Trubus.id—Keong darat berpotensi sebagai sumber daya untuk produk kosmetik. Menangkap peluang itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah meriset bioprospeksi—kegiatan pencarian sumber daya hayati baik hewan, tumbuhan, atau mikroorganisme untuk komersial.
Peneliti di Pusat Riset Zoologi BRIN, Pamungkas Rizki Ferdian menuturkan bahwa kegiatan bioprospeksi itu untuk mendukung perekonomian masyarakat di sektor kosmetika. Harap mafhum produk berbasis bahan alami mengalami peningkatan permintaan global.
Ia menuturkan produk-produk kosmetik berbahan dasar lendir keong darat itu misalnya serum, pelembap, dan masker wajah. Lendir keong darat yang sudah dikomersialisasikan diklaim mengandung berbagai senyawa aktif, seperti allantoin, asam glikolat, dan antibakteri alami.
Melansir pada laman BRIN beberapa negara seperti Korea Selatan sudah memproduksi produk kosmetik berbahan dasar lendir keong darat itu. Sementara menurut Pamungkas, penelitian keong darat di Indonesia masih terbatas.
“Padahal, negara ini memiliki kekayaan biodiversitas luar biasa, termasuk keong darat yang berpotensi menjadi komoditas bernilai tinggi,” ujarnya.
Ia menjelaskan jenis keong darat di Indonesia itu seperti yang terdapat di Pegunungan Menoreh, Yogyakarta, yang menunjukkan potensi untuk pengembangan lebih lanjut Misalnya Hemiplecta humphreysiana dan Amphydromus palaceus.
Lebih lanjut Pamungkas menuturkan bahwa proses bioprospeksi memiliki beberapa fase misalnya pengumpulan sampel di lokasi, perbanyakan organisme serta isolasi, dan karakterisasi senyawa spesifik, skrining untuk tujuan khusus, dan pengembangan produk dan komersialisasi.
Ia menyebut sasaran bioporspeksi itu meliputi sumber daya genetik senyawa bahan alam, dan struktur serta desain dari alam. Pamungkas menyebut lendir H. humphreysiana teridentifikasi mengandung 32 senyawa dari dua jenis pelarut (methanol dan dichloromethane), sebanyak 19 senyawa terduga, dan 13 senyawa terkonfirmasi,
Namun, ia menegaskan bahwa eksploitasi sumber daya alam tanpa konsep berkelanjutan dapat mengakibatkan kepunahan spesies dan kerusakan ekosistem. Maka mesti mengembangkan teknologi yang memungkinkan pembiakan dan produksi senyawa aktif dari keong darat, tanpa merusak populasi di alam liar.
Lebih lanjut ia menuturkan memperbanyak keong darat melalui budi daya ex situ di laboratorium atau tempat pembiakan khusus merupakan salah satu strategi. Artinya produksi lendir keong secara berkelanjutan dan tanpa merusak habitat.
Pamungkas mensyaratkan supaya riset bioprospeksi itu juga diiringi penelitian budi daya yang meliputi kajian pakan dan reproduksi.
“Sehingga, pemanfaatannya di masa mendatang dapat meminimalkan pengambilan dari alam dan risiko kepunahan spesies menjadi rendah,” ujarnya.
Maka dari itu, Pamungkas dan tim melakukan riset biosprospeksi lendor keong darat melalui pendekatan berkelanjutan. Ia menyebut perlu kajian ekologi, perilaku makan, dan reproduksi; studi metabolomik, genomik, dan transkriptomik; pengujian bioaktivitas sebagai sediaan kosmesetikal; dan pengembangan berbagai produk turunannya.
Menurut Pamungkas prinsip berkelanjutan sangat penting untuk meminimalkan pengambilan sumber daya hayati dari alam. Menurutnya perlu penelitian lebih lanjut secara in vitro maupun in vivo untuk membuktikan daya inhibisi senyawa bioaktif lendir H. humphreysiana terhadap enzim tyrosinase dan elastase.
“Sehingga perannya sebagai agen pencerah kulit dan antikerut dapat terungkap,” ujarnya.
Ia berharap kolaborasi antara lembaga riset, universitas, dan industri dapat mengembangkan produk-produk berbasis keong darat itu yang kompetitif di pasar global. Pamungkas menekankan kolaborasi lintas disiplin ilmu.