Wednesday, March 5, 2025

Seri Walet (96) Hasilkan Serangga Hidup

Rekomendasi

Alat pelontar pakan itu sederhana, terbuat dari tripleks berukuran 30 cm x 90 cm, tinggi 30 cm. Pada keempat sudut ditopang kayu setinggi 30 cm agar kokoh. Bagian atas ditutup tripleks putih mengkilap berbentuk cekung mirip corong. “Serangga yang jatuh ke bawah akan terlontar lagi tersembur angin dari blower,” kata Abeng, sapaan Ade M Yamani.

Prinsip mako walet—kependekan makanan pokok walet—itu mampu menyemburkan serangga yang berasal dari pembusukan buah atau biji. Bahan-bahan itu diletakkan di sekat-sekat atau ruangan berukuran 30 cm x 30 cm. Masing-masing sekat dilapisi alumunium foil. Bahan itu dipilih karena awet dan menyerap panas. Pengalaman Abeng pemakaian plastik membuat bahan pengap sehingga kurang maksimal menghasilkan serangga.

Sumber angin untuk melontarkan serangga berasal dari kipas angin mini yang berada di tengah. Kecepatan putaran kipas diatur 3 tombol sesuai keperluan. Bila ingin serangga terbang lebih tinggi, maka tekan tombol 1 yang berdaya putar cepat. Serangga terbang lebih tinggi sehingga mudah dicapai walet. Abeng juga memasang lampu setinggi 3 m di atas blower. “Serangga terangsang dan tertarik pada sinar lampu,” kata pemilik Kraton Walet itu.

Kualitas sarang

Serangga hidup sangat digemari walet. Sebab, “Kualitas sarang sangat tergantung pakan yang dimakannya,” ujar Arief Budiman, praktikus di Weleri, Jawa Tengah. Sayang, ketersediaan serangga di alam menipis kerena hutan dan persawahan beralih fungsi. Fatalnya, ketika musim kemarau tiba. Sarang yang dihasilkan tipis, produksi turun hingga 40%, dan walet sulit berkembangbiak.

Agar produksi tidak terganggu, walet harus diberi pakan tambahan (extra fooding). Pakan tambahan yang dimaksud adalah serangga yang sengaja disediakan di dalam gedung. Peternak pun menimbun gaplek, gabah, dan beragam buah. Maksudnya dari bahan itu akan keluar serangga terbang berukuran 0,2—2,5 mm yang diminati walet.

Stefanus Yoki Suwignyo, di Gombong Jawa Tengah membuat serbuk penumbuh serangga. Setelah serbuk dikulturkan selama sebulan, muncul lalat buah, serangga yang disukai walet (Baca Trubus edisi Mei 2005). “Pakan tambahan itu harus kontinu untuk mencukupi kebutuhan walet, juga mengundang walet lain masuk,” ujarnya.

Abeng mengamati bahan itu ternyata menimbulkan aroma menyengat dan mengotori lantai gedung sehingga mengganggu penghuninya. Berbekal pengalaman itulah ia mulai membuat mako walet. Alat yang dirancang sejak tahun 2000 itu lebih praktis karena berukuran kecil sehingga mudah diletakkan sesuai kebutuhan.

Uji coba yang dilakukan di 6 rumah walet di Indramayu dan Jatiwangi juga menunjukkan respon positif. “Serangga yang keluar efektif memancing walet masuk ke rumah,” katanya. Contohnya, rumah walet berukuran 8 m x 15 m di Karawang semula kosong. Setelah memasang alat itu selama 3 bulan muncul 4 sarang. Rumah yang sudah berproduksi di Jatiwangi, Majalengka hanya dihuni 10 pasang sriti. Begitu dipasang alat itu selama setahun, populasi meningkat 100%.

Pemakaiannya pun tak melulu di musim kemarau, alat itu juga efektif dipasang ketika penghujan. Sarang yang dihasilkan pun tebal. Setelah dicermati, “Pemakaian alat itu mampu mencegah walet kabur dari rumah yang sudah produksi hingga 60%,”kata pria kelahiran 33 tahun silam.

Efektif

Abeng selalu mengatur jadwal yang tepat memasang alat itu. “Sebaiknya 30—40 hari sebelum musim kemarau tiba,” katanya. Buah dan biji yang dimasukkan ke kotak membusuk dan mengeluarkan serangga selama sebulan. Namun, bila tujuannya memang ingin menyediakan pakan sepanjang waktu, maka alat itu bisa dipasang kapan pun. Bahan bisa diganti setiap 2 bulan.

Jenis serangga yang dihasilkan tergantung bahan yang dimasukkan ke alat itu. Menurut Abeng persentase buah 60%, sisanya biji-bijian, seperti gabah atau kacang. “Dari buah menghasilkan lalat buah yang disukai walet,” katanya. Abeng menyarankan merendam bahan itu ke air terlebih dulu, lalu dijemur hingga kering. Setelah itu barulah ditata di kotak-kotak itu.

Satu hal lagi yang mesti diperhatikan adalah peletakan alat itu. Berdasarkan ujicoba di lapangan, alat itu sebaiknya ditaruh 2—3 m dari lubang masuk. “Letakkan di rooving room agar walet leluasa menyambar serangga,” kata ayah 2 anak itu. Jangan sekali-kali memasang di rest room karena serangga yang dilontarkan tidak terarah sehingga menempel di lagur. Hal itu tentu saja sia-sia karena tidak bisa disambar walet. Meletakkan di rooving area pun tidak dianjurkan karena serangga malah kabur ke tempat lain. (Nyuwan SB)

Sudah Sejak Dulu

Sejak dulu peternak telah sadar betapa pentingnya serangga untuk pakan walet. Aneka alat sederhana yang mampu menyediakan pakan diciptakan. Fatich Marzuki, praktikus di Surabaya, Jawa Timur membuat pawer—kependekan penyedot antiwereng. Alat penyedot serangga itu dirangkai dari sumber listrik accu 12 volt, lampu TL, mesin pengisap, dan jaring penangkap. Ukurannya kecil sehingga mudah dibawa.

Cara kerjanya, pawer dibawa ke areal persawahan pada malam hari. Serangga bakal mendekati dan berkerumun di sekitar lampu, lalu tersedot ke mesin pengisap dan masuk ke jaring yang dipasang di bawah. Keesokan hari serangga yang tertangkap dilepas di dekat lubang masuk. Serangga tersembur ke atas karena tertiup blower. Getaran sayap dan bau serangga mengundang walet untuk memburunya. Menurut Fatich Marzuki alat itu mampu menangkap serangga 0,5—1 kg dalam waktu 3 jam.

Alat pelontar yang dirancang Syafrian Ali, praktikus walet di Jakarta lebih sederhana. Alat itu terbuat dari sebuah pipa PVC 2 inci dilengkapi pegas dan klep dengan sistem ban berjalan. Bagian ujung pipa dipasang wadah plastik mirip parabola menghadap ke atas. Ketika pegas ditarik, lalu dilepas menggunakan tambang, angin berembus melalui pipa. Angin yang keluar dari pipa terus menerus menghembuskan serangga, sehingga kesempatan walet untuk menyambar lebih lama. Begitu seterusnya hingga pakan habis dan walet kenyang.

Dengan cara itu serangga mati seolah-olah hidup. Itu kelebihannya, dengan pelontar serangga tak mesti hidup. Yang mati pun bisa diberikan. Maklum serangga yang diperoleh tidak semuanya hidup. Sebagian mati saat ditangkap atau karena lama disimpan. “Pokoknya serangga apa saja mulai dari wereng, kroto, belalang, laron, kutu buah, kupu-kupu, hingga jangkrik. Asal berukuran kecil supaya walet bisa menelannya,”katanya. (Nyuwan SB)

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Kelompok Tani Karya Baru: Inovasi Olahan Cabai Hiyung dari Tapin

Trubus.id–Kelompok Tani Karya Baru merupakan salah satu pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Hortikultura  yang mengembangkan produk cabai...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img