Trubus.id — Buah manggis harus memenuhi standar mutu agar bisa mengisi pasar internasional. Salah satu caranya adalah dengan berkebun manggis secara intensif. Dengan berkebun intensif, para petani manggis didorong untuk berproduksi dengan standar ekspor dan mendapatkan nilai lebih.
Dr. Raden Heru Praptana, S.P., Kepala Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, mengatakan, sangat memungkinkan membudidayakan manggis secara intensif. Petani bisa menanam per hektare dengan populasi 80–100 tanaman, dengan jarak tanam 10 m × 10 m atau 12 m × 12 m.
Namun, sejatinya manggis adalah tanaman hutan yang memerlukan naungan dalam pertumbuhannya. Jika baris tanaman utara–selatan, naungan ada di timur dan barat. Pekebun juga bisa menanam tanaman penutup jenis legum atau kacang-kacangan 3–6 bulan sebelum menanam manggis. Tujuannya, sebagai penutup, estetika, dan penambat nitrogen (N).
Adapun tanaman naungan yang bisa dipilih yakni pisang, pepaya, dan gamal pada 4–6 bulan sebelum penanaman manggis. Tumpang sari dengan tanaman semusim antara lain jagung dan kacang tanah bisa menanmbah penghasilan pekebun.
Pekebun dapat memilih varietas manggis unggul yang telah teruji seperti ratu kamang, kaligesing, puspahiang, wanayasa, dan ratu tembilahan. Manggis unggul itu bisa berbuah perdana 5 tahun setelah tanam.
Namun, ketinggian tempat amat berpengaruh pada lama waktu berbuah. Makin tinggi lahan, makin lama berbuah. Adapun ketinggian ideal manggis 500–900 meter di atas permukaan laut (m dpl).
Pendapat serupa juga diungkapkan, Jero Putu Tesan, Ketua Asosiasi Eksportir Manggis Indonesia. Menurutnya, mengebunkan manggis dengan intensif sebuah keniscayaan. Apalagi jika tujuannya mengisi pasar ekspor.
Permintaan Tiongkok mencapai 1.500–3.000 ton manggis per hari. Adapun pasokan optimal dari dalam negeri hanya 600–700 ton per hari. Artinya, ceruk pasar masih terbuka lebar. Ceruk pasar lain dari Eropa dan Timur Tengah pun potensial untuk digarap meski tidak sebesar Tiongkok.
Registrasi dan pendataan kebun adalah kunci memenuhi permintaan manggis dari segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Jika kebun teregistrasi, amat mudah mengetahui dan mengatur pasokan dari berbagai sentra. Keuntungan lain, mutu buah dari pekebun lebih terjamin karena aturan registrasi mesti menjalankan GAP (Good Agricultural Practices).
“Harapannya, registrasi kebun lebih dipermudah. Pengoptimalan daring (online) amat dibutuhkan untuk mempermudah pekebun untuk melakukan registrasi,” tuturnya.
Registrasi kebun juga mendukung sinergi dalam tata niaga, dari pekebun, rumah kemas, dan eksportir. Kebiasaan lama pekebun konvensional, salah satunya menjual manggis dengan sistem ijon yang berimbas pada penurunan mutu buah bisa terentaskan dengan adanya registrasi kebun.