Trubus.id—Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil menekankan perlunya mengatasi masalah-masalah fundamental dalam mewujudkan swasembada tebu.
Menurut Arum petani tebu sudah relatif maju, mereka sudah berlembaga dan memiliki model kemitraan dengan pabrik gula. Sehingga yang diperlukan adalah pembenahan dan penyelesaian pada titik masalah.
Ia menuturkan bahwa penataan mesti dilakukan secara komprehensif yakni mulai dari penyediaan benih bermutu, pengembangan pertanian presisi, penguatan permodalan, akses pupuk, hingga konservasi lahan.
“Pemerintah perlu melakukan riset untuk mendapatkan varietas unggul yang tahan penyakit, adaptif terhadap perubahan iklim, rendemen, dan bobot tinggi. Saat ini varietas yang banyak ditanam di petani hanya bululawang. Sementara jenis baru lambat diintroduksi kepada petani,” ujar Arum.
Lebih lanjut, ia menuturkan dari sisi permodalan juga perlu dibenahi. “Dahulu dengan adanya Kredit Koperasi Primer untuk anggota dapat diakses berulangkali,” ujar Arum.
“Perlu ada kredit khusus untuk petani yang penyalurannya melibatkan koperasi dan PG sebagai avalis,” jelas Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) itu.
Selain itu perlu akses pupuk berkualitas kepada petani. Arum mengharapkan petani tebu mendapatkan kuota lebih besar untuk pupuk subsidi dan dipermudah, sehingga dapat mengaplisikannya pada saat musim tanam.
Ia menuturkan pembiayaan pembangunan kebun selain mengandalkan kredit perbankan, perlu dibuatkan pembiayaan komoditas seperti pada kelapa sawit.
“Pajak impor gula dapat dikembalikan kepada petani untuk dimanfaatkan untuk pengembangan. Sehingga petani tidak lagi harus menggantungkan pembiayaan untuk perluasan dan bongkar ratun dari APBN. Kegiatan bongkar ratun dapat dilakukan setiap 5 tahun sekali sehingga produktivitas dapat ditingkatkan,” ujar Arum.
Selain itu, menurut Arum perlu untuk pengembangan tebu di luar Jawa, secara bertahap. Apalagi jika mengandalkan perkebunan rakyat. Perlu penyusunan masterplan pengembangan ekosistem.
“Dengan adanya kepastian pembanguan pabrik gula, analisis kesesuaian lahan dan model pengembangannya serta pendekatan sosiokultural agar tidak menjadi masalah kemudian hari. Kuncinya harus melibatkan semua pihak dalam penyusunan rencana dan tidak bersifat top down,” ujarnya.
Anggota DPR RI, Firman Subagyo menyarankan perlu adanya UU komoditas yang mengamanahkan agar pemerintah melakukan perlindungan terhadap eksistensi sebuah komoditas, menjaga peningkatan produktivitas, dan menjamin sumberdaya untuk mewujudkan tersebut.
“Untuk tebu, dengan adanya UU terkait komoditas tebu, maka pemerintah diwajibkan melakukan pemeliharaan lahan tebu, memberikan dukungan pembiayaan untuk mewujudkan peningkatan produktivitas serta penyediaan berbagai instrumen untuk mewujudkan swasembada gula,” jelas Firman.