Persimmon—nama buah itu—dibandrol di atas US$ 5 setara Rp43.000 per kg. Siapa sangka di antaranya didatangkan dari Junggo, Batu, Jawa Timur. Si genit yang disini disebut kesemek itu bersaing dengan buah sejenis dari Malaysia, Jepang, dan Israel.
Hawa sejuk menggigit tulang begitu menginjak Kecamatan Bumiaji, Batu, yang terkenal dengan apel. Semakin ke atas, perjalanan mulai mendekati pemandian air panas Cangar. Di antara Bumiaji dan Cangar itulah terletak Dusun Junggo, Desa Tulungrejo. Di dusun itu terdapat ribuan pohon kesemek yang tumbuh di hutan-hutan dan di pekarangan rumah.
Dari situlah sejak 21 tahun silam buah Diospyros kaki melanglang hingga ke Singapura. Setiap musim 3—5 ton buah diterbangkan ke negeri Singa itu via Solo. Kesemek diperoleh dari pedagang pengepul yang bergerilya ke rumah-rumah pekebun. Kesemek yang dibeli hanya yang berkualitas super dengan harga Rp3.000—Rp4.000 per kg.
Tanpa sepat
Wajar saja konsumen Singapura menginginkan kesemek junggo. Penampilan buah menarik, berwarna jingga merona. Setelah benar-benar matang berubah menjadi merah seperti tomat. Bobot mencapai 170—210 gram per buah. Daging buah tebal, lunak, renyah, dan manis. Kandungan air cukup dan tahan simpan hingga 14 hari. Dengan kualitas seperti itu ia mampu bersaing dengan persimmon asal Malaysia, Jepang, dan Israel. Buah yang tak lolos ekspor dijual di pasar lokal, seperti Surabaya, Solo, dan Malang.
Sebenarnya, sentra kesemek di Nusantara tak melulu di Junggo. Namun, konsumen Singapura lebih suka buah kaki dari ujung timur Pulau Jawa itu ketimbang kesemek asal Garut, Magetan, maupun Malang. Soalnya, kesemek junggo lebih memenuhi persyaratan pasar mancanegara, seperti tanpa rasa sepat, manis, tekstur buah cukup keras, dipetik tua tapi belum terlalu matang, dan penampilan menarik tanpa bedak.
Untuk menghilangkan sepat dan warna kulit cantik, buah ekspor tidak direndam dalam larutan kapur seperti yang lazim dilakukan pekebun tradisional. Buah setengah matang diolesi KOH alias soda abu. Satu tetes KOH diteteskan pada kelopak bekas bunga yang masih menempel di ujung buah. Setelah diperam selama 3 hari 3 malam, buah digosok dengan kain bersih agar permukaan kulit mengkilap. Buah yang semula hijau itu berubah menjadi kuning kemerahan, seragam, dan bersih sehingga layak ekspor. Rasanya pun manis tanpa rasa sepat sama sekali.
Di Selandia Baru dan Australia penanganan pascapanen itu lebih modern lagi. Pekebun di sana menggunakan gas CO2 yang dialirkan melewati kesemek dalam ruang kedap udara selama 4 hari terus-menerus.
Pohon tua
Kesemek yang tumbuh di Dusun Junggo umurnya sudah tua. Ditilik dari tinggi pohon yang mencapai 10—15 m, ia diperkirakan lebih dari 75 tahun. Bentuk tajuk sangat indah seperti kerucut raksasa. Saking tuanya tak seorang pun tahu asal-usul dan penanam pertama kali. Pemilik pohon pun belum merawat intensif.
Wajar kesemek tumbuh subur di Junggo. Anggota keluarga eboni-ebonian itu cocok tumbuh dan berbuah di dataran tinggi. Makanya ia juga ditemukan diBerastagi, Toba (Sumatera Utara), Garut, Ciloto (Jawa Barat), serta Magetan (Jawa Timur). Negara tetangga, Malaysia dan Thailand juga punya si buah genit itu. Beberapa tahun terakhir ini anggota familiEbenaceae dikembangkan secara komersial di Selandia Baru dan Australia. Di negara asal, Cina dan Jepang, buah samak—nama lain kesemek—dikelola intensif.
Peluang pasar
Hingga 2 dasa warsa berlalu permintaan eksportir akan kesemek junggo terus meningkat deras. Menurut pengepul di Batu berapa pun pasokan diterima asal memenuhi persyaratan ekspor.
Peluang itu ditangkap Perhutani, Dinas Kehutanan, dan Dinas Pertanian Kota Batu dengan mencanangkan program konservasi hutan dan penghijauan menggunakan kesemek junggo. Kini pohon-pohon kesemek muda mulai dibudidayakan sebagai tanamankonservasi di lereng-lereng bukit.
Langkah Pemda Kota Batu mengembangkan kesemek bukan tanpa alasan. Selain untuk konsumsi segar, buah genit itu potensial dikembangkan sebagai olahan. Berdasarkan pengamatan di negara lain, kesemek dimanfaatkan sebagai puree, es krim, selai, jelly, sale, dan buah kering. Bahkan, kesemek juga bisa dijadikan bahan baku kerajinan tangan, bahan baku industri seperti pewarna pakaian dan kertas. Bahkan rasa kelat di kesemek diyakini bisa menurunkan tekanan darah tinggi.
Pemutihan kesemek junggo sebagai varietas unggul 2004 pun telah diusulkan ke Badan Benih Nasional oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita itu. Diharapkan tindakan proaktif berbagai pihak terkait, kesemek junggo bisa menjadi produk unggulan Kota Batu, seperti apel manalagi. Bisa dibayangkan, 1 dasawarsa ke depan popularitas kesemek bisa mengangkat pendapatan masyarakat, juga mengangkat buah nasional di mancanegara. (Ir Baswarsiati MS, peneliti buah-buahan BPTP Jawa Timur)