Tuesday, September 30, 2025

Tiga Langkah Strategis Hadapi Krisis Lahan Pertanian

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id– Dekan Fakultas Pertanian IPB University, Prof. Suryo Wiyono, menegaskan bahwa tren konversi lahan sawah di Indonesia telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Hal ini ia sampaikan dalam momentum peringatan Hari Tani Nasional yang jatuh pada 24 September.

“Luas lahan sawah kita saat ini hanya sekitar 7,3 juta hektare. Dibandingkan negara lain, angka ini sangat kecil. Secara global, Indonesia berada di peringkat 130 dari 180 negara dalam hal ketersediaan lahan pertanian per kapita. Kondisi ini berpengaruh terhadap rendahnya Global Food Security Index kita,” ujar Prof. Suryo.

Data Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan signifikan lahan sawah nasional, dari sekitar 8,1 juta hektare pada 2015 menjadi 7,4 juta hektare pada 2019. Sementara itu, laju konversi lahan sawah tercatat mencapai 60.000–80.000 hektare per tahun pada 2021. Bahkan, riset lain menyebutkan angka yang lebih tinggi, yakni 96.512 hektare per tahun selama periode 2000–2015.

Prof. Suryo menjelaskan bahwa konversi lahan paling banyak terjadi di wilayah subur seperti Jawa, Sumatra, dan Bali. Faktor utamanya adalah tekanan ekonomi. “Jika nilai ekonomi lahan non-pertanian lebih tinggi, seperti untuk perumahan atau industri, maka lahan sawah akan cepat dikonversi. Satu meter persegi tanah bisa bernilai miliaran rupiah, sedangkan hasil panen padi tidak sebanding,” terangnya melansir pada laman IPB.

Ia menegaskan bahwa ancaman terhadap ketahanan pangan nasional sangat serius. “Jika konversi mencapai 100.000 hektare per tahun, maka dalam 10 tahun kita akan kehilangan satu juta hektare. Padahal saat ini kita hanya punya 7,3 juta hektare. Dampaknya terhadap ketahanan pangan nasional akan sangat besar,” ujarnya.

Untuk mengatasi hal ini, Prof. Suryo mengusulkan tiga langkah strategis: melindungi lahan subur di sentra produksi, membuka lahan pertanian baru, dan meningkatkan produktivitas lahan yang ada.

“Kita perlu meninjau kembali implementasi Undang-Undang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Nomor 41 Tahun 2009. Pelaksanaannya harus diperkuat dengan insentif ekonomi agar petani mau mempertahankan lahannya,” tambahnya.

Ia juga mendorong pengembangan komoditas bernilai tinggi, seperti jamur konsumsi, terutama di Pulau Jawa yang memiliki lahan terbatas namun subur. “Tanaman hortikultura seperti cabai atau rempah-rempah bisa menjadi alternatif. Pertanian berkelanjutan harus sejalan dengan kesejahteraan petani,” jelasnya.

Momentum Hari Tani Nasional, kata Prof. Suryo, harus menjadi pengingat bersama bahwa melindungi lahan pertanian bukan hanya soal produksi pangan, tetapi juga menjaga masa depan generasi berikutnya agar tetap memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan terjangkau.

Ia menutup dengan ajakan kepada generasi muda untuk terlibat dalam perlindungan dan pengembangan sektor pertanian. Menurutnya, pertanian bukan sekadar menanam padi, tetapi juga peluang besar untuk inovasi, teknologi, dan usaha agribisnis yang menjanjikan. “Petani harus sejahtera agar pasokan pangan kita terjamin,” tegasnya

Artikel Terbaru

Sulawesi Utara Didorong Jadi Sentra Hilirisasi Perkebunan Nasional

Trubus.id-Pemerintah pusat menegaskan komitmennya untuk menjadikan Sulawesi Utara sebagai pusat hilirisasi sektor perkebunan nasional. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img