Trubus.id— Peternak kerapu lazimnya melirik tiga pilihan ukuran bibit, 2,7—3 cm, 6—8 cm, atau di atas 10 cm. Besaran ukuran bibit saat penebaran memengaruhi durasi budidaya. Tiga segmen itulah yang terdapat pada sistem budidaya kerapu.
Bibit berukuran 2,7—3 cm untuk segmen pembesaran awal. Ukuran 6—8 cm untuk bibit tebar di tambak dan ukuran di atas 10 cm bibit untuk segmen pembesaran di keramba jaring apung (KJA).
Pembenih kerapu di Desa Pasirputih, Kecamatan Bungatan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Bambang Hadidoso, menetaskan rata-rata 600.000 telur per bulan. Ia memperoleh telur kerapu cantang dari Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo.
Pembenih itu membeli satu wadah berisi 25.000 telur kerapu terbuahi. Bambang membeli sekaligus 24 wadah atau total 600.000 butir. Pilihan membeli telur lebih praktis. Biaya untuk merawat indukan dan pemijahan relatif mahal.
“Butuh kolam besar, kualitas air selalu terjaga (sirkulasi nonsetop) dan pemberian pakan optimal agar konsisten bertelur,” kata Bambang. Berselang 12—24 jam telur menetas dan menjadi burayak.
Menurut Bambang hatchery rate atau daya tetas telur mencapai 10—15%. Artinya, Bambang memperoleh 2.500—3.750 burayak per wadah. Pemeliharaan burayak di kolam semen berukuran 2 m x 1 m.
Kedalaman air laut di kolam itu hanya 50—75 cm dan berpopulasi 500—1.000 burayak. Pemberian pakan burayak 2 hari setelah menetas karena masih mengandalkan cadangan pakan alami dalam di tubuh.
Pakan untuk burayak antara lain plankton dan artemia. Setelah burayak relatif besar berumur lebih dari 30 hari, barulah mendapatkan pelet berukuran sangat kecil. “Pelet burayak belum diproduksi dalam negeri, masih impor,” kata Bambang.
Ketua Perkumpulan Pembenih Ikan Laut (Perpila) itu memanen burayak berukuran 2,7—3 cm pada 50—60 hari sejak penetasan. Sintasan burayak rata-rata 10—15%. Harap mafhum, sintasan burayak rendah karena amat rentan mati jika kualitas air berubah.
Masa pembenihan dari telur hingga siap panen burayak selama 50—60 hari. “Panen secara bertahap karena pertumbuhan kadang tidak seragam,” kata Bambang. Ia menjualnya Rp2.500—Rp3.000 per ekor. Jika sintasan 10% biaya produksi sekitar Rp1.000 per ekor.
Bambang memilih kerapu cantang, hasil persilangan kerapu kertang jantan dan betina jenis macan. “Pertumbuhan cantang lebih cepat dibandingkan dengan kedua indukannya,” kata Bambang.
Pada tahap berikutnya, pembenih membesarkan kerapu berukuran 2,5—3 cm itu. Pembesaran hingga benih berukuran 6—8 cm dan lebih dari 10 cm. Durasi pembesaran 3—5 pekan agar mencapai ukuran 6—8 cm atau 7 pekan untuk mencapai 10 cm.
Menurut pembesar benih kerapu di Dusun Somangkan, Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Mat Zuri, pertumbuhan kerapu rata-rata 1 cm per pekan.
Benih ukuran 6—8 cm untuk pembesaran di tambak, minimal 10 cm untuk pembesaran di jaring apung (KJA). “Kami menjual tergantung permintaan,” kata Mamat—sapaan akrab Mat Zuri. Harga jual Rp800 per cm untuk mutu super, sedangkan mutu kurang optimal Rp500 per cm.
Menurut Bambang jika budidaya benar benih afkir hanya 2%. Ciri benih afkir berukuran tidak normal seperti muka pesek dan ekor tidak sempurna. Ciri lain, insang tidak tertutup sempurna serta tubuh tidak ideal antara panjang dan bobot.
Benih ideal sepanjang 18 cm berbobot 100 gram. Benih bermasalah jika pemberian obat sterilisasi air atau kaporit kurang tepat. Harga benih pun anjlok menjadi Rp300 per ekor. Jelas rugi karena biaya pembesaran Rp1.000 per ekor.
Pembudidaya di Desa Labuhan, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Sudargomari pun melakukan segmentasi pembenihan dari ukuran 6—8 cm menjadi 12—15 cm. “Pembeli untuk pembesaran di KJA,” kata Sudargomari. Adanya segmentasi membuat perputaran uang atau penjualan lebih cepat dibandingkan dengan pembesaran. Cukup 1,5 bulan sudah bisa dijual, pembesaran bisa 8 bulan.