Yang pertama kali bekerja adalah mesin pemarut daging kelapa segar. Mesin terdiri dari hopper atau wadah untuk memasukkan daging kelapa, rol pemarut yang berduri, outlet atau tempat keluarnya hasil parutan, dan dinding dalam.
Daging kelapa dimasukkan ke hopper dan langsung dicacah oleh rol pemarut yang berputar 1.500 rpm. Hasilnya berupa parutan kelapa yang halus dan ditampung di bagian outlet. Kapasitas mesin berdimensi 66 cm x 67cm x 21 cm itu 300 kg per jam atau setara 1.500 daging kelapa. Mesin berbahan bakar bensin itu menghasilkan 2 tenaga kuda. Untuk 8 jam kerja, mesin berbahan stainless steel itu menghabiskan 3 liter bensin.
Parutan kelapa kemudian dimasukkan ke mesin pemeras santan bersistem ulir kontinu. Wajar jika rendemennya relatif tinggi. Untuk menghasilkan 1 liter VCO, misalnya, dibutuhkan 8—10 kelapa ukuran sedang; pemerasan manual dengan santan, 10—12 kelapa. Bahan dimasukkan ke mesin pemeras berdimensi 120 cm x 50 cm x 130 cm. Kemudian diikuti dengan sedikit air bersih, maksimal 50%. Mesin motor berputar dengan kecepatan 2.500 HP.
Puli menghubungkan mesin motor dan roda ulir akan mereduksi kecepatan pemerasan menjadi 10 rpm. Roda berulir itu bergerak secara horizontal. Sistem pengepresan ulir akan mendorong santan sebagai hasil perasan ke depan; ampas, ke belakang. Santan lantas tersaring oleh kertas berukuran 20 mesh yang terdapat di mesin itu. Untuk meningkatkan rendemen, ampas dapat dimasukkan kembali hingga 3 kali pengepresan. Pemeras santan berkapasitas 100 kg bahan. Mesin penggerak berupa motor menghasilkan 5,5 tenaga kuda.
Antitengik
Langkah berikutnya santan pekat dimasukkan ke mesin pencampur atau mixer. Tujuannya untuk memecah protein minyak dalam santan. Tugas itu diemban oleh pengaduk berkecepatan 2.000 rpm sehingga santan berbuih. Satu kali proses pengadukan santan hasil perasan 12 buah daging kelapa hanya 7,5 menit. Jika hasil pengadukan didiamkan beberapa menit, muncul lapisan minyak dan kanil. Itu belum maksimal karena santan belum mengeluarkan seluruh minyak yang terkandung. Oleh karena itu Yayat Haruki memanfaatkan mesin berikutnya, sentrifugal.
Kinerja mesin sentrifugal mirip putaran mesin cuci, berputar dalam keadaan hampa. Santan berputar dalam tabung mesin berkecepatan 1.450 rpm. Putaran mesin sentrifugal dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan diameter tabung mesin. Semakin besar diameter mesin, semakin cepat putaran. Mesin milik Yayat, misalnya, berdiameter 90 cm. Penggunaan mesin cukup 15 menit untuk 10 liter santan. Setelah pengadukan, kran di bagian bawah mesin dibuka untuk mengambil blondo yang telah terpisah dengan minyak. Mesin digerakkan dengan motor listrik yang berkekuatan 5,5 tenaga kuda.
Dari mesin sentrifugal lahirlah VCO, tetapi masih memiliki kadar air sekitar 0.5 % dan endapan terlarut atau kontaminan. Untuk membersihkannya, VCO dimasukkan ke mesin evaporator vakum. Tangki minyak berkapasitas 50 liter dipanaskan dengan suhu di bawah 40oC menggunakan tenaga listrik. Namun, panas minyak di dalam hanya 25oC karena tabung dilengkapi sistem pengaman ganda disebut double jacket.
Air yang mendompleng VCO akan pergi ketika dipanaskan sehingga berubah menjadi uap air yang terjerat di bagian atas tangki. Lalu pompa mengisap uap dan dialirkan
ke penampungan uap. Prinsip kerjanya mirip mesin penyedot air tanah yang ditampung di tangki. Harga kelima mesin produksi CV Maksindo Cipta Utama (MCU) R p 80-juta–Rp100-juta. Mesin itu berkapasitas 100 liter VCO per hari.
Tanpa pemanasan
Yang juga memproduksi alat serupa adalah PT Bahagia Jaya, produsen alat mesin pertanian di Pondokgede, Kotamadya Bekasi. Cara kerja mesin pemarut hingga sentrifugal produksi kedua perusahaan itu sama persis. Hanya mesin vakum yang berbeda. Mesin penyerap air produksi Bahagia Jaya dirancang tanpa pemanasan. “Pemanasan justru mempercepat oksidasi jadi minyak cepat tengik,” kata Asril Sabirin, direktur PT Bahagia Jaya.
Vakum produksi Bahagia Jaya terdiri atas 3 tangki masing-masing untuk pemanasan, penampung air hasil penguapan, dan tangki VCO. Ketiga tangki itu saling berhubungan dengan pipa besi. Ketika tabung pertama berisi air dipanaskan pada suhu 60oC, kadar air VCO di tangki ke-3 akan berkurang. Pemanasan air selama 2 jam bakal menurunkan kadar air tersisa 0,2%.
Untuk mengatasi partikel kontaminan, Widodo Hadinata, produsen VCO di Tanahabang, Jakarta Pusat, menggunakan sistem penyaringan 6 lapisan. VCO dimasukkan ke mesin shaker berupa tabung steinless steel. Di bawahnya terdapat berturut-turut penyaring berlubang 20 mikron, 5 mikron, dan 1 mikron sebanyak 4 kali. “Bisa dipastikan tak ada kontaminan yang lolos,” ujar Widodo. Setelah itu VCO dapat dimasukkan ke botol yang telah steril. (Vina Fitriani)