Di bawah bonggol itu ada tuber yang tak boleh rusak. Sesekali warga Kepaduri, Jakarta Barat, itu mengusap peluh yang bercucuran di kening dan leher. Satu setengah jam diperlukan untuk mengangkat bonggol sebesar 30 cm itu.
Pekerjaan Tommy Halim sebagai investor di berbagai industri tak memungkinkan untuk memegang cangkul. Namun, saat kepincut kemolekan Encephalartos natalensis di sebuah situs yang dikelola Loran Whitelock, toh tangan mulusnya akhirnya mengayun gagang peranti pak tani itu. Ketika Tommy “berjuang”, Loran tak kuasa menyaksikan adegan itu. Warga Florida, Amerika Serikat itu, tak sampai hati melihat koleksinya diangkat. Ia menghindar ke dalam rumah.
Setelah encephalartos berpindah tangan, tentu Loran tak dapat lagi melihat kemolekannya saban hari. Kenangan bersama tanaman anggota famili Cycadaceae itu harus terkubur dalam-dalam. Ya, encephalartos itu harus terbang jauh, ribuan kilometer. Dari Florida ke Kebonjeruk, Jakarta Barat. Wajar Loran berat melepas kepergian koleksinya.
Tanaman purba itu bersosok besar, panjang daun mencapai 150 cm dan bonggol berdiameter 30 cm. Daunnya variegata, menjadikannya teramat langka. Nilainya kian menjulang lantaran pelepah daun berwarna kuning. Penyimpangan itu bersifat permanen sehingga tak akan berubah hijau.
Encephalartos variegata itu ditanam Loran Whitelock di antara ratusan tanaman anggota keluarga Cycads. Mereka dikumpulkan dari berbagai pelosok dunia. Semua ditata menjadisebuah taman seluas 6.000 m2. Meski diapit oleh ratusan tanaman, E. natalensis itu tetap menonjol karena tampilan daun yang kuning. Apalagi ia ditempatkan di bagian depan sebagai primadona kebun. Wujud lain kebanggaannya, Loran memajang foto kerabat palem itu di dunia maya.
Pandangan pertama
Gara-gara foto encephalartos itulah Tommy jatuh cinta pada pandangan pertama saat mengakses situs itu di dunia maya. Melalui korespondensi yang intens, Tommy terus membujuk Loran agar berkenan melepas koleksi itu. Sayang, Loran bersikukuh, “Kamu mau apa? Saya tidak jual barang,” begitu jawaban Loran. Kolektor di Amerika itu juga penulis buku encephalartos yang best seller.
Toh, penggemar biliar itu tidak putus asa. Tak jemu-jemunya ia merayu Loran agar mau melepas Encephalartos natalensis variegatanya. Sebagai wujud keseriusannya mengoleksi tanaman purba, Tommy menunjukkan foto-foto seperti E. lehmanii variegata. Tanaman itu ditebus Tommy puluhan juta rupiah dari seorang kolektor di Surabaya. Saat melihat ence berdaun panjang dan kuning, Loran kaget. Ia mempunyai catatan encephalartos langka sedunia, tetapi koleksi Tommy itu tidak tercantum.
Kegigihan Tommy itu akhirnya mencairkan hati Loran. Diundangnya penggemar rottweiler itu ke Florida untuk menggali sendiri E. natalensis. Ayah 4 anak itu bersorak girang. Soalnya, puluhan orang berhasrat membeli koleksi Loran dengan harga aduhai, tetapi semua ditolak.
Tommy segera terbang ke Florida di ujung selatan negeri Paman Sam. Di sana, seperti dikisahkan di awal tulisan ini, ia menggali sendiri. Setelah bonggol itu tercabut, ia memangkas daun dan membersihkan tanah yang melekat di perakaran. Bonggol kemudian diangkat ke halaman rumah. Loran membuatkan larutan fungisida dan vitamin B1 untuk menyehatkan tanaman. Bonggol dicelup di larutan fungisida untuk menghindari serangan penyakit. Ia tak ingin tanaman itu kelak mati.
Selain sang primadona itu, Tommy mendatangkan 40-an encephalartos unik lain yang masih kecil, di antaranya Encephalartos arenarius yang helai daun menyatu, E. horridus berdaun menyatu, dan E. horridus mini. Dari Florida, enceence eksklusif itu diterbangkan ke Jakarta.
Pada awal Mei 2004, tanaman purba unik itu menghuni taman Tommy di Kepaduri, Jakarta Barat. Kalau lolos dari maut—tingkat keberhasilan hidup setelah dipindahkan 50%—Tommy dapat menikmati keindahannya 2—3 tahun kemudian. (Syah Angkasa)