Itulah mungkin ungkapan yang tepat. Penghujung tahun lalu, VCO (Virgin Coconut Oil) masih dipertanyakan orang. Ketika ada yang mencoba dan khasiatnya tokcer, peneliti pun tergelitik. Lembaga penelitian di perguruan tinggi maupun lembaga pemerintah, gencar menyingkap rahasia di balik VCO. Pebisnis pun tak mau kalah. Mereka ramai mencuri start. Alhasil, dalam kurun waktu 10 bulan, tercatat 200 lebih perusahaan menjajakan si perawan.
Ibarat medan perang, para pengusaha bertarung mengusung merek masing-masing. Berbagai teknologi ditawarkan demi menghasilkan minyak perawan bermutu. Sebut saja teknik pancingan, fermentasi, sentrifugal, enzyme reactor computerized, dan penambahan enzim. Menurut Andi Nur Alam Syah STP MT, periset Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, proses pengolahan VCO layak diketahui calon konsumen. Sebab, teknologi juga mempengaruhi mutu VCO.
Bagi perusahaan bermodal besar, mereka tak segan menggandeng lembaga penelitian. Mereka diminta menguji produk agar mutunya prima. Tak jarang beberapa produsen mencantumkan lembaga penelitian sebagai jaminan bahwa produknya bermutu.
Dari berbagai penelitian terhadap VCO, asam laurat didaulat berperan penting. Berpedoman pada hasil tersebut, para produsen berlomba menghasilkan produk berkadar asam laurat tinggi. Di pasar VCO beredar dengan kadar asam laurat yang bervariasi antara 44— 55%.
Tak hanya itu, balutan baju sang perawan pun beragam. Menurut Dr Muhammad Ahkam Subroto, peneliti Puslitbang Bioteknologi LIPI, penampilan VCO patut diperhatikan calon konsumen. Tak heran bila di pasar VCO tampil dengan balutan aneka bahan. Ada yang dikemas dalam botol kaca atau plastik. Bahkan ada yang lebih canggih lagi: botol kaca itu masih ditutup styrofoam yang kedap bau.
Warna botol pun banyak ragamnya. Warna kemasan putih bening mendominasi pasar, meski VCO berisiko terdegradasi jika terkena deraan mentari. Ada juga beberapa produsen yang memilih kemasan putih susu dan cokelat. Botol berwarna gelap melindungi VCO dari sinar matahari. Sayangnya, konsumen tidak bisa melihat kejernihannya.
Di pasaran, VCO beredar dengan izin edar yang beragam. Izin edar tercantum pada label kemasan dengan kode seperti BPOM MD, BPOM TR, Depkes RI P-IRT, atau Depkes RI SP, yang dilanjutkan nomor registrasi. Kode BPOM MD menandakan VCO itu terdaft ar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai produk makanan lokal. Kode BPOM TR berarti VCO tersebut telah diakui sebagai obat tradisional.
Kode Depkes RI P-IRT artinya VCO terdaft ar di dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai produk pangan hasil industri rumah tangga. Sedangkan kode Depkes RI SP berarti produsen VCO tersebut baru mendapatkan sertifi kat penyuluhan, tapi belum mendapatkan izin edar resmi. Meski demikian, menurut Erma, staf Seksi Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Jakarta Timur, produk tersebut sudah bisa beredar di masyarakat.
Informasi lengkap tentang VCO dari produsen, sangat membantu konsumen dalam menentukan pilihan yang tepat. Untuk itu, jangan segan bertanya pada produsen agar betul-betul yakin tentang produk yang dipilih. Inilah VCO-VCO yang beredar di pasar. (Imam Wiguna)