Wednesday, October 22, 2025

Satu Pohon Banyak Khasiat

Rekomendasi
- Advertisement -
"Mitos di pulau Rote, NTT, pohon yang condongke timur lebih banyak kandungan obatnya," tuturpeneliti etnobotani dari Museum EtnobotaniIndonesia, Dra Mulyawati Rahayu
“Mitos di pulau Rote, NTT, pohon yang condong
ke timur lebih banyak kandungan obatnya,” tutur
peneliti etnobotani dari Museum Etnobotani
Indonesia, Dra Mulyawati Rahayu

Bagi masyarakat  Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, daun songga obat ampuh penawar bisa ular.

Ini pengalaman Fransisco di Rotte, Nusa Tenggara Timur, saat dipatuk ular bandotan Vipera russeli pada 1998. Lelaki 38 tahun itu tak sengaja menginjaknya lantas dipatuk. Padahal, ular bandotan memiliki bisa yang membuat kepala pusing, mual, hingga pingsan bila tidak segera ditangani. Beruntung Fransisco tertolong setelah seorang rekannya sigap mencari daun kayu songga. Rekannya meremas-remas daun Strychnos lucida itu lalu segera menempelkannya di luka bekas gigitan ular. Tak berapa lama cairan bisa ular pun keluar.

Pengalaman Fransisco seperti diceritakan oleh Dra Mulyadi Rahayu, peneliti etnobotani di Museum Etnobotani Indonesia itu diamini para herbalis. Menurut Lina Mardiana, herbalis di Yogyakarta, daun kayu songga memang ampuh mengatasi racun ular. “Tumbuk segenggam daun songga lalu oleskan pada luka bekas gigitan,” katanya.

Daun songga juga sebagai herbal dalam untuk membantu mengurangi peradangan dan menetralisir racun yang telanjur masuk di dalam peredaran darah, diatasi dengan meminum air rebusan daun songga. “Cukup 5 lembar daun songga yang direbus dengan segelas air,” katanya. Dari pengalaman Lina kombinasi pemakaian itu seseorang yang terkena gigitan ular berbisa bisa pulih seperti semula dalam sebulan.

Penawar racun

Warga Desa Bre, Kecamatan Palibelo, KabupatenBima, NTB, memanfaatkan kayu songga sebagaipenawar air sumur yang payau
Warga Desa Bre, Kecamatan Palibelo, Kabupaten
Bima, NTB, memanfaatkan kayu songga sebagai
penawar air sumur yang payau

Pemanfaatan kayu songga sebagai penawar bisa ular sudah dipaparkan oleh botanis dari Jerman, George Eberhard Rumphius. Rumphius menyebutkan orang-orang Portugis sudah memakai kayu songga untuk mengatasi gigitan ular. Oleh sebab itu pula kayu songa sering disebut kayu ular, terutama di Sumatera. Namun, bukan hanya itu manfaat kayu songga. Rumphius menyebutkan anggota keluarga Longaniaceae itu sebagai pereda demam dan gangguan pencernaan secara turun-temurun di berbagai daerah di Indonesia.

Menurut peneliti etnobotani dari Balai Penelitian Kehutanan Bukan Kayu di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nurul Wahyuni SHut, kayu songga telah lama dimanfaatkan sebagai penghilang gatal-gatal dan mengobati diabetes mellitus bagi masyarakat di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. “Biasanya 60% memanfaatkan bagian kayu dan sisanya kulit kayu serta biji,” katanya.

Soal manfaatnya sebagai penyembuhan gatal sudah dibuktikan oleh Dediawan dari Divisi Riset dan Teknologi PT Kimia Farma sebagaimana dipublikasikan dalam “Warta Tumbuhan Obat Indonesia” volume 2. Riset Dediawan pada formulasi sediaan kapsul ekstrak kering memperlihatkan senyawa alkaloid dari kayu songga memiliki sifat antimikrob terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang banyak berdiam di kulit manusia.

Dr Nelly C. Sugiarso PhD, herbalis dan ahli farmasi di Dago, Kotamadya Bandung, Jawa Barat, menyebutkan manfaat lain kayu songga sebagai antinyeri dan antiradang. “Kandungan strychnine dan saponin pada kayu songga berguna untuk memperbaiki sistem saraf, misalnya akibat radang dan nyeri,” kata doktor dari Universitas Montpellier I Perancis itu. Sifat antiradang dan antinyeri kayu songga juga dibuktikan oleh Bambang Wahjoedi dan Pudjiastuti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan di Jakarta. Kayu songga memang memiliki seabrek khasiat. (Pressi Hapsari Fadlillah)

523-Juni-2013-37

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Riset Ungkap Rahasia Nutrisi Larva BSF untuk Kucing

Trubus.id-Guru besar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB, Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S., menilai larva BSF...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img