Begonia berbunga menyemarakkan halaman rumah.
Ketika musim semi tiba, warga Jepang menanam beragam tanaman hias di pekarangan rumahnya. Pekarangan yang semula muram selama musim dingin menghampiri, berubah semarak. Salah satu tanaman yang mereka taman adalah begonia. “Masyarakat Jepang pencinta tanaman hias yang setia. Setiap musim semi mereka menanam tanaman hias yang sudah berbunga di halaman rumah. Mereka menata kembali pekarangan yang nyaris tanpa tanaman bunga saat musim dingin,” kata Tosihiro Tazawa.
Begonia-begonia itu antara lain berasal dari kebun Tosihiro Tazawa, pemilik nurseri di Kota Sakura, Prefektur Chiba, Jepang. Kebun begonia itu berjarak 40 km dari Tokyo atau 15 km arah barat Bandar Udara Narita. Ia memproduksi 5 varietas begonia nan cantik. Ketika bertandang ke sana pada September 2014, begonia-begonia di atas rak itu tengah memamerkan bunga nan seronok. Bunganya kompak, sosoknya seragam dengan aneka warna, merah, kuning, dan merah jambu. Selain ketiga warna itu, ada juga begonia jingga dan ungu. Tosihiro bisa memproduksi begonia sepanjang tahun karena mengatur iklim di dalam greenhouse.
Hidroponik
Permintaan pasar tanaman hias di Jepang tinggi. Untuk alasan itu saat musim dingin Toshiro menggunakan penghangat di greenhouse untuk membesarkan begonia pada musim dingin. Di luar kebutuhan pada musim semi, permintaan bulanan tanaman hias di Jepang juga tinggi. Dalam setahun terdapat 5 perayaan besar yang membutuhkan beragam bunga.
Lima perayaan besar tahunan masyarakat Jepang jatuh pada 7 Januari, 3 Maret, 5 Mei, 7 Juli, dan 9 September. Untuk memenuhi kebutuhan itulah Tosihiro memproduksi begonia di 15 greenhouse berukuran minimal 1.000 m2 untuk setiap fase pertumbuhan. “Bila produksi tidak memenuhi, kami mengimpor dari Indonesia,” kata Tosihiro yang menggunakan bibit dari Belanda.
Pada 3 bulan pertama—masa vegetatif—ia merawat tanaman dengan teknik konvensional. Penyiraman secara manual atau pengabutan tergantung lokasi greenhouse. Selain itu ia juga memberikan tambahan cahaya agar lama penyinaran mencapai 18 jam per hari. Begonia tergolong tanaman hari panjang. Setelah 3 bulan tanaman memasuki fase generatif sehingga butuh perawatan ekstra.
Saat itulah ia menerapkan teknologi hidroponik untuk menjamin kualitas bunga yang dihasilkan seragam. “Umur lima bulan sudah berbunga kompak dan seragam sehingga siap dilempar ke pasar,” kata Tosihiro. Begonia dewasa yang telah berbunga itu disajikan ke pelanggan dengan media tanam serbuk sabut kelapa, moss, perlit, vermikulit, dan kompos berkomposisi 30 : 20 : 10 : 5 : 35.
“Patokan itu tidak mutlak karena setiap daerah dapat berbeda. Prinsipnya media tidak kotor di tangan pelanggan, mampu memegang air, dan tetap porous,” kata Tosihiro. Tosihiro meramu media dan kompos itu dengan mesin otomatis seharga 30-miliar Yen yang dibeli kakeknya pada 1994.
Kebun warisan
Selain itu Tosihiro juga memberikan pupuk anorganik NPK dan kalsium dalam bentuk lambat urai agar tidak mudah tercuci kala pehobi menyiram. Total jenderal Tosihiro menjual 3.000 pot begonia per bulan ke pasar Jepang. Kebun Tosihiro itu warisan sang kakek yang berdiri pada 20 tahun silam. Ibu Tosihiro lantas menurunkan kepadanya untuk memperluas pasar.
Tosihiro dipercaya karena memiliki latar belakang pendidikan pertanian sehingga dianggap mampu meneruskan bisnis keluarga dengan menggandeng mitra di dalam dan luar negeri. “Jaringan di dalam dan luar negeri itu yang membuat pasokan saya ke pasar modern tetap terpenuhi,” kata Tosihiro. Salah satu mitra Tosihiro adalah Luki Budiarti, eksportir tanaman hias di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.
Sejak 2000 Luki mengekspor bibit dan bunga begonia, sandersonia, kala lili, hortensia, dan salvia ke negeri Matahari Terbit. Beragam bunga tanaman hias produksi tanah air itu masuk ke Jepang melalui pintu Chiba. Meski secara geografis Chiba berbeda dengan Batu, iklim di kedua wilayah berbeda negara itu mirip. Chiba dataran rendah di tepi pantai, sementara Batu di dataran tinggi berketinggian 1.200—1.500 meter di atas permukaan laut. Namun, iklim subtropis membuat Chiba sejuk seperti Batu.
Chiba tak sedingin wilayah lain di Jepang seperti Hokkaido yang bersalju tebal pada musim dingin. “Di sini jarang turun salju meski musim dingin. Salju turun dalam siklus 30 tahunan sehingga cuaca mirip dataran tinggi di Indonesia,” kata Tosihiro Tazawa. Iklim itu membuat Chiba menjadi sentra tanaman hias yang memasok bunga potong dan tanaman hias pot ke Tokyo, Jepang.
Chiba juga menjadi pintu masuk tanaman hias dari luar negeri ke Jepang. “Pekebun di sini dimanjakan oleh posisi yang strategis karena dekat bandara. Kami mudah mengimpor bibit dari Belanda, Selandia Baru, dan Amerika untuk dibesarkan dan dijual di pasar Jepang,” kata Tosihiro. (Destika Cahyana SP, peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian dan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Chiba, Jepang).