Itulah yang terjadi saat ketiga juri memilih Python reticulatus biakan lokal sebagai juara kontes boa dan python kategori open retic. ‘Ukuran kepala dan tubuh retic itu seimbang. Sisik dan tulangnya tampak sehat,’ ujar drh Imelda Siahaan, juri Indonesia. Bukan hanya itu, motif Gwen-sang juara-menarik. ‘Morph-nya normal, tetapi sangat bersih dan rapi,’ kata Vladimir Odinchenko, juri Rusia.
Corak menyerupai jaring di sepanjang sisi tubuh Gwen berjajar rapat. Motif itu membentuk ruang kosong dan garis lurus di punggung. Lazimnya alur di punggung retic tidak rapi. Selain itu, pola cincin berwarna putih di tubuhnya jelas dan terjalin rapi. Meski begitu, Eddy-sang pemilik-tak menyangka sang retic bakal menang.
‘Ia retic lokal dan rivalnya semua impor,’ ujar hobiis asal Jakarta yang pertama kali mengikuti lomba reptil itu. Selama ini ular impor lebih dijagokan menjadi kampiun karena rata-rata memiliki motif dan warna lebih indah. Eddy memboyong Gwen dari Surabaya sebulan silam.
Unggul Tipis
Meski memboyong juara, sesungguhnya Gwen unggul tipis dari pada para pesaing. Ia meraih total nilai 91,52. Angka itu lebih besar 0,19 poin dari Picnatio dan 0,41 poin dari Suti. Picnatio kalah di motif. ‘Motifnya tidak serapi Gwen,’ ujar Johannes Vanden Hoven, juri Belanda. Toh penampilan keseluruhan klangenan Novi itu masih lebih unggul dari ular-ular lain termasuk Suti, peraih juara ke-3.
Tubuh Suti besar dan warnanya solid. Kesehatan dan temperamennya tidak bermasalah. ‘Sayang ada sedikit cacat di sisik kepala,’ kata Vladimir. Cacat itu muncul karena proses shedding-pergantian kulit-kurang sempurna. Saat shedding, kepala Suti diduga membentur tempat minum. ‘Makanya sisik di kepala seperti ada luka,’ kata Henry dari Gudang Reptil di Jakarta.
Di kategori lain menyuguhkan pertarungan antarball python albino klangenan Savera. Dari 3 ball python yang dibawa Savera, semuanya meraup poin tinggi. White Back 1 mengungguli saudara-saudaranya sesama ular impor Amerika Serikat, karena motifnya rapi dan warnanya lebih cerah. Ular yang didatangkan pada awal 2009 itu juga mengantongi juara ke-3 di kontes reptil Semarang 3 minggu sebelumnya.
Sementara itu, ball python normal, jagoan Eddy, kembali mengungguli lawan-lawannya. Lagi-lagi corak rapat dan warna terang solid, modal menuju tangga juara. Warna cokelat F Sabei-sang juara-bersih dan keemasan. ‘Warna rival-rivalnya kurang keluar,’ ujar Imelda. Para pesaing terpaut 3-5 poin di belakang F Sabei.
Berkualitas
Kontes pada 29 Maret 2009 di Mall Blok M itu tidak dibanjiri banyak peserta. Hanya 67 ular yang turun gelanggang. ‘Ini karena kategori yang dilombakan hanya 5,’ ujar Tony Wahyu, panitia lomba. Di antara ke-5 kategori itu, kelas boa constrictor menyedot jumlah peserta terbanyak, 20 ekor. Kelas ball python albino paling sedikit, 5 peserta.
Menurut Imelda rata-rata ular yang bertanding sangat bagus hingga selisih perolehan angkanya tipis. ‘Hanya ada beberapa yang benar-benar lemah penampilannya. Ini terjadi karena ular sedang shedding, sehingga warnanya kusam,’ kata Imelda. Ciri lain shedding adalah matanya putih atau kelabu, terlihat pucat. Sebab itu poin pada ular yang shedding lebih kecil.
Lomba yang berlangsung sekitar 4 jam itu diselingi tanya jawab seputar pemeliharaan reptil antara hobiis dan para juri. Nah, yang paling banyak menyedot perhatian hobiis adalah tanya jawab seputar penangkaran ular dan chameleon. (Tri Susanti/Peliput: Lastioro Anmi Tambunan)