Thursday, October 2, 2025

Sukses dan Happy Bisnis Jambu Kristal

Rekomendasi
- Advertisement -

Jambu kristal disukai karena berbiji sedikit, renyah, dan manisBerkebun jambu kristal menjanjikan keuntungan tinggi. Pasar pun masih terbentang.

Ada satu hal yang membuat Dr Alwi Abdurrahman Shihab, Antawijaya, Muhammad Nur Ali, dan Riyana Wahyu Puji Lestari sama-sama gembira: mengebunkan dan memanen jambu kristal untuk memenuhi permintaan pasar yang terbentang.

Mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada Kabinet Indonesia Bersatu, Dr Alwi Abdurrahman Shihab, menanam 1.500 pohon jambu kristal di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Alwi menanam sejak 2011 setelah mendapat informasi dari seorang kolega sang istri yang bekerja di Misi Teknik Taiwan. Organisasi yang berkantor di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu pelopor penanaman jambu kristal.

Mantan Menteri Luar Negeri di era Presiden Abdurrahman Wahid itu merawat tanaman secara intensif. Ia mengatur waktu panen raya pada Oktober—Februari ; pekebun lain pada Maret—Agustus. Alwi tidak perlu susah payah menjual karena ada pengepul yang menampung hasil panen. Dengan harga jual terendah Rp5.000 per kg untuk grade paling jelek—harga mencapai Rp15.000 per kg untuk kualitas A—Alwi masih mengantongi laba. Biaya produksi hanya Rp3.000—Rp4.000 per kg.

Bagi Alwi hasil perniagaan jambu kristal itu sangat menggembirakan. “Keuntungan dari kebun ini untuk membiayai yayasan sosial sebagai bekal amal saya kelak di akhirat,” kata pria kelahiran Polewalimandar, Sulawesi Barat, itu.

 

Kebun jambu kristal milik Misi Teknik Taiwan, yang pertama kali mempekenalkan jambu kristal di Indonesia.Janji laba

Hasil menggembirakan juga dirasakan Antawijaya. Pria 42 tahun itu mengelola 600 tanaman jambu kristal berumur 2 tahun di lahan 6.000 m2 milik pamannya di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Dari jumlah populasi itu ia menuai 1,9 ton jambu kristal sekali panen saat musim panen raya. Dalam setahun ia mengalami 3 kali panen raya. Jadi, total hasil panen 5,7 ton per tahun. “Karena masih berumur 2 tahun, jadi panennya masih sedikit,” ujar Antawijaya.

Antawijaya menjual hasil panen ke para pedagang buah dan relasi dengan harga Rp8.000 per kg. Ia sengaja tidak menjual ke pasar swalayan. “Kalau menjual ke pasar swalayan ada masa tenggang pembayaran. Jika pengiriman seminggu sekali, baru menerima pembayaran 2—3 pekan berikutnya,” katanya. Sementara penjualan langsung pembayarannya tunai. Meski harga jual hanya Rp8.000, Antawijaya tetap untung. Menurutnya biaya produksi untuk menghasilkan sekilogram buah hanya perlu Rp4.500.

Masih di Desa Cikarawang, Muhammad Nur Ali, juga mendapat keuntungan yang menggembirakan meski hanya mengebunkan 250 tanaman. Dari jumlah populasi itu Ali memanen rata-rata 20 kg per pohon per tahun atau 5 ton per tahun dari pohon berumur 4 tahun. Dari hasil panen itu Ali memperoleh 25—30% grade A, 40—50% grade B, dan 50% grade C.

Ali menjual sebagian hasil panen ke Misi Teknik Taiwan. Harga jual tergantung grade. Untuk grade A Ali menjualnya Rp15.000/kg, grade B Rp8.000/kg, dan grade C Rp5.000/kg. Hanya grade A dan B yang dijual ke Misi Teknik Taiwan. Sementara grade C dijual langsung ke konsumen akhir. “Inilah enaknya berkebun jambu kristal. Buah apkir saja bisa laku dengan harga lebih tinggi,” katanya.

Jambu mutiara juga asal Taiwan. Citarasa enak tapi daya simpan lebih singkat daripada jambu kristalDi Desa Cikarawang, tidak hanya Antawijaya dan Ali yang menikmati laba dari berkebun jambu kristal. Menurut Ali di Cikarawang kini terdapat 48 pekebun. Total populasi jambu kristal mencapai 8.000 tanaman.

Desa Cikarawang memang dikenal sebagai sentra pengembangan jambu kristal di tanahair. Di sanalah Misi Teknik Taiwan membuat kebun percobaan dengan menanam 1.700 jambu kristal pada 2006. Menurut tenaga spesialis jambu kristal Misi Teknik Taiwan, Chiu Wen Chi, jambu kristal merupakan mutasi dari jambu bangkok yang ditemukan pada 1991. Disebut kristal karena daging buah jambu itu putih dan bertekstur renyah seperti kristal.

Misi Teknik Taiwan sebetulnya pertama kali mengembangkan jambu kristal di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, pada 2001. Namun, karena akses ke ibukota yang menjadi target pemasaran terlalu jauh, maka proyek pengembangan jambu kristal pindah ke Bogor. Misi Teknik Taiwan menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB).

 

Mutakim Pardi, asisten manajer Total Buah Segar, permintaan jambu kristal setiap tahun naik 10—20%Permintaan tinggi

Menurut anggota staf pengajar Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Anas Dinurrohman Susila MSi, pada 2007 budidaya jambu kristal terus meluas. Ketika itu Misi Teknik Taiwan mengembangkan jambu kristal dengan sistem kemitraan bersama 100 pekebun di sekitar Bogor. Saat ini luas areal tanam jambu kristal diperkirakan mencapai 50 ha.

Kini penanaman juga menyebar ke Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Menurut pekebun pelopor di sana, Juri Zulfikar, saat ini jumlah pekebun di Desa Bantarsari mencapai 70 pekebun. Hasil penelusuran Trubus penanaman jambu kristal juga meluas ke beberapa daerah seperti Sukabumi, Jawa Barat, Karawang (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), dan Batu (Jawa Timur).

Areal tanam yang terus meluas itu seiring dengan permintaan buah yang terus meningkat. Contohnya seperti dialami Total Buah Segar yang menjual jambu kristal sejak 2006. “Ketika pertama kali menjual, pasokan buah impor langsung dari Taiwan,” ujar asisten manajer Total Buah Segar, Mutakim Pardi. Baru dua tahun kemudian Total mendapat pasokan dari pekebun lokal. Pada 2012 kebutuhan pasokan mencapai 200—300 kg/minggu.

Menurutnya jumlah pasokan itu baru memenuhi 80% kebutuhan konsumen. “Setiap tahun permintaan meningkat 10—20%,” ujar Mutakim. Gara-gara pasokan kurang, “Harga beli jambu kristal terus meningkat,” kata ayah 2 anak itu. Pada 2012 harga beli dari pemasok hanya Rp13.000—Rp15.000 per kg. Kini harga naik menjadi Rp20.000 per kg.

Perusahaan pemasok buah juga kewalahan melayani permintaan. Contohnya dialami PT Laris Manis Utama. Menurut bagian operasional buah lokal PT Laris Manis Utama, Vendi Tri Suseno, perusahaan yang mulai menjual jambu kristal pada Juni 2013 itu  memasok 3 ton per pekan ke beberapa pelanggan di Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera. “Jumlah itu baru memenuhi 10% permintaan,” kata Vendi. Ia menjual jambu kristal dengan harga Rp15.000 per kg.

Permintaan pasar tinggi, tapi pekebun harus bisa menjaga kualitas dan kontinuitasSeretnya pasokan karena produksi di kebun belum optimal. “Pada saat panen raya hasil panen baru memenuhi 50% permintaan. Di luar masa panen raya hanya memenuhi 20% permintaan,” kata pengelola kebun Alwi Shihab, Ridwan Zaenuri. Berapa pun hasil panen dari kebun milik Nali Abdurahman di Kecamatan Margajaya, Bogor, selalu habis terjual. Hal serupa juga dialami Obay, pengepul jambu kristal di Parung, Bogor.

Pekebun jambu kristal di Kota Batu, Jawa Timur, Rakhmad Hardiyanto, terpaksa menolak permintaan dari Jakarta, Tangerang, dan Surabaya yang masing-masing meminta pasokan 200—300 kg per minggu. Sementara produksi dari kebun Rakhmad hanya 100—150 kg per minggu.

 

Pekebun baru

Permintaan tinggi itu menjadi bukti bahwa jambu kristal disukai konsumen di Indonesia. Chi menuturkan jambu kristal disukai konsumen karena berbiji sedikit, daging buahnya renyah, dan manis. Jambu kristal juga lebih tahan simpan. Pada tingkat kematangan 70%, jambu kristal bisa tahan simpan hingga 1 bulan pada suhu 10—15oC.

Chi mengatakan jambu kristal mampu tumbuh pada ketinggian lahan 0—1.000 meter di atas permukaan laut (m dpl). Pada ketinggian lebih dari 1.000 m dpl pertumbuhannya lambat, buah lebih kecil, dan citarasa kurang manis. Oleh karena itu petani di dataran tinggi sebaiknya memberi asupan fosfor (P) dan kalium (K) lebih banyak ketimbang di dataran rendah agar buah tetap manis.

Di tanahair jambu berbiji sedikit sebetulnya sudah dikenal sejak 1960-an. Salah satunya jambu sukun yang nyaris tanpa biji. Namun, produktivitasnya rendah sehingga kurang ekonomis bila dikebunkan secara komersial. Menurut pengamat buah asal Bogor, Dr M Reza Tirtawinata MS, jambu tanpa biji sulit berbuah lebat karena biji merupakan penyedia energi untuk pembesaran buah. Ketika tanpa biji, buah menjadi gampang rontok. Itu berbeda dengan karakter kristal yang produktif.

Keuntungan yang menggiurkan dan tingginya permintaan membuat para pekebun baru terus bermunculan. Menurut Rakhmad Hardiyanto luasan ekonomis penanaman jambu kristal minimal 100 tanaman. Dari jumlah populasi itu pekebun bisa memperoleh laba hingga Rp3,6-juta per bulan pada tahun ke-3 (baca: Hitung Laba Kristal, halaman 20—21).

Salah satu pekebun baru di antaranya Anom Wiratmoyo di Cikarawang, Bogor yang mengebunkan 600 tanaman jambu kristal pada Juni 2013. Ia mengebunkan jambu kristal tumpangsari dengan bengkuang. “Budidaya bengkuang untuk menopang pendapatan sebelum jambu kristal berbuah,” ujar pria yang kerap dipanggil Ustad Anom itu. Di Dusun Pagelaran, Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, ada Yoseph Sindu Isworo yang mengebunkan 60 tanaman jambu kristal pada awal 2013. “Saat ini tanaman sedang belajar berbuah,” ujar Sindu.

 

Spesialis jambu kristal Misi Teknik Taiwan, Chiu Wen ChiBibit

Munculnya para pekebun baru itu berimbas pada permintaan bibit. Menurut pekebun dan penangkar tanaman buah di Semarang, Jawa Tengah, Suko Budi Prayogo, permintaan bibit terus meningkat hingga 100%. Setiap bulan mantan manajer sebuah perkebunan jambu mete itu menjual 100—200 bibit sejak 2008.

Penangkar tanaman buah di Cijeruk, Kabupaten Bogor, Syahril M. Said, menuturkan penjualan bibit fluktuatif. “Penjualan terbanyak bisa mencapai 500 bibit per bulan, tapi juga pernah sama sekali tidak terjual dalam waktu satu bulan,” ujarnya. Syahril menuturkan untuk jambu kristal konsumen biasanya lebih banyak membeli bibit ke pekebun.

Ada juga yang mencoba peruntungan menjadi distributor jambu kristal, seperti Ajat di Majalengka, Jawa Barat. Sejak berhenti bekerja di kapal pesiar pada awal 2013, Ajat banting setir menjadi distributor jambu kristal. Ia membeli jambu kristal dari Riyana Wahyu Puji Lestari, pekebun dan juga pengumpul jambu kristal di Bogor.

Demi mendapat pasokan jambu kristal Ajat rela menempuh perjalanan dari Majalengka pada pukul 01.00 dinihari. Sekali datang ia bisa membeli hingga 200 kg jambu kristal lalu jambu kristal ke toko buah dan konsumen langsung. “Hasilnya ternyata lumayan,” ujarnya. Sayang, ia enggan menyebutkan jumlah keuntungan yang diperoleh. Ke depan Ajat berencana mengembangkan pasar dengan menawarkan ke pasar swalayan yang ada di Majalengka dan sekitarnya.

 

Kendala

Meski menjanjikan keuntungan tinggi, bukan berarti berkebun jambu kristal melenggang tanpa aral melintang. Serangan hama seperti lalat buah tetap menjadi momok bagi para pekebun. Pengalaman buruk akibat serangan hama itu pernah dialami Isto Suwarno. Pekebun dan penangkar tanaman buah di Semarang, Jawa Tengah, itu kehilangan pendapatan hingga Rp7,5-juta gara-gara enggan membungkus buah  (baca: Kristal Penuh Aral, halaman 24—25).

Membuka pasar juga bukan perkara gampang, seperti dialami pemilik Bros Farm, Yan Tirtha Mulia, pada 2012. Perusahaan penjual sayuran dan buah-buahan itu berhenti menjual jambu kristal karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan pemasok buah terbesar di tanahair. “Pasar jambu kristal hanya di pasar swalayan, di sana sudah dikuasai sebuah perusahaan besar sehingga pasarnya sudah tidak bagus,” tutur Yan.

Menurut Riyana mencari pasar memang tidak bisa dianggap remeh. “Apalagi jumlah pemain jambu kristal saat ini semakin banyak. Hanya yang bisa bersaing dari segi kualitas dan kontinuitas yang bisa bertahan,” ujar ibu 2 anak itu. Itulah sebabnya Riyana tidak hanya mengandalkan pasokan dari kebun sendiri agar pasokan kontinu. Mantan manajer di PT Telekomunikasi Indonesia itu bermitra dengan 11 pekebun di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancanbungur, Kabupaten Bogor. “Yang sulit justru membina pekebun agar mengikuti prosedur budidaya untuk menghasilkan jambu kristal berkualitas,” kata Riyana.

Tidak semua pasar swalayan juga mudah menjajakan jambu kristal. Contohnya seperti dialami pasar swalayan Giant cabang Cimanggis, Kotamadya Depok, Jawa Barat. Meski sudah menjual jambu kristal sejak 2010, tingkat penjualannya tidak sekencang pasar swalayan Giant di cabang lain. “Sejak 3 tahun kenaikan paling tinggi hanya 5%,” ujar kepala departemen buah dan sayuran Giant Cimanggis, M Yusuf.

Giant Cimanggis biasanya mendapat pasokan 1—2 karton berisi 10 kg jambu kristal per karton setiap dua pekan dari kantor pusat. “Dari jumlah itu selalu bersisa 2—3 kg,” kata Yusuf. Ia menduga penyebab lambatnya penjualan jambu kristal karena banyak konsumen yang belum tahu keunggulan jambu kristal. “Mungkin juga karena lokasi toko bukan di pusat kota,” katanya. Apalagi harga jambu kristal tergolong premium, yakni Rp24.990 per kg. Harga itu jauh lebih tinggi ketimbang jenis jambu lain yang dijual di Giant Cimanggis.

Toh berbagai kendala yang menghadang itu tak menyurutkan semangat para pekebun. Alwi bahkan berencana memperluas areal tanam dari semula 1,8 ha menjadi 6—7 ha.  Riyana pun berancang-ancang menambah petani mitra. Dengan kristal, mereka berharap kantong semakin tebal dan membuat happy. (Imam Wiguna/Peliput: Andari Titisari, Bondan Setyawan, Muhamad Cahadiyat Kurniawan, Pressi Hapsari Fadhillah, dan Riefza Vebriansyah)

 

Pentil Pun Laku

Pentil jambu kristal hasil penjarangan buah ternyata dicari untuk bahan baku obat antidiarePekebun jambu kristal di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Juri Zulfikar, heran bukan kepalang. Tamu yang datang pada 2010 itu mengajukan permintaan tak biasa. Si tamu berniat membeli pentil jambu kristal dengan harga Rp8.000 per kg. Itu membuat Arba—panggilan akrab Juri—mengerutkan dahi. Di saat para pedagang beramai-ramai membeli jambu kristal matang, sang tamu malah mencari pentilnya. “Katanya pentil jambu itu untuk bahan baku obat antidiare,” ujar Arba.

Selama ini jambu biji memang dikenal berkhasiat antidiare. Djuariah Mintarsih di Kotamadya Cimahi, Jawa Barat, kerap menyuruh anaknya mengunyah pucuk daun jambu biji dan menelannya jika menderita diare. “Saya baru tahu jika pentilnya juga berkhasiat,” ujar Arba. Pengepul itu berharap pekebun di sentra jambu kristal itu melakukan seleksi buah sejak masih pentil. Daripada pentil buah terbuang, maka dimanfaatkan untuk bahan baku obat.

Sayang, sebagian besar pekebun di Bantarsari masih enggan melakukan seleksi buah. “Pekebun di sini percaya setiap buah yang muncul adalah rezeki. Kalau sampai sengaja dihilangkan, berarti menolak rezeki,” kata Arba. Sang tamu pun akhirnya pulang dengan tangan hampa. (Imam Wiguna)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Ekspor Sawit hingga Walet Dilirik Tiongkok

Trubus.id– Indonesia kembali menegaskan perannya sebagai pemain utama dalam perdagangan pangan global. Dalam pertemuan resmi antara Wakil Menteri Pertanian...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img