Pekebun merangsang terbentuknya gubal gaharu dengan gubal.
Bagian berharga dari gaharu adalah gubal—resin beraroma wangi bahan parfum atau setanggi. Selama ini pekebun menyuntikkan mikrob tertentu ke pohon gaharu untuk merangsang pembentukan gubal. Namun, pekebun di Pontianak, Kalimantan Barat, Hendro Soeparman, membuat gubal dari gubal. Hendro menggumpalkan sejumput (0,3—0,5 gram) serbuk gubal dengan tanah liat.
Ia lantas membungkus gumpalan gubal itu dengan kertas rokok menjadi bulatan sebesar kelereng. Itu untuk menginokulasi pohon gaharu di pot berumur 6 bulan—lazimnya inokulasi ketika pohon berumur 4—5 tahun. Pohon Aquillaria malaccensis asal biji dengan diameter batang 6 cm itu ia tanam di pot agar mudah memindahkan. Ia menusuk batang sampai di ketinggian 15 cm dari media tanam. Hasilnya seolah-olah terbentuk celah di batang pohon.
Lebih tua
Langkah berikutnya ia menjejalkan gumpalan gubal itu ke dalam celah sampai ke tengah-tengah batang. Selanjutnya ia mengikat bagian atas dan bawah celah dengan rafiah agar batang cepat kembali rapat. Kurang dari sebulan, celah menutup sempurna sehingga Hendro melepaskan ikatan itu. Enam bulan kemudian bagian tengah celah yang kembali rapat itu mulai menghitam, menandakan inokulasi berhasil.
Hendro terinsipirasi melakukan itu setelah mengikuti pelatihan yang diadakan praktikus gaharu di Karanganyar, Jawa Tengah, Glone Muhammad. Glone (51 tahun) menginvensi pemanfaatan campuran berbahan gubal sebagai inokulan pohon gaharu. Metode itu ia temukan lantaran sejak kecil kerap mengikuti seorang pencari gaharu alam—yang ia panggil datuk—keluar-masuk hutan di tempat kelahirannya di Provinsi Riau.
Di hutan ia melihat gubal terbentuk secara alami di pohon yang berdekatan. Sejak itu ayah 1 anak itu terpikir untuk meniru proses alamiah di pohon hasil budidaya. Dengan memperlakukan pohon di kebun, “Mencari gubal tidak usah jauh-jauh masuk hutan sampai berhari-hari,” kata Glone. Ia meracik formula berbahan utama campuran gubal dan minyak gaharu untuk merangsang pohon menghasilkan gubal.
Glone mengemas ramuan berbentuk pasta itu dalam kertas minyak membentuk silinder sebesar batu baterai ukuran tanggung. Untuk menguji efektivitas ramuan itu, Glone menginokulasi sebatang pohon gaharu miliknya yang berumur 6 tahun. Pada 2009, ia memasukkan kapsul ke dalam pohon menggunakan gergaji mesin. Penggunaan gergaji mesin untuk menginokulasi lantaran pohon sudah tua sehingga kayunya terbilang keras.
Jika pohon berumur kurang dari 2 tahun atau berkayu lunak, cukup menggunakan tatah. Yang jelas, “Kapsul inokulan harus sampai ke tengah batang karena umur kayunya lebih tua ketimbang sekelilingnya,” kata Glone. Semakin tua kayu, semakin besar peluang membentuk gubal. Jumlah inokulan untuk sebuah pohon berdiameter 20 cm setinggi lebih dari 10 m itu mencapai 7 kapsul.
Keberhasilan tinggi
Menurut Glone harga sebuah kapsul gubal mencapai Rp50.000. Artinya 7 kapsul untuk inokulasi sebuah pohon setara Rp350.000. Ia memberikan garansi penggantian dengan pohon baru kalau pohon terinokulasi mati sebelum setahun pascaperlakuan. Setelah memasukkan kapsul, Glone mengikat batang dengan kawat, tali, maupun plastik bening—pembibit menggunakannya untuk menyambung atau mengokulasi bibit tanaman.
Batang harus segera rapat kembali untuk mencegah masuknya patogen lain dari udara atau terbawa oleh percikan air hujan. Ketinggian inokulasi minimal 35 cm dari permukaan tanah agar bekas inokulasi tidak terkena percikan air hujan. Keberhasilan segera tampak sebulan pascainokulasi, ditandai dengan menggelapnya warna batang di sekitar bekas inokulasi. Setiap kapsul mampu menginokulasi batang berdiameter hingga 30 cm.
Kalau diameter batang lebih besar, perlu lebih dari 1 titik inokulasi di ketinggian sama. Penyuntikan kapsul dimulai dari batang bagian bawah lalu semakin ke atas dengan perbedaan ketinggian antartitik 35 cm. Inokulasi dengan kapsul itu bisa dilakukan sekaligus maupun bertahap. Jika menginokulasi bertahap, Glone menyarankan pekebun memasukkan kapsul dengan selang waktu 8 bulan dari inokulasi sebelumnya.
“Tujuannya memberikan kesempatan pohon beradaptasi dengan menumbuhkan jaringan baru,” ungkap pria kurus itu. Artinya inokulan itu tidak mematikan pohon sehingga pekebun bisa memanfaatkan daun atau buah sebagai bahan obat herbal. Maklum, daun dan buah pohon anggota famili Thymelaeceae itu berkhasiat untuk kesehatan.
Sebulan kemudian warna kayu di sekitar bekas memasukkan kapsul menggelap, tanda inokulasi berhasil. Begitu menebang pohon itu 2 tahun berselang, ia memperoleh total 20 kg kayu harum yang terbagi menjadi 4 kelas. Hendro memperoleh 5 kg gubal kelas B. Harganya Rp2-juta per kg. Sementara sisanya berupa 15 kg kemedangan yang terbagi menjadi 3 kelas. Total dari sebatang pohon itu ia memperoleh sekitar Rp15-juta.
Inokulasi tidak mesti menunggu pohon besar. Bibit berumur 3 bulan bisa mulai diinokulasi. Syaratnya hanya tanaman sehat dan tumbuh normal. Pascapenanaman, bibit terinokulasi akan diinokulasi ulang setiap 6—8 bulan sampai berumur minimal 4 tahun. Panen mulai bisa dilakukan 2 tahun kemudian, tapi semakin lama semakin baik lantaran kualitas gubal yang terbentuk semakin meningkat.
Menurut Glone, “Idealnya inokulasi dilakukan sampai pohon berumur 8 tahun lalu panen di umur 15 tahun.” Dengan cara itu, mutu dan volume gubal yang terbentuk optimal. Menurut peneliti gaharu di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor, Jawa Barat, Ir Jonner Situmorang MSi, inokulasi dengan gubal bisa merangsang terbentuknya gubal di pohon sehat lantaran adanya cendawan.
“Di gaharu kering cendawan itu tidak berkembang, tapi bisa kembali aktif begitu masuk ke dalam jaringan hidup,” kata Jonner. Ia menilai cara itu terlalu mahal lantaran harus menggunakan gubal yang harganya tinggi. Jonner menyarankan isolasi cendawan dalam gubal, meningkatkan populasinya di laboratorium, lalu menggunakan cendawan itu sebagai inokulan. Sayang, cara itu rumit nyaris tidak mungkin dilakukan pekebun awam.
Kesuksesan menginokulasi pohon miliknya membuat Glone yakin. Ia menjadi bersemangat memperbanyak pohon yang ia inokulasi. Banyak pekebun gaharu di Pekanbaru, Riau, yang membuktikan bahwa peluang keberhasilan inokulasi dengan kapsul itu sangat tinggi, mencapai 95%. Nun di Gunungkidul, Yogyakarta, Suyoto pun membuktikannya. Pertengahan 2016, ia menginokulasi 3 pohon gaharu di pekarangan rumah. Selang 6 bulan, yaitu pada Maret 2017, kayu batang di sekitar titik inokulasi menunjukkan tanda membentuk gaharu.
Akhir 2012 Glone bersama beberapa pekebun gaharu di Pekanbaru membentuk kelompok tani gubal gaharu Indonesia (KTGGI). Kini anggota kelompok tani itu mencapai lebih dari 500 orang yang berasal dari berbagai daerah di tanahair. Untuk memudahkan koordinasi, mereka membentuk perwakilan KTGGI tingkat kabupaten. Semakin banyak yang membuktikan bahwa pohon bisa membentuk gubal kalau dimasuki gubal. (Argohartono Arie Raharjo)