Maklum, harga anggota famili Gramineae itu ˜tak seberapa. dibanding dengan nilai teknologi mutakhir itu. Faktanya, pekebun yang mengadopsi teknologi sprinkler masih meraup laba.
Itu dibuktikan oleh Muhammad Syifried Wahab, pekebun jagung di Desa Pandau Kecamatan Siakhulu, Kabupaten Kampar. Sejak 2002 ia mengembangkan jagung manis—populasi 47.619 tanaman per ha—dengan sprinkler. Langkah serupa juga diikuti oleh 4—10 pekebun plasma yang dibina. Luas kepemilikan lahan mereka berkisar 0,8—4 ha.
Pemasangan sprinkler per ha mencapai 51 buah dengan jarak 14 m x 14 m senilai Rp41-juta. Menurut perhitungannya, biaya usaha tani jagung manis dengan sprinkler tanpa nilai susut Rp10.902.000 per ha. Sedangkan nilai susut perlengkapan itu per musim tanam Rp2.050.000. Berarti total biaya produksi pekebun bersprinkler Rp12.952.000. Biaya produksi di Pekanbaru sangat tinggi karena mahalnya bahan dan upah pekerja, meski belum terampil.
Untung besar
Dengan sprinkler, rata-rata tanaman yang dapat berproduksi mencapai 80% atau 38.095 batang. Dari jumlah itu yang menghasilkan tongkol penuh mencapai 80% atau 30.476 tanaman. Menurut Syifried produksi turun 20% saat terjadi serangan hama. Hama penting yang mengintai jagung antara lain Heliothis armigera.
Salah satu cara mengatasinya dengan menyemprotkan Decis berdosis 0,5 liter per ha. Insektisida yang sama juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi hama belalang. Gulma juga mempengaruhi produksi. Itulah sebabnya keberadaannya mesti dicegah. Begitu lubang tanam ditutup, semprotkan herbisida Sencor 70 WP dengan dosis 1 kg per ha. Zea mays itu rata-rata hanya menghasilkan sebuah tongkol. Pada tingkat harga Rp700 per tongkol—harga yang berlaku di Pekanbaru saat ini—pekebun meraih omzet Rp21.333.312.
Setelah dikurangi biaya produksi, laba bersih yang diraup pekebun Rp8.381.312 per ha. Mari kita bandingkan dengan budidaya jagung tanpa sprinkler. Kerabat gandum yang mampu berproduksi cuma 70% dari total populasi atau 33.333 tanaman. Sedangkan tongkol penuh yang dihasilkan hanya 50% alias 16.666 tanaman. Dengan harga jual Rp700 per tongkol, pekebun tanpa sprinkler hanya meraih omzet Rp11.666.655.
Bila dikurangi biaya produksi, pekebun cuma menggapai Rp764.655 dari lahan 1 ha. Angka itu jauh lebih kecil ketimbang yang didapat pekebun jagung dengan sprinkler. Dengan teknologi penyiraman mutakhir, kebutuhan tanaman akan air tercukupi. Itulah salah satu cara Syifried meraih keuntungan dan laba pun tak lari ketika didekati. (Sardi Duryatmo)