Sunday, September 8, 2024

Tinggi Produksi Karena Oksigenisasi

Rekomendasi
- Advertisement -

Malam merayap di Desa Glempang, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, ketika Sujadi duduk di tepi kolam gurami. Ia tak sekadar menikmati embusan angin malam, tetapi mengamati gerakan puluhan Osphronemus gouramy seukuran telapak tangan di atas permukaan air. Kilat yang muncul tiba-tiba, menyebabkan anggota famili Anabantidae itu terkejut. Spontan kerumunan gurami itu bersembunyi di bawah permukaan air.

 

Oleh sebagian peternak, peristiwa itu mungkin dianggap biasa. Namun, tidak bagi Sujadi. Pria kelahiran 15 September 1954 menganalisis peristiwa itu. ‘Mengapa gurami kaget ketika ada kilat? Karena gurami ada di permukaan air. Mengapa gurami ada di permukaan air? Oksigen terlarut mungkin rendah,’ paparnya berargumentasi.

Benarkah dugaan mantan guru Agama di SD Karangkemiri V, Cilacap, itu? Ketika diukur pada pukul 22.00 – 05.30, kadar oksigen di kolam Sujadi memang amat rendah, kurang dari 1,6 ppm. Pantas pada jam-jam itu gurami banyak yang nongol di permukaan air untuk menghirup oksigen. Kadar oksigen terlarut ideal bagi gurami 3,5 – 5 ppm. Tipisnya kadar oksigen pada malam hingga pagi menyebabkan gurami rentan stres akibat munculnya kilat. Untuk mengatasinya, pasokan oksigen mesti ditingkatkan.

Lebih padat

Tiga tahun lalu Sujadi menerapkan solusi itu: membeli sebuah mesin pengisap udara. Sebuah mesin dimanfaatkan untuk memasok oksigen 3 kolam: 2 kolam seluas 500 m2 dan sebuah kolam 465 m2. Dari 45 kolam miliknya, hanya 3 kolam yang dijadikan eksperimen. Menurut Sujadi mesin itu sebetulnya mampu memasok 5 kolam. Dengan mengadopsi teknologi oksigenisasi, populasi kolam meningkat 80%.

Contoh, kolam 500 m2 ditebar 900 kg benih ukuran bungkus rokok. Atau sekilo terdiri atas 3 – 5 ekor. Lazimnya hanya 500 kg benih yang dilepas ke kolam seluas itu (lihat tabel). Kepadatan tebar mencapai 50 – 60 ekor per m2; sebelumnya, 25 – 30 ekor per m2. Benih yang ditebar berupa tampelan alias seukuran bungkus rokok, 1 kg terdiri atas 3 – 5 ekor. Peningkatan populasi itu diimbangi dengan adanya tambahan pasokan oksigen.

Mesin pemasok oksigen dihubungkan ke pipa PVC berdiameter 4 inci yang membujur di tepi kolam. Kemudian pipa disambungkan ke pipa lain yang lebih kecil, 0,5 inci. Di setiap kolam sepanjang 30 m ditanam 2 lajur pipa 0,5 inci (lihat infografis). Ukurannya sepanjang kolam. Agar tidak melengkung, setiap interval 1,5 meter pipa disangga sambungan T. Dari dasar kolam yang tak disemen, tinggi pipa 30 cm. Kedalaman kolam 1,7 meter.

Setiap interval 1 m, permukaan atas pipa dilubangi dengan diamater amat kecil. Tujuannya untuk menciptakan gelembung udara ketika mesin diaktifk an pada pukul 22.00 – 05.30 setiap hari selama pembesaran. Dari lubang di pipa 0,5 inci keluar gelembung-gelembung udara. Hasil pengukuran menunjukkan, kadar oksigen terlarut meningkat signifi kan, menjadi rata-rata 3,9 ppm.

Itu lebih dari sekadar cukup bagi kalua – sebutan gurami di Kalimantan – yang membutuhkan oksigen terlarut minimal 3 ppm. Penambahan udara itulah yang memungkinkan peningkatan populasi. Malahan waktu pembesaran 1 – 1,5 bulan lebih cepat daripada tanpa teknologi oksigenisasi.

Investasi murah

Meski populasi melonjak hampir dua kali lipat, tetapi SR (survival rates, tingkat kelulusan hidup) mencapai 95%. Pria 51 tahun itu mengangkat 2,7 ton dari sebuah kolam 500 m2. Bobot gurami konsumsi yang diangkat rata-rata 7 – 9 ons per ekor. Hingga saat ini petani teladan nasional pada 1990 itu 2 kali menggunakan teknologi oksigenisasi. Produktivitas kolam stabil pada angka itu.

Peningkatan produksi itu tak diikuti melambungnya biaya pembesaran. Untuk mengoperasikan mesin, contohnya, biayanya relatif kecil, hanya 3 liter solar per malam. Artinya, untuk sebuah kolam mesin itu hanya membutuhkan 1 liter solar setara Rp4.300 per malam. Harga mesin dan pembuatan jaringan pipa, menelan Rp3-juta. Toh, jaringan pipa dapat digunakan hingga 3 – 5 tahun, sedangkan masa pakai mesin mencapai 10 tahun. Dengan demikian biaya penyusutan untuk sekali masa pembesaran amat kecil.

Dr Ir Sudarto, periset Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar, menuturkan peningkatan populasi sebuah keniscayaan jika oksigen terlarut mencukupi. ‘Populasi meningkat, berarti terjadi kompetisi oksigen. Adanya teknologi oksigenisasi amat menolong,’ ujar doktor alumnus University of Monpellier Perancis.

Memang gurami mempunyai organ labirin yang berfungsi mengikat oksigen di atas permukaan air; insang, menangkap oksigen dalam air. Namun, jika oksigen tipis tetap saja kerabat sepat itu gagal mengikatnya. Tambahan oksigen sekaligus memperbaiki metabolisme tubuh. Dampaknya pencernaan pakan lebih baik sehingga pertumbuhan ikan pun lebih cepat.

Sayang, jumlah pakan yang ditebar Sujadi tak terdata. Dengan begitu FCR (Feed Convertion Ratio) sulit dihitung. Saat ini rata-rata FCR gurami sekitar 3, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging gurami diperlukan 3 kg pakan. Yang pasti dengan memadainya oksigen terlarut berfaedah untuk menyeimbangkan lingkungan. Akibatnya kualitas air meningkat sehingga menekan perkembangan bakteri patogen. Wajar jika tingkat kelulusan hidup di kolam Sujadi cukup tinggi, meski populasi melambung.

‘Memanipulasi lingkungan seperti itu salah satu cara meningkatkan pertumbuhan gurami,’ kata Sudarto. Menurut ahli Genetika alumnus University of Swansea Walles, Inggris, itu, mengutak-atik genetika gurami untuk mendongkrak pertumbuhan butuh biaya mahal dan lama. Jalan sederhana yang mungkin ditempuh peternak adalah oksigenisasi. Teknologi murah itu berefek domino dalam meningkatkan pertumbuhan gurami. (Sardi Duryatmo)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Produksi Ikan Nila Milik Pembudi daya di Sumatra Barat Meningkat dengan Sistem Bioflok

Trubus.id—Pembudi daya di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatra Barat,  Dwi Fandy mampu menuai 450 kg dari kolam berukuran 40 m2....
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img