Para pehobi menggandrungi anthurium tanduk berkarakter.
Anthurium tanduk selalu menjadi incaran Gancar Satoto. Pehobi di Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, itu memang tertarik dengan tanduk sejak mengenal anthurium pada 2005. Anthurium tanduk berciri khusus yaitu daun menekuk atau menjuntai ke bawah sehingga mirip tanduk. Gancar mengoleksi anthurium tanduk
manohara. Warna daun hijau tua, tebal dengan urat daun menonjol keluar. Itulah sebabnya Ia mengikutikan manohara pada kontes anthurium di Taman Ragunan, Jakarta Selatan.
Gancar tidak melakukan persiapan khusus untuk mengikuti lomba. Ia hanya mengelap daunnya. Hasilnya manohara menyabet juara pertama. Manohara hanya salah satu koleksi Gancar. Pria 34 tahun itu memiliki tujuh anthurium tanduk. Selain manohara, koleksi lain Gancar adalah tanduk tingal, sheraton, taj mahal, maya estianti, dan tomyam. Ia pun memiliki banyak anakan anthurium tanduk yang masih kecil.
Ragam tanduk
Tanduk tingal anthurium tanduk pertama koleksi Gancar. Sosoknya paling besar, hingga 60 cm. Ayah satu anak itu membeli tanduk tingal hasil pemisahan anakan dari pehobi di Yogyakarta. Gancar memperbanyak anthurium tanduk dengan biji. Salah satu hasil perbanyakannya bersosok mungil yang diberi nama sheraton. Pehobi lain anthurium tanduk, Dwi Bintarto di Ciganjur, Jakarta Selatan, mengoleksi tanduk mini.
Karakter tanduk mini memiliki lekukan lebih banyak sehingga terlihat lebih kecil dibandingkan dengan tanduk lainnya. Menurut Dwi, tanduk mini jika ditanam di pot yang besar, ukurannya pun menjadi besar. Namun, daunnya lebih meringkel sehingga tetap tampak lebih kecil. “Kalau ingin mini ya gunakan pot kecil terus,”
ujarnya. Ia mendapatkan tanduk mini saat pameran di Jakarta dua tahun lalu.
Koleksi lain Dwi berupa tanduk viagra yang berkarakter kuat. Ia memperoleh tanduk viagra dari teman di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Ciri khasnya, daun berwarna hijau muda, ukuran daun sempit dengan ujung runcing. Dwi juga memelihara anthurium tanduk matador berdaun sempit dan ujung meruncing. Namun, warna daun matador lebih tua dan daun lebih menjuntai. Dwi mendapatkan tanduk matador dari teman di Lebakbulus, Jakarta Selatan.
Anthurium tanduk yang khas bakal lebih elok jika tumbuh di pot bersosok tinggi. Menurut Dwi Bintarto pot tinggi cenderung mengerucut di bagian bawahnya. Itulah sebabnya pot perlu dibuat lebih banyak lubang agar air bisa keluar dengan cepat. Drainase pot yang buruk membuat akar busuk dan tanaman mati. Strategi lain untuk
menjaga keelokan anthurium tanduk adalah pemilihan media tanam.
Perawatan
Media tanam anthurium kombinasi dari beberapa bahan. Dwi menggunakan media pakis kasar, pakis setengah kasar, dan daun kaliandra. “Dalam merawat anthurium tanduk yang penting media porous,” ujar Gancar. Kedua kolektor itu amat jarang menambahan pupuk kandang. Sebab, terlalu banyak pupuk kandang dan lama tidak
mengganti media menyebabkan bercak-bercak kuning di permukaan daun.
Perawatan tanduk mini gampang–gampang susah. Daunnya yang memiliki banyak lekukan dapat menampung air siraman atau hujan yang menyebabkannya busuk. Selain itu pehobi perlu menyangga daun muda dengan stirofoam agar tidak bersentuhan dengan daun lain yang basah. Itu untuk mencegah daun muda busuk. Perawatan lain pehobi harus rutin mengelap daun setiap kali setelah penyemprotan.
Dwi menambahankan pupuk lambat urai dan pupuk daun. Menurut Dwi tanaman tetap memerlukan nutrisi tambahan. Biasanya ia menyemprot pupuk daun sebelum ada sinar matahari atau pada sore. Adapun Gancar
hanya menambahkan pupuk lambat urai setiap 6 bulan sekali.
Pada umumnya anthurium diperbanyak dengan pemisaahan anakan. Dalam perbanyakan split (pemisaahan anakan, red) bisa menggunakan daun pancingan. Daun pancingan merupakan daun yang disisakaan saat melakukan split untuk mempercepat proses pertumbuhan daun dan akar. “Dengan adanya daun maka proses pemasakan makanan di daun akan berjalan lebih baik sehingga tanaman cepat tumbuh,” ujar Dwi.
Perbanyakan dengan split lebih cepat dan mudah. Hanya perlu menunggu 2 bulan hingga daun pertama tumbuh. Namun, tergantung jenisnya, jika daun tebal dan variegata maka dibutuhkan waktu lebih lama.
Perbanyakan bisa juga menggunakan biji. Itu dihasilkan dari indukan berumur 2–3 tahun. Idealnya jantan dan betina juga tipe tanduk. Setelah diserbuki, biji memerlukan waktu 8 bulan sampai siap disemai. Dari persemaian biji sampai daun pertama memerlukan waktu 2 bulan dengan umur sama. Daun yang tumbuh, cenderung lebih kecil dibandingkan perbanyakan dengan split.
Menurut Dwi, yang juga dianggap sesepuh dalam perkumpulan anthurium, jika ingin mendapatkan jenis baru bisa perbanyakan secara generatif atau biji. Menurut Gancar anthurium tanduk mirip anthurium variegata. Perbanyakan dengan biji gampang-gampang susah, hanya sedikit menghasilkan tanaman berkarakter tanduknya. Namun, tidak semua anthurium tanduk berkualitas.
Untuk mengenali anthurium tanduk saat tanaman masih kecil tergolong sulit. “Juntaian tanduk baru terlihat saat ukuran daun sekitar 40 cm,” ujar Gancar. Contohnya tanduk 45 variegata dan tanduk taj mahal miliknya yang belum terlalu terlihat tanduk pada ukuran daun 20–30 cm. Untuk mempertahankan warna variegata tanduk 45, Gancar
tidak memberikan pupuk kimia dan hormon. Selain itu ia juga menggunakan jaring penaung 75% sehingga sinar matahari yang masuk hanya 25%. “Tanaman variegata tidak boleh terpapar banyak sinar matahari atau pun kekurangan,” ujar Gancar. (Ian Purnama Sari)