Budidaya intensif menghasilkan buah jeruk juara nasional.
Salimun bukan hanya menuai jeruk yang melimpah, tetapi juga berkualitas tinggi. Dari sebuah pohon berumur 8 tahun, petani di Dau, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur itu ia memanen rata-rata 100 kg. “Dari total panen, 80% masuk kualitas A dan sisanya 20% masuk kualitas B,” ujar petani yang mengelola 800 tanaman itu. Jeruk kelas A dalam sekilogram terdiri atas 8 buah; kelas B mencapai 15 buah per kg.
Baik kelas maupun B harus sehat, bebas dari serangan hama dan penyakit. Salimun menjual jeruk kualitas A Rp8.000—Rp12.000 per kg. Sementara itu jeruk kualitas B Rp5.000 per kg. “Jeruk saya terkenal manis. Termasuk yang kualitas B. Meski ukurannya kecil, rasa manisnya tidak kalah dengan yang besar,” ujar Salimun yang mengikutsertakan siam pontianak di Lomba Buah Unggul Nusantara (LBUN) pada 2016.
Buah juara
Kualitas jeruk hasil budidaya di lahan Salimun itu teruji. Para juri lomba yang diselenggarakan Majalah Trubus, Institut Pertanian Bogor, dan Kementerian Pertanian itu memutuskan jeruk milik Salimun juara ke-2. Buah itu meraih nilai 89,74. Juara kesatu kelas jeruk manis adalah keprok milik Eko Santoso, tetangga sekecamatan Salimun. Pekebun di Desa Selorejo itu mengebunkan 700 pohon keprok batu 55 di lahan 1,5 ha.
Eko memetik rata-rata 60 kg buah per musim dari pohon berumur 10 tahun. Jeruk batu 55 milik Eko meraih poin 92,06. Sementara juara 3 jeruk siam banjar milik Tatang Rubono dari Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan. Raihan nilai 89,36 poin. Menurut juri LBUN, Tatang Halim, jeruk keprok juara 1 bercitarasa rasa manis yang bagus, tekstur daging berair, plus warna menarik.
“Saya sempat kaget kalau itu jeruk keprok. Memperoleh rasa semanis itu susah, apalagi saat itu musim hujan,” ujar pemasok buah di Muarakarang, Jakarta Utara itu. Namun yang paling menonjol dibandingkan dengan keprok lain yaitu kulit ari buah yang lembut dan minim sensasi liat ketika digigit. Menurut Tatang jeruk juara ke-2 dan ke-3, jenis jeruk siam dan sudah manis. “Juara ke-2 manis mungkin karena umur petik tepat sehingga kematangan optimal,” ujarnya.
Tatang mengharapkan, “Kembangkan jenis jeruk yang diminati pasar agar semua pihak mendapat manfaatnya.” Ketua dewan juri Lomba Buah Unggul Nasional, Dr Ir Mohammad Reza Tirtawinata, menuturkan bahwa secara umum kualitas jeruk peserta lomba cukup bagus. “Rasa cukup baik dengan kemanisan cukup, penampilan pun menarik dengan warna cerah. Layak disandingkan dengan jeruk impor,” ujar Reza.
Budidaya intensif
Juri dari Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ir Elnizar Zainal MSi, menuturkan, jeruk peserta lomba cukup berkualitas. Kematangannya banyak yang mendekati sempurna sehingga, “Layak menjadi jeruk unggulan nasional,” ujarnya. Menurut Elnizar jeruk keprok berkembang luas di Dau, Kabupaten Malang. Di daerah berketinggian 800 m di atas permukaan laut itu juga mulai banyak ditanam jeruk siam dataran tinggi. Salah satunya di kebun Salimun.
Setiap jenis jeruk memiliki keunggulan dan preferensi pasar berbeda-beda. “Untuk jeruk keprok mampu menjadi substitusi jeruk impor. Sementara jeruk siam masih lebih banyak dibudidayakan petani karena perawatannya relatif lebih mudah dan tidak mengenal musim,” ujar Elnizar. Semua juri sepakat, faktor terpenting untuk menghasilkan jeruk berkualitas dan berhasil meraih juara pada LBUN 2016 adalah perawatannya yang intensif.
Salimun intensif menanam jeruk siam pontianak sejak 8 tahun lalu. Ayah 2 anak itu mendapatkan 800 bibit jeruk itu dari Balai Penelitian Jeruk dan Buah Subtropika hasil perbanyakan grafting setinggi sejengkal. Ia lantas menanam di lahan dengan jarak tanam 2 m x 3 m. Salimun membenamkan 5 kg pupuk kandang sapi per pohon sebagai pupuk dasar. Pemberian pupuk organik setahun sekali dengan dosis yang terus bertambah seiring umur pohon.
“Kalau umur pohon 3—4 tahun, pupuk kandangnya sudah 10—15 kg per tanaman,” ujarnya. Selain pupuk organik, Salimun juga memberikan pupuk NPK 3 kali setahun. Pohon berumur 8 tahun mendapat 1 kg pupuk NPK per pohon. “Kunci paling mendasar agar rasa buah manis yaitu pemberian pupuk ZK sekitar 10 liter per tanaman. Berikan pupuk itu sebulan sebelum buah dipanen,” ujar lelaki kelahiran 1957 itu.
Pupuk ZK memenuhi kebutuhan unsur kalium yang vital untuk pembentukan fruktosa alias gula buah. Salimun juga mengandalkan pestisida untuk mengendalikan hama. Untuk mengatasi hama kutu-kutuan, ia menggunakan insektisida berbahan aktif abamektin. Untuk konsentrasi, Salimun menambahkan 50 ml insektisida ke dalam 100 l air lalu menyemprotkannya 15 hari sekali.
“Penyemprotan saya tambah menjadi seminggu sekali saat tanaman berbunga. Ketika terjadi serangan, saya meningkatkan konsentrasi menjadi 100 ml per 100 liter,” ujarnya. Untuk mengatasi hama lalat buah, Salimun menggunakan insektisida berbahan aktif asefat atau organofosfat. Insektisida itu ia berikan dengan konsentrasi 4 ons per 200 liter. “Penyemprotan 15 hari sekali sejak pentil buah terbentuk,” ujarnya.
Selain itu pekebun jeruk sejak 22 tahun silam itu juga melakukan pemangkasan setahun sekali. Beragam upaya seperti pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta pemangkasan itu menjadikan jeruknya berkualitas superior. Para juri LBUN pun menobatkannya sebagai salah satu jeruk juara nasional. (Bondan Setyawan)