Durian tembaga dari Ogan Komering Ulu yang lezat itu akan menjadi varietas unggul.
Perjalanan panjang dari Palembang, Sumatera Selatan, itu belum juga berakhir meski telah menempuh waktu hampir lima jam hingga tiba di Desa Tanjungan, Kecamatan Pengandonan, Ogan Komering Ulu. Di desa itu tim dari Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ulu, dan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) menemui Pikal, pemilik beberapa pohon durian seperti tembaga.
Setibanya di rumah Pikal bukan berarti perjalanan berakhir. Musababnya, lokasi pohon durian masih berjarak sekitar 10-15 km lagi. Dekat? Jarak 15 km memang dekat, tetapi untuk menuju lokasi tak mudah, tim harus menerobos hutan melalui jalan berkelok-kelok dan naik-turun lereng perbukitan. Motor yang dikendarai pun sempat beberapa kali tergelincir lantaran jalan tanah yang licin. Setelah 2 jam mengarungi medan berat, pada pengujung senja, akhirnya tim tiba di lokasi pohon induk.
Rasa lelah langsung sirna begitu tim melihat pohon durian setinggi 60 m sarat buah berdiri tegak di antara tanaman kopi. Sosok pohon berumur ratusan tahun itu amat besar, mencapai tiga pelukan orang dewasa. Itulah sebabnya Pikal dan kerabat tak pernah memetik buah ranum, dan hanya menanti buah jatuh. Penjaga kebun Pikal mengatakan, pohon anggota famili Bombacaceae itu sudah 3 pekan menjatuhkan buah rata-rata 25-40 buah per hari.
Hingga sore itu, Pikal telah memperoleh total 500 buah dalam waktu 21 hari. Padahal, masih ada 100 buah lagi yang masih menggelantung di pohon. Artinya, dalam satu musim, Pikal menuai 600 buah. Tim eksplorasi menunggu dan berharap, menjelang malam itu durian jatuh. Beruntung, ketika itu hujan turun lebat dan angin kencang menggoyang cabang sehingga satu per satu buah jatuh. Selama satu jam menunggu, kami mendapat 5 durian. Durian itu langsung kami diboyong ke Palembang untuk pendeskripsian: pengamatan fisik dan uji organoleptik.
Berganti nama
Dari 2 kali pengambilan sampel buah pada 2010 dan 2011, tim menemukan durian milik Pikal stabil. Durian berbobot 1,7-2,1 kg per buah itu memiliki warna daging buah krem, mirip tembaga. Itulah sebabnya masyarakat setempat juga memberi nama durian tembaga. Selain itu durian tembaga biasanya unggul dalam citarasa. Sayangnya, di tanahair nama itu menjadi “nama pasaran” alias banyak digunakan untuk menyebut durian.
Pemerintah Provinsi Riau, misalnya, telah melepas durian tembaga sebagai varietas. Itulah sebabnya kemudian tim mengusulkan untuk mengubah nama tembaga milik Pikal menjadi semenguk sakti. Itu nama gelar ayah Pikal. Gelar itu biasa diberikan pada laki-laki yang sudah menikah. Jadilah kini tembaga menjadi semenguk sakti. Soal rasa, semenguk sakti memang luar biasa: manis legit. Hasil panenan pada 2011, tampak daging buah lebih terang daripada musim-musim berbuah sebelumnya.
Mungkin karena selama perkembangan, buah mengalami kekurangan air. Menurut Sobir PhD, kepala Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB di Bogor, Jawa Barat, minimnya pasokan air membuat ukuran sel pada tanaman-salah satunya buah-mengecil, tetapi jumlahnya banyak. Meningkatnya jumlah sel juga seiring dengan bertambahnya jumlah antosianin-pigmen yang terdapat dalam sel yang mempengaruhi warna kuning. Akibatnya daging buah menjadi lebih terang.
Selain itu, Pikal juga membersihkan lahan di bawah kanopi pohon. Dampaknya tanaman kekurangan air sehingga produksi buah rendah. Sobir pun menyarankan agar area perakaran durian sebaiknya tertutup oleh serasah daun sehingga kondisinya tetap basah dan lembap.
Kelebihan lain semenguk adalah berdaging buah tebal dengan ukuran biji sedang. Rendemen daging buah mencapai 32% atau tergolong tinggi. Padahal, dalam buku Pedoman Standar Penilaian Durian yang diterbitkan oleh Direktorat Budidaya Tanaman Buah tahun 2010 mensyaratkan porsi edible 15%. Artinya, semenguk sakti dua kali lipat persyaratan itu.
Durian jawara
Durian semenguk juga terbilang unggul karena mampu beradaptasi terhadap perubahan cuaca ekstrem. Buktinya, pada 2010 dan 2011 ketika curah hujan tinggi, produksi durian di tanahair anjlok hingga sepertiga. Curah hujan tinggi menyebabkan bunga rontok. Namun, semenguk sakti tetap berbuah lebat. Saat itu semenguk sakti mampu berproduksi minimal 500 buah setara 850 kg. Itu merupakan potensi yang baik dan layak untuk dikembangkan.
Di samping itu, semenguk sakti berdaya simpan lama. Menurut Ir Syafriani, petugas dari BPSB Provinsi Sumatera Selatan, pada suhu ruang semenguk sakti tetap segar-kulit tidak pecah dan kualitas dagingnya masih baik-hingga satu pekan setelah panen. Lazimnya, durian hanya tahan simpan selama tiga hari. Mungkin itu juga rahasianya semenguk meraih juara ke-3 pada kontes Durian Unggulan 2009 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian di Ragunan, Jakarta Selatan. Saat penilaian keadaannya masih segar, sedangkan peserta lainnya sudah banyak yang pecah dan tidak segar lagi
Ketika itu munculnya durian berdaging warna jingga sebagai jawara ke-3 itu memang mengejutkan. Kemenangan semenguk dalam lomba durian itu membuat Dinas Pertanian Sumatera Selatan berkeinginan untuk melepas raja buah itu sebagai varietas. Jika tak ada aral, tembaga yang berganti nama menjadi semenguk itu bakal menjadi varietas kebanggaan Sumatera Selatan. (Panca Jarot Santoso, peneliti durian di Balai Penelitian Buah Tropika, Badan Litbang Pertanian)
Semenguk sakti disebut durian tembaga sebab warna daging buah mirip tembaga
Keterangan Foto :
- Tembaga kerap dipakai untuk menyebut durian berdaging kuning
- Semenguk sakti disebut durian tembaga sebab warna daging buah mirip tembaga
- Perjalanan menuju pohon induk durian semenguk sakti berkelok dan terjal
- Tim eksplorasi tiba di pohon induk setelah 7 jam perjalanan. Pohon induk berukuran 3 pelukan orang dewasa