Aneka penganan lantas diantar ke tetangga di kirikanan rumah. Bukan, mereka bukan sedang merayakan perkawinan anggota keluarga atau selamatan karena anak tersayang baru lulus sarjana. Para ibu sibuk lantaran pohon duku di halaman rumah masing-masing berbuah lebat.
Upacara selamatan untuk duku di sentra itu berlangsung turun-temurun. Acara yang mirip tingkepan alias tujuh bulanan buat ibu hamil itu wujud syukur karena pohon berbuah lebat. Biasanya itu dilakukan pada tanaman yang baru pertama kali berbuah dengan harapan hidup lama dan berbuah lebih banyak. Mereka percaya, bila pohon tak diselamati mogok berbuah.
Wajar saja bila penduduk di 3 desa sentra di Kecamatan Semanding, Tuban, itu begitu menghargai duku. Lansium domesticum dari pesisir utara Jawa Timur itu memang istimewa. Rasa buah khas manis segar mencapai 20—23o briks. Bandingkan dengan jenis lain yang manis saja.
Kulit tebal dan lemas berwarna menarik, kuning muda. Warna itu tetap bertahan di suhu kamar selama 5 hari. Lazimnya kulit duku cepat menjadi cokelat kehitaman. Duku prunggahan pun awet simpan, 7—10 hari setelah panen penampilannya tetap menarik dan layak konsumsi. Jumlah biji sempurna hanya 1 buah, malah kadang tidak muncul sehingga bagian yang dapat dikonsumsi mencapai 80%.
Paling enak duku berbobot 25—30 g per buah itu dinikmati 1 hari setelah petik. Ketika itu rasa kian manis, getah hilang, dan kulit semakin lemas sehingga mudah dikupas.
Warisan Ronggolawe
Tak ada data pasti kapan duku prunggahan—mulai ditanam di kota pelabuhan itu. Mengacu cerita para sesepuh, sejarah itu bermula dari masa pemerintahan bupati pertama Ronggolawe pada zaman Majapahit. Waktu itu ibukota Tuban kuno masih di Semanding.
Para keturunan Ronggolawe-lah yang pertama menanam duku. Itu terbukti dari umur pohon yang mencapai 100—200 tahun lebih. Lingkar batang tanaman rata-rata 1,5 m dengan akar besar muncul ke permukaan tanah. Tinggi tanaman mencapai lebih dari 20 m dan tajuk melebar hingga 6—8 m. Kehadiran ribuan pohon duku menjadikan 3 desa sentra berjarak 3 km dari alun-alun kota Tuban menjadi sejuk. Padahal, daerah pesisir lazimnya berhawa panas.
Meski “uzur” produktivitas tanaman tinggi. Rata-rata dituai 150—300 kg buah per pohon per panen yang umumnya jatuh pada Desember—Januari. Malah ada juga yang produktivitasnya mencapai 500 kg. Itu lantaran pemilik pohon rajin merawat. Pupuk kandang dan NPK secara rutin dibenamkan di sekeliling tajuk, terutama setelah panen. Pengairan dilakukan dengan cara mengeleb pohon dengan aliran sungai Bektiharjo yang tak pernah surut mengalir meski kemarau.
Ranting-ranting tua dan kering dipangkas agar tunas baru dan bunga muncul pada Juli—Agustus. Agar mulus, buah dibrongsong sabut kelapa 2—4 minggu sebelum dipanen. Hasilnya anggota famili Meliaceae itu bebas serangan tikus—salah satu musuh utama—dan berwarna menarik.
Berebut jatah
Duku prunggahan panen lebih awal ketimbang duku dari sentra lain. Karena lebih dulu muncul di pasar, wajar bila harga diterima pekebun cukup tinggi. Saat ini harga di tingkat pekebun mencapai Rp10.000—Rp12.000 per kg tergantung kualitas buah. Tiba di pasar swalayan nilai jual melonjak jadi Rp15.000 per kg.
Bila dijual dengan sistem tebasan harga per pohon mencapai Rp1-juta—Rp1,5-juta. Oleh karena itu, bagi penduduk desa sentra, duku menjadi tambahan penghasilan menguntungkan. Sebut saja Sunggit. Lelaki paruh baya itu menikmati masa pensiun dengan tenang. Setiap musim panen tiba Rp12-juta masuk ke kantongnya, hasil menebas 8 pohon duku yang dimiliki.
Meski harga tinggi, pekebun tak pernah kesulitan menjual buah. Malah setiap musim panen para pedagang dari dalam dan luar kota berebut datanglangsung ke pohon. Maklum kualitas buah dijamin manis dan segar karena dipanen matang optimal.
Dari sentra, duku dikirim ke seluruh Tuban bahkan hingga Solo. Lokasi Kecamatan Semanding yang berada di dekat tempat wisata pemandian Bektiharjo, Gua Akbar, dan wisata rohani Sunan Bonang menguntungkan. Para pedagang leluasa menjajakan duku prunggahan kepada para wisatawan. Buat para pembeli hati-hati, beberapa oknum pedagang kerap memalsukan duku dari sentra lain sebagai duku prunggahan.
Varietas unggul
Melihat potensi kerabat langsat itu, pemerintah setempat lantas mencanangkan program pengembangan duku prunggahan. Pada Maret 2004 bibit-bibit hasil perbanyakan sambung pucuk dengan batang bawah kokosan dibagi-bagikan kepada penduduk di Kecamatan Semanding. Nantinya penangkar setempat diharapkan dapat memproduksi bibit sendiri. Teknologi berasal dari Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Tuban bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.
Entres antara lain diambil dari pohon milik Slamet Wahyudi, Kepala Dusun Prunggahan Wetan, yang ditunjuk sebagai pohon induk tunggal. Sayang, bibit masih sulit keluar dari Tuban. Ada anggapan yang hingga kini dipercaya, bila seseorang menanam duku di luar sentra dan duku berbuah, orang yang menanam akan mati. Sejatinya masyarakat setempat khawatir duku prunggahan mendapat pesaing biladikembangkan di daerah lain.
Namun, itu tak menghalangi langkah pemerintah daerah mengusulkan duku prunggahan sebagai varietas unggul nasional. Agar masyarakat luas lebih mengenal, ia kerap diperkenalkan di berbagai ajang promosi. Misal pada Tropical Fruit Festival di Bali pada penghujung tahun silam. Dengan begitu diharapkan warisan berharga di kota Sunan Bonang itu berumur panjang. (IrBaswarsiati, MS, hortikulturis pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur)