Trubus.id-Adaptasi ulat sutra terhadap lingkungan menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan produksi serat nasional. Di tengah perubahan iklim tropis yang dinamis, ulat sutra non murbei Samia cynthia ricini menawarkan solusi baru bagi industri sutra Indonesia.
Menurut Ronny Rachman Noor dari Fakultas Peternakan IPB University, ulat jenis ini mampu hidup dengan pakan alternatif berupa daun singkong dan bertahan di lingkungan bersuhu panas dengan kelembaban rendah. Dengan siklus hidup yang lebih pendek, kokon lebih berat, dan serat lebih panjang serta berkilau, Samia cynthia ricini dinilai berpotensi besar mendukung upaya swasembada benang sutra nasional.
Dalam acara Sharing Session Summer School Series #1 yang diselenggarakan oleh Pusat Riset Zoologi Terapan (PRZT) BRIN di Innovation Convention Center (ICC) KST Soekarno, Cibinong, Senin (21/4), Ronny memaparkan bahwa saat ini kebutuhan serat sutra nasional mencapai 2.000–2.500 ton per tahun. Sementara produksi dalam negeri baru memenuhi sekitar 500 ton, sisanya harus dipenuhi lewat impor.
“Penguasaan bibit unggul ulat sutra non murbei dan pengembangan teknologi olahan produk sangat penting untuk mengurangi ketergantungan ini,” jelas Ronny melansir pada laman BRIN.
Selain menghasilkan serat, pengembangan ulat sutra non murbei ini juga mengusung prinsip zero waste. Limbah seperti urin dan feses ulat diolah menjadi pupuk cair dan padat, sementara pupanya dimanfaatkan menjadi pakan ternak dan biskuit bayi dengan standar mutu SNI.
Ronny menambahkan, pengembangan bibit unggul ini telah diterapkan di sejumlah daerah seperti Kulon Progo dan Pasuruan. Hasilnya, para peternak mengalami peningkatan pendapatan berkat produktivitas kokon yang lebih tinggi dan kualitas serat yang bersaing.
Di sisi lain, Kepala PRZT BRIN, Delicia Yunita Rachman, menyampaikan bahwa kegiatan Summer School Series ini bertujuan memperkuat jejaring antarpeneliti dan mempercepat kolaborasi inovasi. Ia juga menekankan bahwa PRZT BRIN kini mengelola 23 galur murni ulat sutra murbei yang dipercayakan Perhutani untuk pengembangan lebih lanjut.
“Kami membuka peluang bagi periset maupun mahasiswa untuk mengakses koleksi ini, guna menghasilkan hibrida baru dengan kualitas serat yang lebih baik,” ujar Delicia.
Dengan inovasi di bidang budidaya, teknologi pengolahan, hingga pemanfaatan limbah, upaya menuju kemandirian serat sutra nasional kini semakin nyata.
foto: Canva