Selama ini hanya 5 varian keluarga hikari-utsurimono yang umum dikenal seperti ki (kuning) utsuri, hi (merah) utsuri, kin (emas) showa, gin showa, dan shiro (putih) utsuri. Beberapa situs internet tentang koi pun lebih sering mencantumkan ke-5 varian itu. Padahal, sebetulnya kehadiran varian kin ki utsuri seumur ke-5 varian itu. Sayang ia sangat sulit didapat. Wajar bila kemudian dikelompokkan sebagai koi langka.
Menurut Winarso, hasil penangkaran di negeri Matahari Terbit selama ini hanya mampu mencetak 1% kin ki utsuri. Persentase kian mengecil bila koi-koi itu diseleksi kembali. “Jumlah penangkar pun terbatas. Selama ini hanya penangkar Izuma di daerah utara yang berhasil,” paparnya.
Tak heran harga jual kin ki utsuri sangat tinggi. Kin ki utsuri berkualitas berumur 3 tahun dengan panjang tubuh 55 cm dapat mencapai harga ¥1,2-juta setara Rp120-juta. Di tanah air pun hanya segelintir hobiis yang memiliki. Salah satunya hobiis asal Bandung yang rela membuat lukisan besar kin ki utsuri untuk dipajang sebagai koleksi pribadi. “Koi jenis ini sangat sulit didapat di Jepang sekalipun. Jadi, wajar kalau saya ingin mengabadikannya,” ujar Soetoyo Prambudi di bilangan Setrasari, Sukajadi, Bandung.
Betina ogon
Daerah utara yang dingin diakui sebagai tempat paling cocok untuk menghasilkan kin ki utsuri. Bahkan sebuah Kecamatan bernama Sinoda di Niigata sangat terkenal sebagai daerah penghasil hikari-utsurimono seperti kin ki utsuri. Belakangan, Sakai Fish Farm sudah membuktikan bila daerah selatan yang berhawa panas pun dapat menelorkan kin ki utsuri berkualitas. “Kin ki utsuri hasil tangkaran Sakai bisa mencapai panjang 55 cm dalam waktu 1,5 tahun,” ujar Wiwi, panggilan akrab Winarso.
Anggota kelompok hikari-utsurimono memang dikenal sebagai koi pelengkap. Meski demikian penggemarnya sangat banyak terutama hobiis dari Eropa dan Amerika Serikat. “Kehadirannya di kolam di antara kelompok gosanke memberi warna lain. Ia bisa dijadikan pembanding,” tutur Wiwi.
Untuk mendapatkan kin ki utsuri para penangkar di negeri sakura itu selalu memakai induk betina yamabuki ogon. Koi bercorak kuning solid itu dipakai lantaran secara genetik akan mewariskan gen kuning. Pilihan induk jantan bisa jatuh pada shiro showa, hi utsuri, dan kin showa. Hi utsuri misalnya memiliki corak merah kekuningan dengan dasar gelap. Kin showa bahkan lebih ngejreng dengan sisik berwarna kuning keemasan ditimpali semburat hitam.
Memang tidak ada data yang menunjukkan kemungkinan silangan yang terbanyak menghasilkan kin ki utsuri. Namun, ketiga jenis jantan itu dipilih karena pada dasarnya memiliki corak kuning sampai sedikit keemasan. Di Jepang sendiri sedikit yang mencoba menyilangkan sesama kin ki utsuri. Namun, hasilnya belum memuaskan. Maklum, silangan sesama kin ki utsuri sulit sekali menurunkan corak persis seperti indukan. Hasil tangkaran yang diperoleh lebih banyak didominasi warna hitam dan merah.
Rentan stres
Kin ki utsuri termasuk mudah dipelihara dan dirawat. Agar warna emas di sisik kian mentereng, sang klangenan perlu mendapat sinar matahari setidaknya 3 jam sehari. Bila cahaya kurang peran matahari dapat diganti dengan lampu metal halide yang umum dipakai pada akuarium laut dengan kekuatan 18.000ºK. Meski demikian penempatan lampu tidak boleh sembarangan. Maksimal lampu dipasang pada ketinggian 1—2 m dari permukaan kolam.
Sayang, kin ki utsuri sangat rentan stres. Penyebabnya bisa bermacam-macam seperti perubahan suhu air secara drastis dan perlakuan saat memindahkan ikan dari kolam ke bak. Koi yang stres biasanya menunjukkan gejala pudarnya corak hitam ke abu-abu. Bahkan pada beberapa kasus, corak hitam nyaris lenyap dari tubuh sang ikan. “Jika sudah stres dibutuhkan waktu lama kembali ke corak aslinya,” kata Winarso. Dengan mengembalikan pada kondisi suhu sekitar 24ºC dan memasukkan kembali ke kolam, corak hitam akan berangsur solid kembali. (Dian Adijaya S)