Trubus.id — Penyakit bakteri pembuluh kayu cengkih (BPKC) salah satu momok bagi pekebun cengkih. Anda yang tertarik menanam cengkih karena tergiur harga tinggi sebaiknya waspada. Sebab, penyakit itu sulit diatasi. Terutama karena sifat patogen dapat terbawa bibit.
Kerugian yang ditimbulkan dari penyakit itu bisa lebih parah daripada cacar daun cengkih yang disebabkan oleh cendawan Phyllosticta syzygii. Sembilan puluh persen tanaman di areal kebun bisa mati total dalam 1–3 tahun.
Biasanya, dalam suatu kebun pohon dewasa akan diserang lebih dulu. Namun, kematiannya berlangsung lebih lama dibanding pohon muda. Penyakit BPKC disebabkan oleh serangan bakteri Pseudomonas syzygii.
Bakteri ini juga disebut xylem-limited bacterium (XLB) karena khusus menyerang jaringan pembuluh kayu (xylem). Bakteri ini sulit dibedakan dari Pseudomonas solanacearum yang sering menyerang akar cengkih.
Gejala khas adalah gugur daun secara mendadak dan matinya ranting di cabang dekat pucuk atau di pucuk. Selanjutnya, diikuti daun di ranting lain sampai seluruh daun gugur. Daun gugur dapat berganti dengan munculnya daun baru dan kuncup bunga pada sebagian daun, tetapi jumlahnya berkurang.
Pertanda ranting dan akar pohon terserang, jika dipotong memanjang, terlihat garis kelabu kecokelatan. Bila dipotong melintang dan dibiarkan di tempat lembap, akan keluar cairan berwarna putih susu.
Penyakit BPKC telah menyebar ke beberapa daerah di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Terutama jika lokasi kebun dekat hutan. Sumber serangan pertama biasanya cengkih yang tumbuh dekat hutan.
Selanjutnya, penyakit menyebar ke dalam kebun dengan pola tidak teratur. Terpencar-pencar secara acak dan mengikuti arah angin. Ini karena penyebarannya dibantu serangga vektor.
Ada dua jenis serangga vektor utama penyakit, yaitu Hindola vulva di Sumatra dan Kalimantan Selatan, dan H. striata di Jawa. Nimfa serangga itu mengisap cairan di bagian tanaman yang masih muda, antara lain tulang dan tangkai daun, serta ranting muda.
Kerusakan akibat pengisapan tidak berarti. Namun, apabila serangga dewasa mengisap tanaman sakit, bakteri terbawa dalam mulutnya dan menular ke tanaman sehat saat ia mampir dan mengisapnya.
Selain di daerah sebaran BPKC, Hindola sp. juga telah ditemukan di tempat bebas BPKC. Di antaranya di Sungai Raya dan Pemangkat (Kalimantan Barat), serta Minahasa (Sulawesi Utara).
Penanganan
Satu-satunya cara menekan serangan penyakit itu dengan menebang pohon terserang berat. Tujuannya, mengurangi sumber inokulum. Selanjutnya, cabang, ranting, dan bagian tanaman lain hasil pangkasan segera dibakar atau disingkirkan dari kebun.
Alat-alat yang dipakai untuk penebangan pohon sakit sebaiknya langsung disterilkan sebelum digunakan untuk pohon sehat. Sebab, sel-sel BPKC dapat tertular dari pohon sakit ke pohon sehat melalui alat-alat pertanian.
Kebun terserang pun tidak dianjurkan ditanami cengkih lagi. Walaupun tidak menyelamatkan, pemberian pupuk K dosis tinggi pada pohon yang mulai mengidap dapat membantu memperlambat kematian. Dengan cara itu, pohon masih mungkin berproduksi selama beberapa tahun.
Pada pohon yang baru terinfeksi dilakukan tindakan infus antibiotik oksitetrasiklin (OTC) dengan dosis 6 gram/100 ml air. Infus dilakukan dengan memasukkan jarum infus berdiameter 1 mm pada lubang di pangkal batang atau melalui akar.
Frekuensinya setiap 3–4 bulan sekali. Dengan perlakuan itu, pohon mampu berproduksi 1–2 kali. Penyebaran ke daerah bebas penyakit dapat terjadi saat bibit tanaman dibawa. Oleh karena itu, pengawasan masuknya bibit dari daerah lain mutlak dilakukan.
Untuk penanaman di Kalimantan Barat misalnya, sebaiknya bibit diambil dari wilayah itu. Jangan didatangkan dari Jawa atau Sumatra, walaupun benih diambil dari pohon sehat. Penanaman pun dianjurkan dilakukan pada jarak 2–5 km dari hutan.
Penanaman baru di daerah sebaran penyakit sebaiknya mengambil lokasi yang tidak berdekatan dengan kebun terserang. Untuk mengurangi tingkat kerugian serangan BPKC, sebaiknya di antara cengkih ditanam tanaman sela bernilai ekonomi. Misalnya jagung, padi, dan sayuran.