pukul 06.00 WIB. Tujuannya agar bibit mendapat sinar matahari. Sekitar 5 bulan kemudian tulip varietas darwin hybrid dan angelique pun berbunga.
Dari pengalaman para pehobi, kesehatan bulb berperan besar terhadap perkembangan selanjutnya. “Kondisi bulb menentukan 60% keberhasilan bertanam tulip,” jelas Avian. Selama bulb sehat, tulip bakal mudah tumbuh dan berbunga. Agar optimal, Wawan melakukan perendaman bulb dengan obat perangsang akar dengan takaran sesuai pada panduan kemasan obat perangsang selama 1-3 menit saja. Selanjutnya umbi lapis ditiriskan dan dikeringanginkan.
Yang juga berperan penting yakni media tanam. Syaratnya media harus porous, hindari yang mudah tergenang air. Selain itu, media harus mampu menyediakan unsur hara yang mudah terserap tanaman. “Tanah terlalu merah mengandung besi (Fe) tinggi. Itu menghalangi penyerapan unsur hara dan tanaman tidak memperoleh nutrisi secara optimal,“ tutur Wawan. Media tanam juga sebaiknya pilih dari bahan organik yang matang, jangan gunakan yang mentah karena merusak bulb.

Mengenai media tanam, Wawan menyarankan campuran tanah, sekam, kompos, kotoran hewan dan nematisida. Ia juga menambahkan sedikit mikroorganisme pengurai agar komponen media terfermentasi kurang lebih 3-4 hari hingga akhirnya dapat digunakan. Tentunya komponen tersebut dipilih yang benar-benar matang. Kemudian bulb ditanam dengan cara 2/3 bagian di dalam media. Sisanya tetap muncul di atas tanah. Selanjutnya Wawan meletakkan pot di tempat teduh dan memberi paranet untuk menghalangi cahaya matahari berlebihan.
Perawatan dilakukan dengan melakukan penyiraman perlahan dengan intensitas 2-3 hari sekali. Pastikan tidak ada genangan air di bagian dasar pot agar umbi lapis tidak membusuk dan berjamur. (Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol)