Trubus.id — Permintaan buah naga kuning cukup tinggi. Dedi Sumardi, S.P., petani di Desa Purwadadi Barat, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, mendapat permintaan 500 kg buah naga per pekan.
Sayangnya, Dedi baru mampu memasok 200–300 kg buah naga per 2 pekan. Buah itu berasal dari kebun sendiri dan sebagian para petani mitra. Harga jual di tingkat petani Rp100.000–Rp110.000 per kg.
Angka itu fantastis, lantaran Dedi membudidayakan buah naga kuning isis. Buah naga kuning (Selenicereus megalanthus) itu tergolong baru di Indonesia. Bentuknya mirip seperti buah naga merah berdaging putih (Hylocereus undatus) yang bersurai.
Perbedaannya hanya pada permukaan kulit yang kuning cerah. Jadi, bukan buah naga kuning yang lonjong dan berduri. Dedi memperoleh omzet Rp30 juta per bulan dari penjualan buah naga. Biaya produksi pun cukup rendah sekitar Rp6 juta–Rp7 juta per hektare.
Pasokan berkesinambungan karena Dedi menanam buah naga di lahan 2 hektare. Populasi total di lahan 2 hektare mencapai 8.000 tanaman yang tumbuh di 2.000 tiang. Sebuah tiang kayu randu setinggi 130 cm dirambati 4 tanaman.
Dari jumlah itu terdapat 1.200 tanaman produktif berumur 2 tahun. Sisanya, baru berumur 7–8 bulan. Hal ini karena penanaman di kebun itu dilakukan secara bertahap. Setiap dua pekan sekali, Dedi memanen 70–150 kg buah naga. Satu tanaman menghasilkan sekitar 5–10 kg.
Pasokan lain berasal dari para petani mitra. Buah eksklusif itu untuk memasok tiga pasar swalayan di Jakarta. Pasar menghendaki buah naga berbobot 300 gram, kulit mulus, tingkat kemanisan 16°briks, dan tekstur buah seperti jeli.
Dedi memanen buah naga kuning 55 hari sejak tanaman berbunga. Magori alias buah perdana ketika tanaman berumur 12 bulan setelah tanam. Buah naga kuning yang kini berumur 2 tahun itu berbuah sepanjang tahun dengan volume produksi 5–10 kg per tanaman.
Lazimnya, buah naga berbuah pada November–April. Panen pun hanya sekitar 3–4 kg per tanaman. Dedi meningkatkan produksi buah naga dengan menggunakan lampu untuk memperpanjang penyinaran.
