Ramuan herba meningkatkan keberhasilan pengobatan tuberkulosis.
Trubus — Tuberkulosis (TB) menjadi masalah dunia, termasuk Indonesia. Penyakit akibat mikrob Mycobacterium tuberculosis itu tidak hanya menyerang paru-paru, tapi juga bisa menggerogoti tulang dan persendian. Periset di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D menyatakan, setiap tahun terjadi sejuta kasus TB baru di tanah air. Tingkat insiden TB mencapai 403 penderita per 100.000 penduduk.
Tingginya angka itu menjadikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan Indonesia dalam peringkat ketiga dunia penderita TB terbanyak setelah India dan Tiongkok. Orang rawan TB adalah mereka dengan sistem kekebalan tubuh lemah, perokok, atau peminum alkohol. Celakanya, kasus TB banyak terjadi di masyarakat penghuni pemukiman padat yang berpenghasilan rendah. Begitu terjangkit TB, kemampuan mereka bekerja menurun sehingga pendapatan merosot.
Imunostimulan
Sejatinya pengobatan TB tidak sulit. “Kuncinya pengobatan teratur dan konsisten selama 6 bulan,” kata peneliti di Klinik Saintifkasi Jamu, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Karanganyar, Jawa Tengah, dr. Sunu Pamadyo Tanjung Ismoyo. Namun, banyak penderita putus berobat lantaran obat TB menimbulkan efek samping seperti mual, kehilangan nafsu makan, nyeri sendi, atau sensasi panas di kaki.
Selain itu, cara terbaik menanggulangi TB adalah melalui pencegahan. Salah satunya dengan asupan makanan bergizi. Lantaran mikrob menyerang subjek dengan imunitas lemah, maka penguatan kekebalan tubuh bakal memberangus sepak terjang makhluk liliput itu. Artinya, konsumsi rutin imunostimulan—asupan pendongkrak imun—mengurangi risiko orang sehat terjangkit TB dan mempercepat penyembuhan penderita.
Masalahnya bahan imunostimulan yang kerap diresepkan kalangan medis berasal dari mancanegara sehingga mahal. Kondisi itu mendasari riset Sunu dan rekannya sesama peneliti B2P2TOOT, Rohmat Mujahid, Apt, M.Far. Mereka meresepkan rimpang dan tumbuhan obat yang dipercaya turun-temurun sebagai penguat imunitas terhadap penderita TB yang berobat di Klinik Saintifikasi Jamu, Puskesmas Tawangmangu, dan Puskesmas Karangpandan—ketiganya di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Ramuan itu terdiri atas meniran Phyllanthus niruri, temulawak Curcuma xanthorrhiza, dan temumangga C. mangga. Sunu dan Rohmat menguji 32 subjek selama sebulan. Dalam jangka waktu itu, subjek tetap mengonsumsi obat TB standar. Subjek mereka bagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama hanya mengonsumsi obat TB sementara kelompok kedua mengonsumsi obat TB dan jamu. Setelah sebulan, subjek di kelompok kedua tidak ada yang mengeluhkan efek samping pengobatan.
Mereka juga tidak mengeluhkan rasa jamu. Lazimnya orang enggan konsumsi jamu lantaran rasanya pahit. Kedua periset itu juga mengamati parameter hati dan ginjal subjek uji. Mereka menyimpulkan konsumsi jamu aman bagi hati dan ginjal. Hal itu terbukti dari parameter hati (SGOT dan SGPT) dan ginjal (kreatinin) yang tidak menunjukkan perubahan mencolok.
Fagositosis
Menurut Sunu temulawak mengandung bahan kurkuminoid dan ukanon A, B, C, dan D—semuanya merangsang sistem imun. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Jawa Tengah itu menyatakan, kemampuan kandungan temulawak mendongkrak imunitas membuat beberapa negara memanfaatkan kerabat jahe itu untuk pengobatan HIV-AIDS. Meniran juga terbukti berkhasiat imunomodulator dan efektif membantu meredam penyakit berkat kandungan filantin dan nirurin.
Para periset menambahkan temumangga dalam ramuan jamu imunomdulator lantaran rimpang beraroma seperti mangga itu menunjukkan kemampuan fagositosis paling kuat di antara semua rimpang. Itu sebabnya temumangga terbukti efektif meredam berbagai jenis tumor atau kista. Dalam ramuan itu, temumangga menghambat perbanyakan dan penyebaran mikrob sehingga tidak berkembang atau menjalar ke organ maupun jaringan tubuh lainnya.
Dokter penganjur herbal di Bintaro, Tangerang Selatan, dr. Prapti Utami, M.Si. menyatakan, sejatinya masyarakat Nusantara menjadikan herbal sebagai pengobatan utama, bukan alternatif. Contoh paling sederhana, menurut Prapti, ketika bayi atau balita demam, biasanya sang ibu segera memborehkan bawang merah. Ketika demam sang buah hati tidak kunjung reda, barulah ia dibawa ke dokter.
“Itu membuktikan herbal adalah bahan yang pertama kali diakses untuk menangani penyakit,” kata dokter alumnus Universitas Diponegoro itu. Menurut perempuan 49 tahun itu efektivitas herbal menghambat penyakit yang dianggap kelas dunia seperti TB pun tidak perlu diragukan, seperti terbukti oleh riset peneliti Klinik Saintifikasi Jamu. (Argohartono Arie Raharjo).
Musuh Bakteri Tuberkulosis
Bahan
– Rimpang temulawak Curcuma xanthorriza 15 gram
– Rimpang temumangga Curcuma mangga 15 gram
– Daun dan batang meniran Phyllantus niruri 5 gram
Cara Olah
– Cuci bersih semua bahan. Iris tipis rimpang temulawak dan temumangga, rebus dalam 3 gelas air dengan api kecil hingga mendidih.
– Saring hasil rebusan dan konsumsi rutin.