Wajar, karena Thailand memang dikenal sebagai produsen euphorbia terbaik di dunia. Buktinya setiap bulan keluar 500-ribu tanaman dari negeri Gajah Putih itu. Inilah penelusuran wartawan Trubus, Bertha Hapsari langsung ke nurseri terbesar di sana.
Pagi hari di awal Desember 2003 di Bangkok, matahari sudah bersinar menusuk kulit. Suhu udara mencapai 37ºC—ini masih lebih dingin ketimbang suhu terpanas yang bisa mencapai 42ºC—membuat keringat deras mengucur. Toh, itu tak mengurungkan niat Trubus untuk menyambangi NTK Nursery, produsen euphorbia terbesar di Thailand. Perjalanan tersendat lantaran padatnya arus lalu lintas di beberapa ruas jalan di kawasan Phetcaburi dan Ratchadapisek. NTK Nursery yang mestinya ditempuh 2,5 jam dari SC Park Hotel—tempat Trubus menginap—molor menjadi 4 jam.
Untung selama perjalanan Trubus disuguhi pemandangan alam menarik. Sepanjang jalan terpampang foto-foto raja Bhumibol Adulyadej dan permaisuri. Pun rangkaian krisan berwarna kuning, pagoda kecil, dan sesajen. Maklum, saat itu warga Thailand sedang merayakan hari ulang tahun sang raja.
Tak terasa van biru metalik yang Trubus dan rombongan tumpangi tiba di depan pintu gerbang NTK Nursery. Sombut Jitpirom, pemilik nurseri menyambut dengan gembira. “Swadee khrap (Selamat Datang, red),” ujarnya memberi salam sambil mengatupkan kedua tangan di dada. Usia boleh muda, tapi dialah pemain euphorbia nomor satu di negara itu.
Rapi
Begitu masuk terlihat tanaman tertata rapi berdasarkan jenis dan ukuran. Ratusan ribu euphorbia berbagai ukuran terhampar bak permadani yang menyelimuti permukaan lahan 2 ha. Di pojok paling kanan tampak bibit setek setinggi 15 cm . Makin mendekati pintu masuk berjejer pot-pot berisi tanaman lebih besar.
Di deretan terdepan tampak tanaman berukuran besar setinggi 75 cm di wadahi pot keramik. Tak ayal, dompolan bunga yang dipamerkannya mampu menyedot perhatian pengunjung. Pot-pot plastik berwarna hitam ditata apik di atas rak kayu setinggi 60 cm. Jalan setapak berlapis semen memisahkan antarrak, sehingga saat musim hujan tanah tidak becek. Di atasnya jaring terbentang seolah memayungi tanaman. Mirip dengan di kebun anggrek di Indonesia. Tanaman induk ditanam di lahan seluas 0,5 ha, terpisah dari ruang pajang.
Dapur perakitan ada di bagian paling belakang. Tampak tumpukan media, pot, pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian lain. Di sanalah euphorbiaeuphorbia terbaik diproduksi. Melihat kebun itu Chandra Gunawan—pemilik nurseri di Depok yang kerap datang ke Thailand—berujar, “Luar biasa, saya acungi jempol”. Penataannya rapi, jarang ditemukan di nurseri lain di Thailand. Harmonisasi penataan tanaman, warna, dan ukuran bunga menawarkan keasrian dan kenyamanan, membuat pengunjung betah berlama-lama di sana.
Pasar ekspor
Lebih dari 2.000 spesies dan hibrida dikoleksi nurseri itu. Di antaranya chiang mai berbunga oranye, sultry hijau mirip daun, dan red dragon berwarna merah ngejreng. Namun, yang jadi kebanggaan Sombut, siamese ruby. Euphorbia mutasi alam hasil perbanyakan biji itu keluaran terbaru NTK Nursery. “Dibanding hasil silangan lain ia paling cantik. Warna pink menonjol dengan strip hijau dan kuning,” papar ayah 2 anak itu. Butuh waktu 3 tahun untuk mendapatkannya.
Makanya tak heran jika NTK Nursery jadi tujuan utama para importir dari berbagai negara. Pedagang asal Malaysia, Singapura, Brunei, Indonesia, Italia, Jerman, Belanda, dan Amerika rutin meminta kiriman. Saat Trubus bertandang, telepon genggamnya tidak pernah berhenti berdering menanyakan pesanan. Sedapat mungkin order itu dipenuhi. Maklum, pasar ekspor memang menjadi bidikan utama Sombut. Menurutnya pasar Eropa paling besar. Di sana biasanya tanaman langsung dibuang setelah berbunga. Konsumen lalu membeli lagi yang baru. Oleh karena itu, pengiriman ke sana selalu dalam jumlah besar.
Toh, meski produksi 100-ribu tanaman per bulan, tidak semua order terpenuhi. Perbanyakan dengan kultur jaringan tidak banyak membantu. Permintaan tetap lebih tinggi ketimbang percepatan tanaman tumbuh.
Pembawa hoki
Keberhasilan Sombut menjadi eksportir euphorbia di Thailand bukan tanpa batu sandungan. Sembilan tahun silam, pria berusia 29 tahun itu memulai usahanya dengan menggelar euphorbia di lapak di pasar Cathucak. Untuk mengangkut tanaman Sombut harus pontang-panting menyewa mobil omprengan.
Meredupnya tren euphorbia di Thailand pada 1999 jadi berkah buat pemilik nurseri yang berdiri pada 1994 itu. Di tengah rontoknya nurseri besar, Sombut tetap bertahan dengan keyakinan suatu saat tanaman hias berduri itu akan bangkit lagi. Dugaannya benar, order ekspor mulai berdatangan hingga akhirnya ia jadi pemain terbesar di Thailand. Sombut berani berujar, “Tanaman itu memang pembawa hoki. Dulu saya tidak memiliki apa-apa, kini mampu membuka 6 cabang di Bangkok dan Samutprakam.” ***