Trubus.id—Vivarium dapat dimaknai sebagai sebuah ekosistem buatan eks situ atau di luar habitat alamiah, yang bisa diturunkan menjadi jenis-jenis ekosistem spesifik seperti paludarium (ekosistem rawa), riparium (ekosistem sungai), dan akuarium (ekosistem dalam air).
Menurut Zico Ekel, pencinta kodok dan katak di Jakarta ada juga yang menyimpulkan sebuah terarium—memelihara tanaman di sebuah wadah kaca—yang ditambahkan hewan dapat disebut vivarium.
Zico menuturkan hobiis tertarik dengan terarium “berhewan.” Selain untuk melengkapi kekosongan terarium yang tidak memiliki elemen yang bergerak, juga karena alasan fungsional.
Oleh karena itu, kini makin berkembang tren vivarium. Jangan heran dengan pilihan hewan yang saat ini paling banyak diminati. Kutu-kutuan yang berkerabat dekat dengan udang-udangan yang disebut isopoda menarik perhatian para pehobi terarium.
Isopoda merupakan serangga pengurai pertama yang memakan dedaunan yang berguguran, serta dapat memakan jamur-jamur patogen.
Terarium yang kian digemari yaitu terarium untuk tanaman-tanaman hutan. Seperti habitat alaminya, tanaman yang asalnya termasuk jenis tanaman hutan membutuhkan kelembapan tinggi, tidak boleh basah atau becek.
Terarium yang kemudian mengalami peningkatan menjadi terarium bioaktif atau vivarium. Terarium bioaktif menjadi lebih minim perawatan dan lebih sehat. Koloni isopoda biasanya dimasukkan bersamaan dengan isopoda yang lebih kecil lagi, disebut springtail atau dari kelompok subkelas Collembola.
Springtail berfungsi sebagai pengurai tingkat dua yang memakan kotoran isopoda lebih besar seperti jenis blue powder sehingga bisa menjadi pupuk bagi tanaman. Bahkan, tren memelihara isopoda dan springtail yang bisa hidup berdampingan tanpa saling memangsa itu berkembang ke isopoda dan springtail hias.