Wajar saja semua terkesima dengan nangka istimewa itu. Nyamplung buah hanya 20-an, padahal nangka biasa mencapai 200. Tebal daging buah mencapai 1 cm. Daminya sedikit dan manis, bahkan bisa digoreng untuk penganan. Sayangnya nangka kandel baru berkembang di sekitar Bogor, Tangerang, dan Jakarta karena sulit diperbanyak.
Reza—demikian akrab disapa, mengkoleksi nangka asal Palasari, Cijeruk, ini sejak 80-an. Pada 1999 dijadikan varietas unggul nasional. Saking istimewanya ia mencoba memperbanyak bibit kandel ini. Sambung pucuk dilakukan, tapi dari 100 sambungan hanya 5—10 bibit saja yang hidup. Getah yang banyak dan tidak mau kering diduga sebagai penyebab kegagalan.
Perbanyakan kultur jaringan yang dilakukan oleh mahasiswa Institut Pertanian Bogor tidak pula menggembirakan. Getah super lengket menjadi biang keladi. Usaha perbanyakan dilakukan pula oleh H.M. Ramin—penjual bibit buah di Bogor. Ia mencoba dengan mata tempel dan sambung pucuk, tapi keberhasilan hanya mencapai 50%.
Susuan
Ramin akhirnya mencoba sambung susuan untuk 7 induk nangka kandel berumur 3 tahun. Ia memilih pohon induk yang tidak sedang berbuah. Pertimbangannya, saat berbuah, aliran nutrisi terpusat ke buah sehingga kualitas sambung susuan tidak baik. Hindari lebih dari satu sambung susuan pada satu ranting.
Batang bawah memakai tanaman dari biji nangka itu sendiri berumur 4 bulan, tinggi 0,5—1m, dengan diameter batang 0,5—1 cm. Medianya campuran pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:3. Selain nangka kandel, bisa digunakan nangka jenis lain maupun cempedak sebagai batang bawah. Ranting untuk batang atas harus berdiameter sama dengan batang bawah.
Tahap awal ialah mengangkat batang bawah dalam polibag menuju ranting pohon induk yang dijadikan batang atas. Ramin biasa menggunakan bambu sebagai penyangga. Cara lain, pilih ranting pada cabang yang kuat sehingga polibag dapat diletakkan di situ. Kemudian diikat dengan tali plastik untuk memperkuat kedudukannya.
Sayat dan tempelkan
Setelah posisi batang atas dan batang bawah pas, sayat ranting ukuran 1 cm x 5 cm dengan kedalaman 0,5 cm. Gunakan pisau yang tajam. Batang bawah dan batang atas yang tersayat ditempelkan satu sama lain. Ikat kuat dan rapat dengan tali plastik supaya tidak basah oleh air hujan.
Selama proses sambungan menuju sempurna, penyiraman batang bawah terus dilakukan setiap hari. Setelah satu bulan bila tali plastik sudah “membesar” berarti sam-bungan itu berhasil. “Keberhasilan sambung susuan mencapai 90%,” kata Ramin.
Setelah satu bulan, pemotongan dilakukan bertahap. Separuh batang dahulu, satu minggu kemudian barulah seluruhnya dipotong. Tunas dan 3 daun pertama dipotong. Setiap tunas yang terbentuk dipotes. Sisakan 2—3 daun pada bibit. Bila bibit telah kuat, batang bawah dipotong. Bibit yang telah dipisahkan dari pohon induk ditopang terlebih dahulu dengan ajir yang lebih tinggi 20—30 cm daripada tinggi tanaman. Maksimal dalam tempo 2 bulan bibit siap jual.
Hanya saja teknik sambung susuan itu merugikan pohon induk. Ia dapat gundul karena rantingnya habis dijadikan batang atas. Namun, bibit hasil susuan itu paling laku. Soalnya, pertumbuhan bibit susuan itu pesat, dalam tempo 6 bulan sudah berbunga. Harganya Rp10.000—Rp20.000/tanaman untuk tinggi 1 m. Bandingkan dengan nangka biasa yang paling banter hanya Rp5.000—Rp7.500 saja. (Pupu Marfu’ah)