Kombinasi merah dan kuning muda sangat kontras dengan palem-paleman dan philodendron di sampingnya. Kehadiran aglaonema di halaman depan rumah Siti di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, itu membuat penampilan taman kian glamor. Untuk menebus 200 aglaonema itu Siti merogoh kocek hingga Rp5-juta. Toh meski ditanam di taman, citra eksklusif tetap melekat.
Selain donacarmen, pride of sumatera kini juga ditanam kolosal sebagai border teduh. Chandra Gunawan, kolektor tanaman hias di Sawangan, Depok memanfaatkannya untuk elemen taman. Aglaonema berharga Rp15.000 per helai daun itu ditanam di antara walisongo dan philodendron. Meski hanya menggunakan 10 tanaman, taman mungil seluas 50 m2 jadi terkesan eksklusif.
Kedua aglaonema itu pernah merajai pasar Indonesia pada 1998. Para mania tanaman hias memburu mereka meski harganya sangat mahal. Saat itu pride of sumatera dibandrol Rp350-ribu/helai daun; donacarmen Rp40-ribu. Wajar, bila tanaman itu memperoleh perlakuan istimewa dari sang pemilik. Ia diwadahi pot cantik dan jadi penghias ruangan atau teras. Jika diletakkan di taman ia sebagai pemanis karena sosoknya yang ngejreng.
Meningkat
Kini harga pride of sumatera merosot menjadi Rp10-ribu per lembar dan donacarmen Rp25-ribu per pot. Anjloknya harga tak disia-siakan desainer taman. Gunawan Widjaya, desainer taman di Sentul, Bogor, misalnya, sudah lama mengidam-idamkan donacarmen dan pride of sumatera sebagai elemen taman. Sebab sang ratu daun tanaman hias itu berpenampilan indah. Daun merah berhias corak khas. “Jarang ada border taman berdaun merah seperti aglaonema, biasanya hijau. Di taman ia bakal jadi pusat perhatian,” ujar Gunawan.
Sebetulnya aglaonema sudah lama dijadikan border, tapi kebanyakan berdaun hijau seperti jenis silver. Harganya pun relatif murah hanya Rp5.000—Rp7.500 per polibag. Pemanfaatan aglaonema untuk taman menyebabkan permintaan pride of sumatera dan donacarmen mengalir ke nurseri-nurseri.
Tati Soeroyo, penyedia aglaonema di Cilandak, Jakarta Selatan, kewalahan melayaninya. Permintaan meningkat 2 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Sayang tanaman itu sulit diperbanyak karena pertumbuhannya lambat. Meningkatnya permintaan membuat harga pride of sumatera terdongkrak menjadi Rp15.000/lembar; dari sebelumnya Rp10.000/lembar.
Kondisi itu setali tiga uang dengan yang dialami Eti Arsih di Surabaya. Dua tahun terakhir ia melepas 50 pot aglaonema pride of sumatera, donacarmen, king of siam, dan peacock setiap bulan. “Sebenarnya permintaan yang masuk lebih dari 3 kali lipat. Sayang stok di kebun kosong,” ujar pemilik nurseri Sari Dewi itu sambil menunjuk kebunnya yang kosong. Padahalsebelumnya menjual 30 pot per minggu saja mesti susah payah.
Di Batu, Malang, ada Nurhudi yang juga kewalahan meladeni permintaan aglaonema dari Bali, Kalimantan, Cirebon, Sulawesi, dan Papua. Setiap bulan pemilik Mitra Flora Nusantara itu menyiapkan 500 pot ukuran 30—40 cm. Yang diminta kebanyakan aglaonema berdaun hijau seperti chiangmai dan silver. Pride of sumatera dan donacarmen hanya 10% karena harganya relatif mahal. “Dulu aglaonema hanya dijual di sekitar Jawa Timur, jumlahnya pun paling banter 100 pot per bulan. Kini pelanggan berdatangan dari luar kota,” ujar alumnus Universitas Pembangunan Nasional Veteran itu.
Lambat diperbanyak
Tak hanya desainer taman yang getol memburu aglaonema. Kolektor tanaman hias juga mencari jenis terbaru. Harga nomor 2, yang penting penampilan cantik. Sayang Indonesia hanya mempunyai seorang penangkar, sehingga kolektorkolektor itu memburu aglaonema ke negara tetangga, Thailand.
Negeri Gajah Putih itu memang dikenal sebagai pusat mode aglaonema. Jenis-jenis baru banyak lahir di sana. “Itu nanti yang bakal jadi tren di tanah air,” kata Leman, kolektor di Jakarta Utara. Aglaonema khosin x chaw wang misalnya, lagi digandrungi di tanah air.
Kini penangkar di Thailand giat memproduksi aglaonema berdaun merah dan lebar mirip gunungan wayang kulit. Sosok pendek, kompak, dan simetris. Awal 2004 saat Leman berkunjung ke Bangkok, Thailand, aglaonema berdaun lebar banyak dipanjang di nurseri-nurseri. Aglaonema berdaun lebar bukan barang baru, tetapi dulu kebanyakan hijau dan bertangkai panjang.
Namun, koleksi-koleksi lama asal Thailand tak langsung ditinggalkan. Meski di Negeri Siam harganya turun, di tanah air ia tetap eksklusif. Leman menceritakan pada Agustus membeli sebuah aglaonema itu seharga Rp1,5-juta di salah satu nurseri di Bangkok. Enam bulan kemudian tanaman itu sudah beredar di pasar Chatucak dijual Rp240-ribu.
Harga aglaonema di Thailand cepat merosot karena perbanyakannya cepat menggunakan teknologi kultur jaringan. Sementara di tanah air masih menggunakan cara konvensional, memisahkan anakan sehingga lambat.
Tetap eksklusif
Toh meski setibanya di Indonesia masih mahal, beberapa kolektor giat memburu aglaonema-aglaonema terbaru. Tak hanya tanaman induk, seedling juga jadi rebutan. Chandra Gunawan kerap membeli seedling berharga jutaan rupiah. Walau kecantikannya belum tampak Chandra yakin kelak tanaman itu bakal indah. Itu juga yang dilakukan Yayan, Alun, dan Tati Soeroyo.
Sedangkan Gunawan Widjaya mengincar aglaonema-aglaonema standar yang bisa dijadikan elemen taman. Misalnya aglaonema hibrida berdaun putih berhias bintik hijau. Tiga tahun lalu ia membelinya seharga Rp1,5-juta. Setelah diperbanyak kini harganya turun menjadi Rp150-ribu per pot. Rencananya tahun depan aglaonema itu bisa dijadikan border teduh dengan harga lebih murah lagi.
Masih ada 3 jenis lagi yang distok Gunawan untuk pengisi taman. Kebanyakan berdaun hijau, tetapi motifnya bervariasi. Memperbanyak aglaonema berdaun hijau memang lebih gampang ketimbang merah.
Terlepas dari pemanfaatan aglaonema untuk border taman, pamor tanaman itu terus meningkat. “Selama jenis baru terus muncul, aglaonema terus diburu,” ujar Eti yang telah 10 tahun terjun di aglaonema. Itu lantaran hobiis tanaman hias di tanah air selalu haus jenis-jenis baru yang berpenampilan cantik. (Bertha Hapsari/ Peliput: Destika Cahyana)