Azolla sudah terbukti meningkatkan produksi padi karena mampu menghasilkan nitrogen yang diperlukan tanaman. Tumbuhan air itu mengumpulkan 2—4 kg nitrogen/ha/hari setara dengan 10—20 kg amonium sulfat. Kemampuannya mengikat nitrogen karena peran ganggang biru Anabaena azzolae.
Keduanya melakukan simbiosis mutualisme—saling menguntungkan. Azolla menghasilkan nutrisi dan rongga daun untuk berlindung bakteri. Sebaliknya si bakteri mengikat nitrogen untuk tanamannya. Dalam kondisi menguntungkan, populasi azolla berlipat ganda dalam waktu 3—5 hari. Kemampuan mengikat nitrogen jauh lebih banyak dibandingkan tanaman anggota famili Leguminsae alias kacang-kacangan.
Berbagai laporan pemakaian azolla di berbagai negara menaikkan produksi padi 10—30%. Tak heran, bila petani di Cina dan Vietnam sudah puluhan abad memanfaatkannya. Orang Vietnam memanfaatkan beau hoa dau—sebutan azolla di sana sebagai pabrik pupuk nitrogen yang tidak bisa rusak. Ketika perang Vietnam berkecamuk, azolla tetap diproduksi secara alami. Meski dalam kondisi terimpit, Vietnam ternyata masih mampu mengeskpor beras ke berbagai negara tetangga.
Penggunaan azolla dapat mengurangi ketergantungan terhadap pupuk buatan. Padahal, dalam jangka panjang pemanfaatan pupuk anorganik kurang menguntungkan bagi kesehatan manusia dan menipisnya hara tanah sehingga kritis.
Multimanfaat
Azolla juga sangat potensial sebagai bahan kompos untuk media tanaman dan pembasmi gulma. Sebagai pembasmi gulma, azolla mampu menyerap racun sehingga cocok untuk biofilter air. Di Indonesia, pekebun mengenal kayu apu dapuk—sebutan azolla di Jawa Barat—digunakan sebatas di sawah. Itu pun karena tanaman itu tumbuh dengan sendirinya. Sudah waktunya pekebun melirik potensi azolla. Andai saja produksi padi meningkat 10% saja, alangkah bahagianya petani. Toh tanaman itu mudah dijumpai di mana-mana.
Penelitian membuktikan, azolla bukan saja penghasil pupuk nitrogen, tetapi ternyata kaya protein. Kadar protein dan lemak jenuhnya lebih tinggi dibanding dengan berbagai jenis hijauan lain. Sebaliknya kadar selulosa jauh lebih rendah sehingga mudah dicerna. Kandungan lizin 0,42% lebih tinggi dibandingkan konsentrat pakan campuran beras pecah, jagung, dan dedak. Setiap 10—20 kg azolla setara dengan 1 kg dedak gandum sehingga sangat baik bila digunakan sebagai pakan ternak dan ikan.
Petani di Lagunam Papanga, Pengasinan, Filipina, menanam azolla tidak hanya untuk pupuk hijau. Mereka memanfaatkan nae daeng—sebutan di Thailand itu sebagai campuran pakan itik dan ayam. Hasilnya, nafsu makan meningkat sehingga ternak tumbuh lebih cepat. Sebagai pakan ternak dapat disuguhkan dalam kondisi segar, kering, atau difermentasi. Pemberian bentuk segar cara yang efektif.
Anggota famili Salviniaceae itu dimanfaatkan sebagai pakan babi dan sapi di Cina dan Vietnam. Penambahan azolla mampu mensubsitusi pakan hingga 40%. Dengan begitu biaya pakan lebih rendah. Daging yang dihasilkan pun lebih bermutu. Sebagai pakan ikan, cukup ditebar ke kolam. Ikan leluasa melahapnya lantaran tersedia setiap waktu.
Mudah
Yang paling mengagumkan kapasitas produksi azolla 1—2 ton/ha/hari. Tak heran bila berbagai negara, seperti Cina, Filipina, Sri Langka, Afrika Barat, dan Brazil intensif mengembangkannya. Lembaga riset pun dibangun, seperti National Azolla Research Center di Cina.
Hingga kini ada 85 varietas azolla tersebar di mana-mana. Namun, hanya jenis tertentu yang sudah dikembangkan. Di antaranya Azolla caroliniana, A filiculoides, A mexicana, A microphylla, A nilotica, A pinnata, dan A rubra.
Jenis-jenis itu sebenarnya gampang dibudidayakan. Siapkan sebidang tanah berukuran 100 m2 untuk persemaian. Sebaiknya tanah itu dibuat seperti sawah yang tentu saja sudah dicangkul dan diairi setinggi 5—7 cm. Masukkan sekitar 7 kg azolla ke kolam. Agar pertumbuhan lebih cepat, taburkan pupuk kandang saat persiapan kolam. Dalam tempo seminggu, permukaan air sudah tertutupi azolla. (Linus Simanjuntak, pemerhati lingkungan)