“Ikan ini memiliki kiwa (tepi pola, red) yang tajam dan tidak pecah,” ujar pemilik Golden Koi di Jakarta Barat itu sambil menunjuk kohaku kepunyaan Soetrisno di saat penjurian. Semua itu tak lepas dari kejelian hobiis asal Semarang itu dalam menentukan kohaku andalan jauh-jauh hari sebelum kontes.
Menurut Sutrisno andai kiwa kohakunya yang indekos di salah satu farm di Jepang itu belum sempurna, boleh jadi ia tidak akan menurunkannya di kontes. “Di lomba lawannya berat-berat sehingga kalau mau turun ikan harus siap benar,” ujarnya. Di luar kiwa, Carrasius auratus itu sebetulnya sudah memiliki keunggulan seperti tubuh bongsor sepanjang 89 cm dan vokorin (sisik tenggelam yang tampak seperti jaring jala, red).
Kisah golongan gosanke—kohaku, showa, dan sanke—menjadi langganan peraih grand champion di lomba koi tidak terbantahkan. Di tanahair misalnya sejak kurun 2000—2005, kohaku selalu muncul sebagai grand champion. Sanke dan showa masing-masing baru sekali bisa mencuri gelar terbaik. Masing-masing pada Blitar Koi Show 2001 dan Yogyakarta Koi Show 2001.
“Pada kontes prioritas menang biasanya ada pada kohaku karena ia dianggap nenek moyang. Setelah itu baru showa dan sanke,” ujar Winarso. Meski demikian mempunyai kohaku berpenampilan apik tidak mudah. Banyak rambu-rambu yang harus ditaati. Demikian pula dengan showa dan sanke. Malah untuk memperoleh kedua jenis hasil kreasi Eizaburo Hoshino dan Yamanoshi itu yang berkualitas lebih sulit. Maklum meski pakem yang dikehendaki sedikit, tapi sebetulnya rumit.
- Kohaku sempurna berwarna merah cerah. Sudut-sudut batas pola (kiwa) harus jelas terlihat.
- Warna merah di ekor tidak mencapai sirip belakang, tapi minimal ada jarak sekitar 2 cm dari sirip belakang.
- Bagian tubuh di sekitar mata dan sirip tidak dinodai corak merah. Di bawah garis literal tidak ada pola merah. Warna merah di kepala tidak menyebar melampaui mata, mulut, dan pipi. Aliran corak merah (hi) di tubuh harus seolaholah mengalir dari bagian depan hingga ke belakang, sehingga menimbulkan efek kuat, berani, dan mengesankan. Kelompok danmoyo yang dicirikan pola terputus-putus lebih disukai karena terkesan eksotik. Pola terputus di punggung itu idealnya terdapat 2 bercak (nidan-moyo) dan 3 bercak (sandan-moyo) karena secara keseluruhan penampilannya terlihat seimbang.
- Pola Hi pertama lebih diutamakan daripada pola terakhir. Ukuran antarpola bisa saja seragam. Namun, Hi pada awal di kepala mutlak harus ada.
- Dasar tubuh harus hitam dengan persentase putih berkisar 20—30%.
- Warna merah yang dikehendaki harus sama dengan kohaku. Corak merah itu dapat menyebar melewati hidung, pipi dan mulut. Yang tak bisa ditawar-tawar showa harus memiliki pola hitam di kepala.
- Pada showa umumnya terdapat 2 pola warna hitam di kepala. Pertama berpola halilintar. Garis warna itu akan membelah kepala merah menjadi 2 bagian besar. Yang lain bermotif V atau Y dan diimbangi hitam pada hidung.
- Corak hitam di punggung diperkenankan. Kesempurnaan showa semakin bertambah bila di dekat ekor terdapat warna putih mengelilingi bercak hitam.
- Sanke harus memiliki warna dasar putih di luar warna hitam dan merah.
- Warna hitam boleh ada di daerah tengkuk. Namun, pada beberapa kasus didapati noda hitam melekat di atas merah. Tipe itu disebut kasane-sumi. Bila noda hitam menempel di tubuh yang putih, namanya tsubo-sumi. Tsubo-sumi akan membuat penampilan taisho sanke lebih elegan, asalkan noda itu tidak terlalu melebar.
- Seluruh siripnya tidak boleh berwarna merah. Warna merah hanya boleh terlihat di kepala, tapi tidak menyebar ke bagian mata, rahang, pipi, dan hidung.
- Sanke pantang memiliki warna hitam di kepala. (Dian Adijaya Susanto)