Pemberian pupuk hayati meningkatkan produksi padi 300%.
Semula Fauzul Khakim hanya menuai 4 ton gabah kering giling per hektare. Namun, kini petani padi di Desa Rancasanggal, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, itu mampu memanen hingga 9—14 ton gabah kering giling per hektare. Hasil panen petani yang mengelola 20 hektare sawah itu meningkat rata-rata tiga kali lipat sejak 2014. Hasil panen membubung itu meningkatkan pendapatan Fauzul 3 kali lipat.
Menurut pria yang juga hobi fotografi itu, rahasia panen meningkat setelah menggunakan pupuk hayati P 2000 Z. Fauzul mengaplikasikan pupuk hayati pada saat pengolahan tanah. Ia melarutkan 1 liter pupuk hayati dalam 20 iter air, plus 1 kg gula, dan 1 kg Urea. Ia membiarkan campuran pupuk itu selama 48 jam. Petani sejak 2013 itu menambahkan 10 liter air bersih untuk setiap satu liter pupuk hayati yang telah diendapkan itu. Artinya dari 1 liter pupuk hayati akan menjadi 200 liter pupuk siap aplikasi—kebutuhan untuk 1 hektare sawah.
Setiap 10 hari
Kemudian pemberian berikutnya pada 10 hari sejak tanam hingga panen. Interval penyemprotan pupuk hayati itu 10 hari. JIka umur padi 100 hari, maka Fauzul 10 kali menyemprotkan pupuk hayati dalam satu periode budidaya. Konsentarsi pupuk, dosis, dan cara pemberian pupuk hayati sama dengan penyemprotan pada olah tanah. Pengalaman Fauzul, 1 liter pupuk hayati cukup untuk 1 hektare sawah. Setelah pemberian pupuk hayati tanah menjadi lebih subur, tanaman padi sehat, dan anakan kian banyak. “Gangguan hama penyakit relatif rendah,” katanya.
Menurut praktikus pertanian organik di Karawang, Jawa Barat, Paul Ter Weel, tanaman padi sehat tidak mudah terserang hama dan penyakit. Faedah lain adalah berkurangnya kebutuhan pupuk kimia hingga 50%. Sebelum menggunakan pupuk hayati kebutuhan NPK hingga 400 kg per hektare. Kini Fauzul hanya memberikan 200 kg per hektare. Penurunan penggunan pupuk itu tentu memangkas biaya produksi. Jika rata-rata harga NPK Rp8.300 per kilogram maka biaya produksi yang terpangkas Rp1,6 juta per hektare.
Petani di Kabupeten Demak, Jawa Tengah, Yanto pun merasakan faedah yang sama setelah menggunakan pupuk hayati. Semula petani yang mengelola 2 hektare sawah itu hanya mampu memanen 5—6 ton padi per hektare. Ia menggunakan pupuk hayati P 2000 Z dan panennya meningkat menjadi 10—13 ton per hektare. Adapun penggunaan pupuk kimia turun 30—50% . Semula ia menghabiskan 400 kg NPK per hektare menjadi 200 kg—300 kg per hektare.
Menurut praktikus sekaligus peneliti pupuk hayati, Prof. Dr. Ir. Ali Zum Mashar, Indonesia kaya mikrob. Ia menyeleksi beragam mikrob untuk memperoleh jenis unggul. Ali kemudian mengelompokkan beragam mikrob itu menjadi pupuk hayati. Sayang, ia menolak menyebutkan spesies mikrob dalam pupuk P 2000 Z. P dalam pupuk itu singkatan dari pupuk, Z singkatan Zum, dan 2000 merupakan tahun ditemukannya
Faedah pupuk hayati itu di antaranya menyuburkan tanah dan menyediakan makanan untuk tanaman agar pertumbuhannya optimal. Jika pertumbuhan tanaman optimal maka produktivitas pun melesat. Pupuk hayati kreasi Ali, P 2000 Z berasal dari rangkuman mikrob asli Indonesia. Pria 45 tahun itu mengatakan, pupuk hayati kreasinya tidak hanya untuk tanaman padi. Di kebun percontohannya di Serang, Provinsi Banten, komoditas lain misal jagung, kedelai, jambu, cabai, dan papaya pun tumbuh optimal.
Pria kelahiran Demak, Jawa Tengah, itu menambahkan pupuk hayati kreasinya juga sudah diuji multilokasi di seluruh Indonesia. Yang teranyar di Kecamatan Senggi, Kabupaten Kerom, Provinsi Papua. Teknologi kreasi Ali sudah diterapkan. Hasilnya padi bisa tumbuh berhasil di tanah Papua dengan potensi panen 8—9 ton padi per hektare.
Pestisida
Sementara di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, perusahaan perlindungan tanaman dan benih, Syngenta meluncurkan inovasi anyar herbisida. Menurut Country Head Syngenta Indonesia, Parveen Kathuria, gulma menurunkan produksi padi 30—40% hasil panen. Oleh karena itu, Syngenta mengeluarkan herbisida anyar Apiro 550.8 SC yang ampuh mengatasi berbagai jenis gulma tanaman padi, di antaranya gulma daun lebar, rumput-rumputan, dan teki-tekian.
Parveen mengatakan herbisida itu aman bagi tanaman utama yang dibudidayakan, pengguna, dan bagi lingkungan. Musababnya, efek residu pada tanah rendah. Pengaplikasiannya pun mudah bisa memakai semprot. Parveen menambahkan cukup sekali dalam sekali aplikasi per musim tanam. Menurut Parveen inovasi herbisida itu tidak membuang waktu petani dan lebih murah. Dalam sekali musim tanam petani yang menggunakan herbisida apiro hanya membutuhkan Rp610.000 per hektare.
Biaya itu terdiri dari 350 ml herbisida seharga Rp490.000 dan sewa 2 orang tenaga kerja penyemprot Rp120.000. Cara konvensional mencapai Rp1.470.000. Biaya itu terdiri dari 15 buah metil met sulfuron Rp150.000. Sewa 2 orang tenaga kerja penyemprot Rp120.000, dan sewa 20 orang tenaga rambet atau penyiangan Rp1.200.000. Menurut ASEAN Territory Head Syngenta, Alex Berskovskiy, Syngenta hadir di Indonesia tidak melulu bisnis. Tujuan lainnya menyejahterakan petani lewat inovasi pertanian.
“Investasi kami di Indonesia melalui peremajaan stasiun riset dan peluncuran teknologi perlindungan tanaman baru merupakan bukti konkret komitmen kami untuk pengembangan pertanian di Indonesia. Kami sangat bangga dapat berkontribusi bagi petani Indonesia dengan merilis apiro sehingga mereka dapat mencapai hasil yang lebih baik,” kata Berskovskiy. Penggunaan pupuk hayati dan herbisida beberapa upaya untuk meningkatkan produksi padi. (Muhamad Fajar Ramadhan)