Semua berawal dari gaya hidup Amanu. Sekitar 10 tahun menjelang pensiun, ayah 3 anak itu tak pernah lagi bermain voli atau bulutangkis, olahraga favoritnya. Makanan berlemak yang memberi kenikmatan sesaat pun tandas dilahap. Menuju ruang kerjanya di Markas Besar ABRI di Cilangkap, Jakarta Timur, ia terbiasa menggunakan lift . Padahal biasanya ia rela menaiki puluhan anaktangga. Hasil pengecekan kesehatan pada 2000, Amanu divonis jantung koroner.
Anggota TNI itu takpernah menduga sebelumnya. Demi menyambung nyawa, obat-obatan kimia pun menjadi teman sepanjang hidupnya. Sayang kesembuhan tak kunjung datang, sehingga ia mencoba minyak kelapa murni yang sekarang populer dengan sebutan virgin coconut oil (VCO). Frekuensi konsumsi 2 kali sehari, usai sarapan dan menjelang tidur. Hingga sekarang Amanu telah 4 bulan meminum VCO.
Ia memang belum mengecek kondisi kesehatan jantung pascakonsumsi minyak murni. Namun, ia tak pernah lagi mengalami gangguan jantung yang menyakitkan. “Badan jadi terasa enak dan energik,” ujarnya. Tekanan darahnya yang semula 170/110 mmHg kini berangsur-angsur normal. Amanu beruntung cepat menemukan minyak murni untuk penyakitnya.
Lain lagi pengalaman dr Zainal Gani. Selama 36 tahun ia mencari beragam obat untuk mengatasi diabetes mellitus. Kadar gula darah pria 59 tahun itu 312 mg/dl; ambang batas sekitar 205 mg/dl. Meski beragam obat—kimiawi dan herbal–dikonsumsi, tapi kesembuhan yang diharapkan tak kunjung tiba. “Kadar gula paling turun 20—30 poin,” ujar alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya itu. Betapa liatnya penyakit diabetes mellitus, bagi seorang hamba medis sekalipun.
Menjelang malam 8 bulan lalu Zainal Gani menyantap blondo—hasil sampingan minyak murni- -yang dicampur dengan santan kental dan minyak kelapa murni. Keesokan pagi dokter itu mengukur kadar gula. Hasilnya? “Langsung turun drastis. Dari 290 mg/100 ml menjadi 165 mg/100 ml,” kata ayah 3 anak itu. Sejak saat itu ia mengganti diet ubi jalar yang telah dijalaninya selama puluhan tahun dengan minyak kelapa murni. Ekstraksi buah Cocos nucifera memberikan keajaiban bagi kelahiran Banyuwangi 10 November 1946 itu. Setelah lebih dari 4 windu bergelut, kini akhirnya kadar gula stabil pada kisaran 140—150 mg/100 ml.
Lumpur darah
Minyak dara—sebutan VCO di Malaysia—juga tokcer mengatasi penyakit chronic vertic syndrome alias vertigo akut yang diderita drh Harsoyo. Mantan dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada itu sempat tak mampu berjalan.
“Gejalanya persis orang stroke,” ujar pria 70 tahun itu. Kaki terasa nyeri dan pegal. Maklum kadar LDL mencapai 180 mg/dl; HDL 44 mg/dl. Menurut dr Sidi Aritjahya, herbalis di Yogyakarta, pada kasus vertigo akut darah mengental seperti lumpur. Akibatnya, “Aliran darah tersendat. Kepala berat sebelah karena distribusi darah tak seimbang,” ujar dokter alumnus Universitas Gadjah Mada.
Harsoyo tergerak meminum minyak kelapa murni. Frekuensinya 3 kali sehari dengan dosis 1 sendok makan. Setelah menghabiskan 5 botol kadar LDL 90 mg/dl; HDL, 48 mg/dl. “Saya hampir tak percaya,” ujar kakek 5 cucu itu. Kini ia merasa energik dan mampu mengendarai sendiri mobilnya.
Yang juga merasakan faedah minyak perawan adalah Suharno. Pria 46 tahun itu rutin mengecek kondisi kesehatannya setiap 6 bulan. Pada pengecekan awal 2003, ia kaget ketika dokter di Kemayoran, Jakarta Pusat, memberitahukan ia mengidap hepatitis B. Kadar SGOT/SGPT 2 kali dari batas normal. “Peluang untuk sembuh 20%,” ujar pehobi golf menirukan ucapan dokter. Harapan sembuh kian menggelora setelah ia rutin mengkonsumsi 1 sendok teh VCO 2 kali sehari. Pengecekan 6 bulan kemudian menunjukkan kadar SGOT/SGPT kembali norrmal: 0—35 unit/l.
Ampuh
Amanu, Zainal Gani, Harsoyo, dan Suharno hanya beberapa orang yang sembuh berkat minyak kelapa murni. Sebetulnya pasien yang sembuh secara empiris berkat VCO amat banyak. Sekadar menyebut contoh, Petrus Surono di Yogyakarta yang mengidap hipertensi, Jumani (hipertiroid), Yokkie Hadiwiyono (hiperlipidemia alias darah kental), dan Benny Hamzah (kolesterol).
Mengapa minyak kelapa murni ampuh mengatasi penyakit maut? Menurut Dr AH Bambang Setiaji MSc, yang mempopulerkan minyak dara, VCO mengandung 93% asam lemak jenuh, tetapi 47—53% berupa minyak jenuh berantai sedang. Sifatnya tak dapat tersintesis menjadi kolesterol, tidak ditimbun dalam tubuh, mudah dicerna dan terbakar. Prof Dr dr Budhi Setianto SpJP dari RS Jantung Harapan Kita, Jakarta, mengatakan pemicu penyakit jantung antara lain peningkatan kadar kolesterol, obesitas, dan tekanan darah tinggi.
Di sinilah peran VCO dalam mengatasi penyakit jantung. “Setiap melewati endapan kolesterol minyak kelapa murni akan melarutkan kolesterol. Kolesterol akan larut sehingga peredaran darah lancar. Tapi itu membutuhkan waktu lama sehingga tidak bisa hilang dengan sehari minum (VCO, red). Efek lama tapi pasti,” ujar Bambang Setiaji, dosen Jurusan Kimia Universitas Gadjah Mada.
Itu senada dengan pendapat Prof dr Walujo Soerjodibroto MSc. Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengatakan, konsumsi minyak kelapa sesuai kebutuhan terbukti tidak berdampak buruk terhadap kesehatan. Justru membina kesehatan termasuk jantung dan pembuluh darah. Pantas masyarakat Pukapuka dan Tokelau di Lautan Pasifi k, seperti dikisahkan Dr Bruce Fife dalam Th e Healing Miracles of Coconut Oil, mempunyai kesehatan yang prima.
Padahal mereka mengkonsumsi lemak dalam bentuk minyak kelapa 60% dari total kalori per hari. Rumus yang selama ini dipercaya banyak orang, konsumsi lemak maksimal 30% dari total kalori jika tak ingin menderita penyakit jantung. Sekitar 10% di antaranya batas maksimal konsumsi lemak jenuh. Artinya konsumsi lemak masyarakat Pukapuka 2 kali dari ambang batas. Faktanya, mereka terbebas dari beragam penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes, dan kanker.
Minyak buah anggota famili Palmae itu juga berperan menyembuhkan kencing manis. Sebab, ia merangsang insulin yang bertugas mengangkut zat gula ke sel-sel tubuh. “Jika memakan lemak hewan kita memerlukan senyawa insulin yang dikeluarkan pankreas untuk memecah lemak. Jika banyak mengkonsumsi VCO tidak perlu insulin lagi. Insulin hanya bertugas mengatur gula darah dan orang diabetes bisa sembuh,” ujar Bambang Setiaji.
Tanpa pemanasan
Hasil uji laboratorium Kimia Universitas Gadjah Mada menunjukkan, zat dominan dalam minyak murni adalah asam laurat, mencapai 50,33%. Kandungan lain berupa 14,23% asam kaproat, 10,25% asam kaprat, 12,91% asam miristat, dan 4,92% asam palmitat. Menurut Walujo Soerjodibroto asam laurat terbukti antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa (Pakar Bicara Minyak Perawan, halaman 18—19). Patogen yang mampu diatasi oleh minyak murni antara lain bakteri Streptococcus agalactiae dan Streptococcus aerus, beragam virus seperti herpes, sarkoma, HIV, virus leukimia, dan cytomegalovirus.
Harap maklum semua patogen itu berlapis lemak. Dengan demikian asam laurat yang juga berupa minyak dapat menyatu dengan organisme itu untuk kemudian mematikannya. Antibiotik yang dimanfaatkan untuk mengatasi serangan organisme patogenik itu kurang cespleng. Musababnya antibiotik hanya larut dalam darah, tetapi tidak larut dalam lemak.
Itu hasil uji di atas cawan petri di sebuah laboratorium. Namun, menurut dr Paulus Wahyudi Halim, hasil uji itu belum cukup menjadi patokan. “Terlalu pagi mengklaim VCO sebagai obat karena prosesnya masih panjang,” ujar dokter alumnus Universita’ Degli Studi Padova Italia. Uji pada satwa pun belum memadai lantaran, “Metabolisme tubuh binatang dan kita (manusia, red) kan berbeda,” ujar pengobat komplementer di Serpong, Tangerang, itu. Agar dapat disebut obat ia harus melewati uji klinis pada tubuh manusia.
Hal serupa disampaikan oleh dr Toher Abdulkadir yang mengelola klinik khusus hepatitis di Jakarta. Pengamatan pada pasien hepatitis B, tampak HBs Ag alias antigen untuk penyakit hepatitis mengalami naik turun. Untuk membuktikan secara medis keampuhan minyak kelapa murni, Toher bekerja sama dengan UGM untuk menguji klinis pada pasien hepatitis.
Selain pada kelapa, asam laurat juga terkandung dalam air susu ibu dan kernel kelapa sawit (25%). Sayangnya, asam laurat kelapa sawit yang berdiameter 1 inci rentan oksidasi lantaran harus diperoleh dengan pemanasan. Padahal salah satu syarat minyak kelapa bisa disebut virgin coconut oil harus tanpa pemanasan.
“Sekarang banyak VCO hasil fermentasi. Itu menyalahi kaidah. Jadi tidak boleh ada pemanasan dan fermentasi,” katanya. Pemanasan pada suhu 35oC menyebabkan terurainya asam kaprat; 60oC hilang asam kaproat; dan 80oC kaprilat menguap. Minyak kelapa mendidih pada suhu 240oC. Asam laurat hilang saat pemanasan pada suhu 300oC. Efeknya terjadi oksidasi dan meninggalkan peroksida yang bersifat karsinogenik alias pemicu kanker. Sebaliknya proses pengolahan dengan pancingan tidak terjadi oksidasi.
Kini ditemukan teknik pemrosesan sentrifugal yang cepat, mudah, sederhana, dan tetap bermutu. Dengan memutar mesin pengaduk, emulsi yang terbentuk bakal terpecah. Dua—empat jam kemudian minyak murni sudah dapat dipetik (baca: Putaran Pemecah Minyak, halaman 22—23). Bandingkan dengan teknik pancingan yang memerlukan waktu hingga 10 jam. Satu liter VCO diperoleh dari 10—15 butir kelapa tergantung ukuran.
Teknik terbaru dikembangkan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor. Andi Nur Alam Syah dari lembaga itu mengembangkan proses pengolahan VCO dengan pengepresan. Hasil parutan kelapa segar dijemur hingga kering. Bahan itulah yang dipres dan menghasilkan minyak murni. Minyak hasil pemrosesan itulah yang kini menjadi buah bibir karena secara empiris mampu menuntaskan beragam penyakit.
Kampanye negatif
Sejatinya minyak kelapa bukan barang baru. Sejak 1982 Universitas Gadjah Mada telah meriset VCO. Namun, gaungnya tak sekencang sekarang. Apa yang menyebabkan minyak perawan amat populer saat ini? Menurut Patria Ragiatno, distributor minyak murni di Yogyakarta, tren itu dipicu antara lain oleh akses informasi dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan.
Terbukanya informasi membangunkan kesadaran publik akan faedah minyak murni. Selama ini minyak kelapa difi tnah sebagai biang kerok penyebab penyakit maut seperti kardiovaskuler, kolesterol, dan tekanan darah tinggi. Itu kesimpulan pukul rata sebuah riset di Amerika Serikat pada 1975 untuk seluruh minyak jenuh. Yang diteliti antara lain minyak bunga matahari, minyak kedelai, dan jagung.
Meski saat itu tak diteliti, minyak kelapa tetap dikelompokkan sebagai minyak berbahaya lantaran termasuk minyak jenuh. Riset lanjutan yang ditempuh John Kabara, ahli Biokimia dan Farmakologi dari Michigan State University menepis generalisasi kesimpulan itu. Faktanya yang memicu penyakit maut adalah lemak jenuh berantai panjang yang sebagian besar bersumber pada lemak hewani. Sedangkan minyak perawan berantai sedang dan tak berdampak buruk bagi kesehatan.
Hilangnya stempel buruk sekaligus terkuaknya faedah minyak kelapa berdampak pada meningkatnya permintaan. Lihatlah PT Patria Wiyata Vico yang dikibarkan Patria Ragiatno dan Wiyata pada Juli 2004. Saban bulan perusahaan itu melayani minimal 36.000 botol minyak murni dengan volume masing-masing 90 ml. Permintaan deras mengalir dari berbagai kota. “Saya sangat kewalahan,” ujar Agi—sapaan Patria Ragiatno.
Padahal ketika pertama memperkenalkannya, jarang konsumen yang melirik. Toh, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada itu tak patah arang. Ia membentuk 5 agen di beberapa kota. Saat ini agennya mencapai 300 cabang. Satu paket yang terdiri atas 6 botol dipasarkan Rp130.000. Tak berlebihan bila investasi yang dibenamkan dua sekawan itu kembali dalam waktu singkat.
Ekspor
Di Cimahi, Bandung, ada Umar Syarifuddin yang menghasilkan 300 l sebulan. Ketika mulai mengolah kelapa, sarjana penerbangan alumnus perguruan tinggi di Perancis itu cuma sanggup memasarkan 60 botol masing-masing 120 ml. Kenaikan serupa juga dialami PT Kinarya Cipta Mitra di Malang, Jawa Timur. Setiap bulan ia memasarkan 120 liter dari sebelumnya 30 liter. “Delapan bulan pertama kesulitan menjual. Masyarakat mungkin belum tahu manfaat VCO,” ujar Maryani.
Produsen minyak murni tak hanya monopoli perusahaan besar. Banyak juga yang mengolah dalam skala industri rumah tangga seperti Noor Hery Cahyo di Gamping, Yogyakarta. Usai pulang mendidik di sebuah SMA, alumnus Universitas Negeri Yogyakarta itu mengolah kelapa menjadi minyak murni. Seluruh produksinya 10—50 l per hari terserap pasar.
Tujuh produsen di berbagai kota yang Trubus hubungi menyatakan tak kesulitan memasarkan VCO. “Permintaan VCO tak terbatas asal berkualitas tinggi,” ujar Dody Baswardojo dari PT Indo Coco. Malahan mereka kewalahan memenuhi permintaan yang datang bertubi-tubi. Tak melulu pasar domestik, permintaan juga datang dari mancanegera. Awal Juni 2005 PT Patria Wiyata, misalnya, mulai mengirimkan produknya ke Malaysia dan Rumania. Negeri jiran itu minta 200.000 botol; Rumania, 50.000 botol per bulan.
Semula Dian Persada Industries Sdn Bhd, importir di Malaysia, mengecek beberapa merek VCO asal Indonesia. Pilihan jatuh pada produk keluaran PT Patria Wiyata. Permintaan juga menghampiri Maria Susana Hartanti SP MMA. Sayang, saking tingginya permintaan produsen di Yogyakarta itu angkat tangan. Bayangkan permintaan importir di Malaysia mencapai 1 ton dan 5 ton dari India rutin setiap bulan. Permintaan itu datang setelah ia memajang produknya di situs dunia maya.
Begitu pula yang dialami Ir Lucky Acub Zainal, pekebun kelapa di Malang, Jawa Timur. Importir Jepang minta pasokan 3.000 ton per bulan. Putra mantan gubernur Papua itu mengelola kebun seluas 114 ha yang terdiri atas 12.000 pohon. Jika mengandalkan buah segar, dengan produksi 50.000 buah sebulan, ia cuma mengantongi Rp25-juta.
Namun, jika diolah menjadi minyak murni, pendiri klub sepakbola Arema Malang itu meraup omzet minimal Rp60-juta sebulan. Nilai tambah yang ditangguk amat besar. Apalagi Indonesia mempunyai 3.714-juta ha kebun kelapa, 96% di antaranya milik rakyat. Oleh karena itu dengarlah rayuan kelapa untuk diolah menjadi minyak murni yang menyehatkan. (Sardi Duryatmo/Peliput: Destika Cahyana, Oki Sakti Pandana, & Rosy Nur Apriyanti)
VCO vs AIDS
Berita gembira bagi penderita AIDS datang dari Filipina. Dr Conrado Dayrit MD membuktikan keampuhan virgin coconut oil (VCO) untuk mematikan gerak virus HIV dalam tubuh penderita AIDS. Profesor emeritus bidang farmakologi dari Universtias Filipina itu sejak 1980 memanfaatkan minyak perawan dalam terapi penderita AIDS di rumah sakit San Lazaro.
Direktur Potenciano Medical Center itu bekerja sama dengan United Laboratories melakukan ujicoba pada 14 pasien berusia 22—48 tahun. Hasil kultur laboratorium menunjukkan, virus HIV mati pada perlakuan dengan minyak kelapa murni. Rupa-rupanya, kuncinya ada pada kandungan asam lemak rantai sedang, medium-chain fatty acids (MCFA). MCFA pada VCO berupa asam laurat—mencapai 53% dari total kandungan—dan asam kapriat. Asam laurat-lah sumber monolaurin dan sodium laurin sulfat—2 senyawa kimia pengontrol virus HIV.
Susu bayi
MCFA menyusup ke dalam tubuh virus dengan cara meniru asam lemak pembungkus si biang penyakit—disebut membran lemak. Dari dalam si penyusup melemahkan membran pelindung hingga berkeping-keping. Akibatnya, sang virus menemui ajal.
Dari penelitian sama, ditemukan pula bahwa asam laurat dan asam kapriat VCO memiliki kandungan serupa dengan yang ditemukan pada air susu ibu (ASI). Asam lemak bersifat antimikroba itu melindungi bayi dari infeksi penyakit kala sistem pertahanan tubuh belum terbangun sempurna. Pantas industri susu bayi melirik minyak perawan sebagai bahan baku susu formula. (Evy Syariefa)