Perkembangan berikutnya penglihatannya memburuk. Sampai akhirnya ia sama sekali tak dapat melihat pada 2 dasawarsa silam. Siang dan malam warna dunia senantiasa sama. Sayang, impitan ekonomi menyebabkan Chen tidak mampu berobat ke dokter. Ia pasrah menerima penderitaan.
Menurut dr Darmayanti SpM dari Jakarta Eye Center, penyakit yang diderita Chen merupakan keturunan yang dikenal dengan nama retinitif pigmentosa. Lamanya perubahan dari buta pada petang (umur 10 tahun) hingga buta sama sekali pada umur 50 tahun lantaran aliran darah di retina tidak normal. Dampaknya berupa penurunan penglihatan secara perlahan. Akibat kebutaan itu ke mana pun ia pergi, tongkat besi menjadi teman setia. Itu saja belum cukup. Anak atau cucunya selalu menyertai kakek kelahiran Taichung, Taiwan, 77 tahun lampau itu. Pun sekadar mengambil makanan di meja makan.
Secercah harapan timbuh di relung hatinya saat sebuah radio menyiarkan cryptomonadales, alga yang banyak menyembuhkan beragam penyakit. Pada Juli 2006 ia mulai rutin mengkonsumsi 15 tablet cryptomonadales 3 kali sehari. Sebulan mengkonsumsi tanda-tanda perubahan mulai terlihat. ‘Ada cahaya yang masuk ke mata saya,’ kata Chen sumringah.
Kini, Mata Chen yang tertutup lantaran urat sarafnya yang tak berfungsi mulai terbuka sedikit demi sedikit. Ia pun sudah bisa melihat lagi meski belum jelas. ‘Setidaknya sekarang saya sudah bisa memilih makanan yang tersaji di meja. Tak perlu lagi diambilkan orang lain,’ katanya. Hijau daun, merah bunga kini sudah dapat ia lihat keindahannya. Selamat datang, cahaya. (Rosy Nur Apriyanti/Peliput: Dyah Pertiwi Kusumawardani)