
Perancang bunga khas Jepang atau ikebana, Shogo Kariyazaki, menggelar pameran yang menarik 40.000 pengunjung.
Bagi Shogo Kariyazaki ikebana bagaikan sebuah sihir. Di tangannya rangkaian bunga mampu menyedot perhatian publik Jepang. Ribuan warga Negara Matahari Terbit dari segala penjuru datang ke Meguro Gajoen untuk melihat pameran ikebana tunggal yang digelar setiap musim gugur. “Setiap tahun minimal 40.000 pengunjung hadir menyaksikan karya Kariyazaki Sensei,” kata Noriku Morifuji, pehobi ikebana di Tokyo, Jepang.

Kesan megah terasa lekat pada pameran yang digelar di gedung pencakar langit di jantung Tokyo itu. Begitu masuk gedung, petugas dengan sigap dan sopan mengarahkan pengunjung ke lajur antrean berupa dua baris berbanjar. Lantaran berjubel sebagian pengunjung memilih mengitari arena terluar pameran—berupa kafetaria dan restoran yang pelatarannya semarak dengan rangkaian bunga terbaik karya murid-murid Kariyazaki.
Ukuran besar
Hingga kini Kariyazaki memiliki 700 murid para perangkai bunga muda dari segala penjuru Asia. Menurut Yoshihiro Araki, pehobi ikebana di Tokyo, ciri khas karya Kariyazaki ialah rangkaian bunga yang ditampilkan terkesan hidup dan alami dengan warna-warni mencolok.

Ikebana terlihat hidup karena semua fase pertumbuhan bunga hadir, mulai bunga kenop, hingga bunga yang mekar sempurna. “Sangat sulit melakukan pameran tunggal selama dua pekan berturut-turut. Dua hari sekali rangkaian ditata ulang agar kesan hidup tetap muncul,” kata Kariyazaki. Ia menghadirkan warna-warni rangkaian bukan melulu dari bunga. Kerap kali ia menghadirkan warna dari organ tanaman lain seperti batang, ranting, daun, dan buah.
Sebut saja batang tanaman ficus—keluarga beringin—yang warnanya beragam dari keputihan, kecokelatan, hingga kehitaman. Perangkai bunga itu juga menyelipkan buah terung hias kuning atau ungu sering untuk ornamen. Bila kebanyakan karya murid Kariyazaki di arena terluar ekshibisi berkutat pada rangkaian kecil di vas bunga, maka karya Kariyazaki berukuran lebih besar.
Tujuannya agar menjadi pusat perhatian sebuah ruangan. Lazimnya ikebana hanya menjadi pelengkap sebuah ruangan semata. Tengok saja karya Kariyazaki yang dipamerkan di depan jalur antrean pengunjung. Mereka disuguhi penampilan warna-warni phalaenopsis dan dendrobium berkelopak besar. Ia menata anggrek hibrida itu pada batang kayu berwarna perak yang disusun menyerupai pagar. Ranting kayu pun ditata saling menjulur sehingga rangkaian tanpa daun itu mirip bunga bermekaran pada musim semi.

Rangkaian itu—menurut Kariyazaki—simbol untuk menyambut tamu yang datang. “Begitu masuk gedung, mata seperti tersedot melihatnya,” kata Vicca Karolinoerita, mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia, yang berkunjung ke pameran. Menurut Akhmad Arifin Hadi, pengajar landskap interior di Institut Pertanian Bogor, karya Kariyazaki menarik perhatian karena unik, berwarna-warni, dan ukurannya proporsional dengan ruangan. Sederhananya minimal rangkaian bunga memiliki bentangan 50 cm untuk ruangan terkecil 3 m x 4 m.
Kombinasi
Kariyazaki juga piawai menampilkan rangkaian bunga sebagai sosok sakral. Ia menyajikan rangkaian bunga di ruang khusus yang mesti ditempuh pengunjung dengan menaiki 100 anak tangga yang terbuat dari kayu keyaki. “Kita seperti mendaki bukit menuju kuil suci,” kata Yohei Morifuji, mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Chiba. Ruang pameran berada di antara jalur anak tangga sehingga mirip shelter peristirahatan para pendaki bukit.
Tercatat ada empat ruang pameran dengan tema berbeda-beda. Di lantai pertama rangkaian ditampilkan bagai pameran bonsai yang eksklusif. Setiap satu rangkaian disajikan dengan sekat-sekat ruangan. Karya Kariyazaki juga menyatu dengan kultur bangsa Jepang. Sering kali ia menampilkan rangkaian bunga dengan latar kain kimono yang bercorak bunga warna-warni mencolok. Ia seperti terinspirasi pameran bonsai yang menggunakan latar kain untuk menghadirkan kesan eksklusif dan mewah dari tanaman.

Bedanya latar pada bonsai umumnya kain hitam polos atau anyaman jerami berwarna alami. Bandingkan dengan kain kimono yang bercorak warna-warni. Kombinasi yang ditampilkan Kariyazaki justru membetot keindahan lukisan kimono sehingga menyatu dengan ikebana. Kini saking getolnya Kariyazaki menekuni kimono untuk ornamen rangkaian bunga, ia tumbuh menjadi perancang corak kimono terkenal.
“Kimono ternyata sangat cantik dengan warna-warni bunga yang mencolok,” kata Kariyazaki. Belakangan Kariyazaki juga mengombinasikan seni merangkai bunga dengan karya seni lain, yakni fotografi, lukis, dan musik. Itulah teknik sihir Kariyazaki untuk membetot kehadiran pengunjung. (Destika Cahyana, peneliti di Kementerian Pertanian dan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Chiba, Jepang)