Trubus.id—Petani di India H.R. Jayaram memilih bertani organik. Pemilik Kebun Sukrishi, H.R. itu menyebut kebunnya sebagai hutan pangan (food forest). Itu karena ia sengaja menumbuhkan beragam komoditas mulai dari tanaman keras, pangan, sayuran, buah, hingga rempah.
Jayaram mengatakan, “Pilihan tanaman menjadi kunci penting bagi pertanian organik. Saya menanam komoditas yang berbeda sehingga biodiversitas di kebun cukup tinggi.”
Menurut Jayaram banyak manfaat dengan tingginya keragaman tumbuhan. Biodiversitas tinggi mendorong kesuburan tanah, menekan penggunaan pestisida, dan membantu menjaga kelembapan.
Kebun seluas 40 hektare itu berada di Kota Bengaluru, Negara Bagian Karnataka, bagian selatan India. Jayaram menuturkan bahwa proporsi jenis tanaman di kebunnya yakni 30% tanaman keras, 20—25% tanaman pangan, serta sisanya sayuran dan buah.
Ia menanam tanaman keras seperti jati Tectona grandis, mahoni Swietenia mahagoni, sonokeling Dalbergia latifolia, cendana Santalum album, dan gaharu Aquilaria malaccensis. Komoditas itu menghasilkan pemasukan cukup besar setelah beberapa tahun ditanam.
Tanaman pangan antara lain padi dan sorgum sedangkan sayuran cukup beragam. Di kebun Sukrishi juga terdapat tanaman kelapa, bambu, serta buah seperti pisang dan nangka. Ada pula kelor, salam koja, serai wangi, dan kopi.
Jayaram mendirikan Green Path sebagai wujud inisiatifnya dalam menggerakan pertanian organik. Melalui Green Path, Jayaram melahirkan banyak model agribisnis organik.
Sebut saja toko pangan organik Era, restoran Forgotten Food, kafe Detox, dan Eco-Hotel Bengaluru. Yang terbaru, ia membuka wisata berbasis lingkungan forest bathing di Coorg Nature Resort dan layanan kesehatan holistic Aura Neo.
Sejatinya geliat pertanian organik di Bengaluru memang menarik diamati dibandingkan dengan kota lain di India. Musababnya banyak petani organik dan perusahaan berbahan organik berlokasi di Bengaluru.
Perkumpulan pelaku organik juga berkembang pesat. Pada 2004, kota itu menetapkan kebijakan pertanian organik pertama di India. Sejak pandemi, Jayaram mengamati penjualan produk organiknya meningkat 20—25%.
“Kami membuat standar, produk berbeda, resep berbeda. Melatih para staf juga tidak mudah. Itu cukup menantang,” katanya.