Akibat serangga kumbang, praktis 20.000 baglog di kumbung 10 m x 14 m x 3 m gagal berproduksi. Semua luluh lantak. Awalnya hanya beberapa baglog yang terserang. “Saya tidak tahu kalau itu hama. Makanya saya biarkan saja,” kata Imam. Ketidaktahuan tentang jenis hama yang menyerang berakibat fatal. Dengan langkah gontai, ia mengamati satu per satu baglog yang terserang hama di atas rak bambu bertingkat. Ia hanya pasrah menatap larva putih berbentuk silindris itu menyantap satu per satu Pleurotus astreatus miliknya.
Hal serupa juga dialami Mamat Rahmat di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Sejak 3 tahun silam produksi jamur per baglog di belasan kumbungnya turun drastis. “Dulu hasil panen mencapai 0,7—1 kg per baglog. Sekarang jamur dipetik rata-rata 0,3 kg/baglog saja,” kata Mamat. Artinya ayah 3 putra itu hanya memanen 9 ton per 4 bulan dari 1 kumbung berkapasitas 30.000 baglog. Padahal, awalnya ia bisa menuai hingga 20 ton per musim. Tak pelak, usaha jamur tiram yang dikelola bersama istri, Suryani, itu rugi jutaan rupiah per musim.
Awalnya serangan larva Bradysia ocellaris, Libnotes immaculipennis, dan Megaselia tamilnaduensis dianggap tak berbahaya. “Saya tidak tahu kalau itu hama. Kini hampir semua jamur milik pekebun di sini terserang,” tutur ketua kelompok Citra Jamur Lestari itu. Menurut kelahiran Bandung 38 tahun silam itu kerugian paling parah saat baglog terserang larva Megaselia tamilnaduensis. Seminggu setelah baglog dibuka, larva mirip belatung itu melahap sedikit demi sedikit hingga miselium habis.
Meluas
Imam dan Mamat Rahmat hanya beberapa pekebun yang gagal panen gara-gara serangan hama. Di sentra lain, puluhan pekebun bernasib sama. Serangan hama baru ini meluas di beberapa sentra. Di Kabupaten Bogor seperti Ciampea, Darmaga, dan Ciapus telah terserang sejak 4 tahun silam. Sentra jamur tiram di Jawa Barat lain seperti Sukabumi, Cianjur, hingga Kabupaten Bandung menunjukkan gejala serupa.
Selain kumbang Cyllodes bifacies, di kumbung-kumbung jamur juga ditemukan 5 hama baru lain. Mereka tak kalah ganas mengganyang miselia hingga tubuh jamur. Mereka antara lain Bradysia ocellaris, Coboldia fusipes, dan Libnotes immaculipennis (baca: Para Serangga Penghancur Jamur, halaman 84-85).
Pada umumnya hama menyerang Pleurotus ostreatus sejak cincin baglog dibuka, pemetikan, dan penanganan pascapanen. Kerusakan pada media tanam dan tubuh jamur disebabkan oleh larva dan imago atau serangga dewasa. Bahkan untuk jenis hama tertentu, perpindahan dari satu baglog ke baglog lain dapat terjadi setiap saat.
Itulah yang dialami Eni Rahmayanti, pekebun jamur tiram di Bantarjati, Bogor. Ia rugi ratusan ribu rupiah akibat panen tidak maksimal. Dari kumbung berkapasitas 20.000 baglog, biasanya Maya—demikian sapaannya—memanen minimal 50 kg/4 bulan. Lantaran hama menyerang, “Panen menyusut hingga 50%,” katanya. Menurut kelahiran Bogor 22 tahun silam itu serangan hama berakibat tubuh buah keropos. Tak ayal, pelanggan di Pasar Bogor dan Pasar Induk Kemang, Bogor menolak jamur dari kumbungnya. “Mereka komplain karena jamur dipenuhi ulat,” tambahnya.
Sanitasi lingkungan
Menurut Ir Rostaman, MSi, peneliti hama jamur baru, awalnya serangga-serangga itu berkembang biak di sekitar kumbung. Kondisi lingkungan yang lembap dan banyak mengandung bahan organik seperti serasah, lapukan kayu, dan tumpukan sampah bekas media menjadi sarang yang empuk. Lantaran aroma yang menguar dari media jamur (kairomon), menyebabkan hama terbang ke dalam kumbung. “Penyebab utamanya adalah lingkungan kumbung dan sekitarnya yang tidak bersih,” kata dosen Politeknik Pertanian di sebuah universitas di Kupang, NTT, itu.
Dr Ir Nani Maryana, dosen jurusan Hama dan Penyakit Tanaman (HPT), Institut Pertanian Bogor berpendapat sama. Serangan hama kumbang dan hama lain di Bogor disebabkan kebersihan kumbung dilalaikan oleh para pekebun. “Pengelolaan bekas limbah seperti serbuk gergaji dan baglog yang tak terpakai diabaikan,” kata ibu 4 anak itu. Menurutnya sanitasi lingkungan yang tidak dikontrol memicu pertumbuhan dan perkembangan hama sangat cepat.
Di sentra sayuran, penyemprotan pestisida berdosis tinggi menyebabkan hama mencari daerah baru nirpestisida. “Jamur kan tidak disemprot dengan pestisida, sehingga mereka mencari makan ke kumbung jamur di sekitar lahan sayuran,” tutur H Unus Suriawiria, dosen emeritus bidang Mikrobiologi dan Bioteknologi, Institut Teknologi Bandung. Menurut lulusan University of New South Wales, Australia, itu kadar air dan kelembapan yang terlalu tinggi juga memicu hama tumbuh cepat seiring dengan tumbuhnya jamur.
Selain menjaga sanitasi lingkungan kumbung, Unus menyarankan agar kelembapan kumbung dipertahankan 75—85%. Bila kelembapan mencapai 100%, hama dengan mudah berkembang biak. Secara biologis, pengendalian hama bisa dilakukan dengan menggunakan nematoda entomopatogenik seperti—Steinernema sp dan Heterorhabditris sp yang terbukti efektif membunuh larva serangga 40—70%.
Cara pekebun mengatasi serangan hama memang berbeda-beda. Sisa potongan jamur hasil sortiran dibuang atau dibakar agar tidak mengundang hama. Lantaran jamur tidak boleh disemprot dengan pestisida, Maya menggunakan campuran larutan air kapur pertanian dan air beras pada saat penyiraman. Air beras mengandung vitamin B sedangkan air kapur pertanian mampu mengontrol pH agar tidak asam. “Pada kondisi basa hama tidak berkembang,” tutur Unus. Untuk mengusir hama, pekebun juga menggunakan perangkap kertas warna kuning.
Serangan hama memang telah menyebar di mana-mana. Bila tak ditanggulangi secara saksama, bukan hal mustahil bila kumbung-kumbung lain akan seperti kumbung milik Imam, jamur yang ditanam hama yang dituai. Apalagi hama-hama itu tak melulu mengincar tiram, tapi jamur lain juga potensial untuk diserang. (Rahmansyah Dermawan)
Supaya Keganasan Itu Tak Terulang
Merebaknya hama baru di berbagai sentra jamur tiram di Jawa Barat, mungkin bakal meluas ke sentra lain di Indonesia. Sebab, hama berkembang biak amat cepat lantaran sanitasi lingkungan sekitar kumbung buruk. Sisa potongan jamur yang mengandung telur dan larva harus dibuang atau dibakar agar tidak menyebar ke mana-mana. Begitu pun dengan limbah bahan media sebaiknya musnahkan atau disemprot insektisida.
Pemakaian kumbung yang memenuhi syarat, mampu mencegah serangan hama. Rangka kumbung dianjurkan terbuat dari besi agar tahan lama dan tidak dihinggapi serangga. “Bambu bisa menyebabkan baglog sobek di bagian dasar bila bergesekan. Bila melapuk, hama bisa berkembang biak di sana,” kata Ir Rostaman, MSi, peneliti jamur yang juga dosen Politeknik Pertanian Kupang.
Penggunaan bilik bambu dan plastik sebagai dinding kumbung berpotensi mengundang hama masuk melalui lubang dan celah bilik. Pilih kasa berukuran, 0,6 mess, untuk mencegah hadirnya hama. Untuk menjadikan kumbung kedap serangga, pintu masuk diusahakan selalu tertutup.
Di dalam kumbung, penerangan harus memadai. Pemasangan lampu flouresens 1—2 buah yang dilengkapi air deterjen di bawahnya mencegah hama menyerang baglog. “Sinar matahari dalam kumbung tidak boleh terlalu terang,” kata H. Unus Suriawiria. Itu dimaksudkan agar kelembapan dalam kumbung tetap 75—80%. Kelembapan terlalu tinggi menyebabkan hama tumbuh pesat.
Upayakan dasar kumbung bebas media yang berceceran agar hama tak bersarang. Penyemprotan pestisida pada kumbung setelah masa panen dapat dilakukan untuk mencegah hama berkembang biak pada masa tanam berikutnya. Memang, untuk menjamin jamur tetap sehat dan berproduksi maksimal segala upaya harus diusahakan. (Rahmansyah Dermawan)