Trubus.id — Musim kemarau menjadi tantangan bagi pemilik rumah walet. Pada kemarau ketersediaan pakan turun. Selain itu, kerap kali asap akibat kebakaran hutan membuat walet tidak nyaman. Akibatnya, rumah walet cenderung panas.
Menurut Harry Wijaya, S.T., pemerhati walet di Jakarta, segala yang terjadi pada musim kemarau berdampak pada produktivitas sarang walet. Ia menuturkan, pemilik walet bisa melakukan beberapa hal untuk mengatasinya.
Penggunaan pakan buatan bisa menjadi alternatif saat kemarau. Namun, pemenuhan kebutuhan serangga alami tetap diperlukan untuk menjaga produktivitas sarang.
“Pakan serangga alami belum sepenuhnya bisa tergantikan dengan pakan buatan,” kata Harry.
Solusi lain memasang perangkat penarik serangga alami. Teknologi itu cocok untuk rumah walet di area hutan atau rawa yang umumnya banyak serangga. Gangguan lain berupa asap, terutama rumah walet di dekat hutan.
Pada musim kemarau hutan mudah terbakar. Asap kebakaran itu mengganggu walet. Oleh karena itu, pemilik rumah walet sebaiknya memasang detektor asap di gedung walet. Menurut Harry, posisi detektor asap di atap ruang putar (roving room) dan ruang inap. Detektor asap berfungsi mendeteksi adanya asap dalam gedung.
“Saat ada asap, otomatis detektor itu akan menyala,” kata Harry.
Sensor alat detektor tersambung langsung dengan kipas dan mesin pengabut. Saat asap masuk gedung, kipas dan mesin pengabut otomatis menyala. Ketika intensitas asap menurun, kedua alat itu otomatis berhenti.
Banyaknya jumlah kipas berpengaruh terhadap kecepatan pengeluaran asap dari dalam gedung. Pada kemarau suhu dalam gedung walet juga cenderung meningkat. Kondisi itu tidak nyaman dan memicu walet berpindah ke area lain.
Perlu penyesuaian suhu di dalam gedung walet. Ketika suhu luar gedung walet 35°C, idealnya suhu di dalam gedung maksimal 29°C. Upaya mengatasi suhu tinggi itu dengan mengatur kelembapan. Caranya menggunakan mesin pengabut. Ketika suhu ruangan ideal, walet pulang ke rumah tetap nyaman.