Oleh ibu rumah tangga, daun pepaya berguna sebagai pengempuk daging. Hanya dengan membungkus beberapa saat, daging pun empuk. Papain memecah protein dan memotong ikatan peptida menjadi senyawa yang lebih sederhana. Peran sebagai pemecah protein itulah yang diterapkan Dr Muhammad Romli dari Institut Pertanian Bogor untuk memproduksi VCO. Papain dalam daun pepaya ternyata mampu memecah protein santan kelapa sehingga menghasilkan VCO.
Santan merupakan emulsi terdiri atas butiran minyak berlapis air di bagian luar. Mestinya air dan minyak memang tak dapat menyatu. Namun, lantaran terdapat emulsifier alias ‘pengikat’ berupa protein sehingga keduanya bisa menyatu. Oleh karena itu untuk memperoleh minyak murni dari santan kelapa, sistem emulsi harus dirusak. Tujuannya supaya minyak terpisah dari air. Cara perusakan itu memang beragam seperti pemanasan, pancingan, sentrifugasi, dan enzimatis.
Penggunaan panas untuk memecah protein menyebabkan protein menggumpal di dinding sel santan. Akibatnya tidak ada lagi pelindung emulsifier dalam sistem emulsi santan. Makanya minyak mudah terpisah dengan air lantaran tak ada lagi ikatan. Sayangnya, pemanasan bersuhu tinggi merusak kandungan senyawa aktif VCO seperti asam laurat dan vitamin E. ‘Jika menggunakan pemanasan, sedapat mungkin suhu di bawah 60-70oC,’ kata Muhammad Romli yang meneliti VCO sejak 1980.
Sementara itu sistem pancingan-menambahkan VCO pada santan atau minyak umpan-menyebabkan molekul minyak ditarik oleh minyak umpan hingga menyatu. Singkat kata, minyak menarik temannya sesama minyak. Itu terjadi setelah campuran antara santan dan minyak umpan diaduk rata dan didiamkan selama 7-12 jam.
Papain
Produksi VCO dengan bantuan daun pepaya atau papain-dikenal sebagai enzimatis-justru menghindari pemanasan berlebih. Sebab, tanpa pemanasan pun ‘pengikat’ antara minyak dan air telah rusak. Enzim papain mendegradasi komponen protein dan memecah dinding sel santan sehingga minyak terpisah dari air. Papain yang merusak protein itu tidak hanya terdapat di bagian daun, tetapi juga di batang dan buah pepaya.
Kadar papain yang diperoleh dari berbagai bagian pepaya itu berbeda-beda. Menurut Sabari Sosrodiharjo, peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Departemen Pertanian, buah yang masih hijau paling banyak mengandung papain. Papain diperoleh melalui penyadapan buah berumur minimal 3 bulan sejak muncul bunga.
Getah yang berasal dari buah pepaya berwarna putih bersih, tidak tercampur bahan lain. Sedangkan getah dari batang dan daun biasanya tercampur dengan klorofil dan serat. Selain itu, papain yang dihasilkan dari bagian buah memiliki aktivitas proteolitik-kekuatan memecah protein-lebih tinggi daripada papain yang dihasilkan dari daun.
Penambahan papain mempercepat proses perusakan sistem emulsi santan. Bila teknologi enzimatis itu dikombinasikan dengan teknik sentrifugasi, proses pembuatan VCO lebih cepat. Itulah yang diterapkan oleh Hidayatul Husna dari Departemen Teknologi Industri Institut Pertanian Bogor. Ia memarut daging kelapa tanpa testa-kulit daging buah kelapa berwarna kecokelatan. Ia memeras santan setelah menammbahkan air bersuhu 70oC dengan perbandingan 1 : 1.
Santan hasil perasan itu dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dibiarkan selama 3 jam. Gaya gravitasi membuat santan terbagi dalam 3 lapisan, krim (calon minyak), skim, dan endapan. Krim yang terbentuk pada lapisan teratas dipisahkan dari 2 lapisan lain. Kemudian ditambahkan ektrak papain asal perasan daun pepaya. Daun pepaya dirajang, ditambah air dengan perbandingan daun dan air sekitar 1 : 15.
Campuran itu diblender, diperas, dan disaring. Ekstrak perasan daun pepaya itu kemudian dicampurkan pada krim sebanyak 30% dari total bobot krim dan aduk merata. Saat ini di pasaran terdapat banyak bubuk papain sehingga produsen VCO tak perlu mengekstrak papain asal daun pepaya. Hanya saja perlu coba-coba untuk menentukan persentase optimal penambahan bubuk papain itu.
Rendemen tinggi
Langkah berikutnya, campuran krim dan papain itu dibiarkan selama 24 jam. Hasilnya terdapat 2 lapisan: minyak yang masih mengandung galendo di lapisan atas dan air di lapisan bawah. Setelah air dibuang, ambil lapisan minyak untuk proses sentrifugasi. Putar minyak dengan kecepatan 3.000 putaran per menit selama 5 menit. Minyak hasil sentrifugasi disaring untuk membuang protein tersisa. Dengan pemanasan selama 5-10 menit, VCO siap konsumsi. Dari proses itu, diperoleh rendemen rata-rata 23,35%.
Bandingkan dengan hasil proses yang sama tanpa papain, rendemennya cuma 15,36%. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu memasukkan campuran santan dan papain 15 gram ke dalam botol plastik dan membalik posisi setelah menutup mulut botol. Tiga jam berselang air dan minyak terpisah. Dengan membuka tutup botol, air di bagian bawah mengalir perlahan. Setelah pemanasan kemudian menyaring VCO. Cara itu hasilkan rendemen sebesar 18%.
Perbedaan rendemen akibat kemampuan aktivitas enzim yang dipengaruhi oleh tingkat kemurnian. Kemurnian papain dibedakan menjadi crude (kasar) dan pure (murni). ‘Aktivitas enzim murni lebih tinggi daripada yang kasar,’ tutur Romli. Penggunaan papain kasar untuk pembuatan VCO cukup efisien. ‘Yang penting, sistem emulsi rusak,’ ujar doktor Teknik Kimia alumnus University of Queensland itu. Penggunaan papain untuk membuat VCO masih terbatas. Namun, cara itu dapat menjadi alternatif bagi produsen VCO skala industri kecil maupun besar. (Kiki Rizkika)