Permintaan begonia polkadot melambung hingga 300%. Harga jual juga melonjak tiga kali lipat membuat laba berganda.
Trubus — Bulatan putih di sekujur daun berwarna hijau adalah sihir bagi para penggemar begonia polkadot Begonia maculata. Mereka memburu tanaman hias itu. Penangkar di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Mezastrata Syafrul Reiza, S.SI. melayani permintaan rata-rata 50—100 tanaman setiap pekan. Separuh tanaman hias itu jenis polkadot dan begonia mocca atau varietas cracklin rosie.
Itu permintaan sebelum pandemi korona pada Maret 2020. Setelah itu permintaan melonjak drastis. Delapan bulan terakhir ia harus menyiapkan minimal 300 tanaman setiap pekan. Kapasitas produksi petani berumur 31 tahun itu 200—500 anakan begonia setiap pekan. Ia meperbanyak tanaman secara vegetatif dengan pemisahan anakan. Satu tanaman menghasilkan maksimal satu anakan per bulan jika nutrisi memadai.
Segmentasi pasar
Menurut Reiza anakan siap jual jika berdaun 3—4 helai setinggi 15—20 cm. Namun, ketika pandemi pembeli kerap kali “tak sabar” menanti anakan tumbuh besar. Mereka tetap memborong anakan begonia yang baru saja ditanam karena khawatir kehabisan tanaman. Reiza menjual begonia polkadot kepada dua segmentasi pasar, yaitu pemasok tanaman hias dan konsumen langsung.
Pada awal memulai bisnis tanaman hias pada 2017, ia justru menyasar konsumen langsung. Kemudian ia bekerja sama dengan rekan memproduksi begonia polkadot untuk memasok para pengepul tanaman hias di Jakarta dan Tangerang, Provinsi Banten. Meski demikian Reiza tetap mempertahankan pasar konsumen langsung karena nilai jual yang lebih tinggi ketimbang penjualan ke pemasok.
Alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu menjual satu pot begonia berukuran 3—4 daun Rp5.000 untuk pemasok. Bandingkan dengan harga untuk konsumen langsung, Rp35.000 per pot. Selama pandemi, harga naik lantaran permintaan meningkat dan jumlah tanaman sedikit. Sekarang harga untuk pemasok Rp25.000 dan untuk penjualan daring Rp100.000 per pot.
Selisih harga jual itu amat signifikan. Petani kelahiran Bogor itu mengatakan, meski harga jual melonjak konsumen tetap berebut. “Saya hanya berani menjual satu tanaman per minggu secara daring karena takut terlalu banyak permintaan,” kata Reiza. Sejatinya yang mencari begonia polkadot ke Reiza secara daring 10—15 orang setiap pekan. Harap mafhum, persediaan tanaman Reiza terbatas sehingga enggan mengecewakan pelanggan.
Bahkan, salah satu pembeli daring Reiza mengatakan di Kudus, Jawa Tengah, harga begonia polkadot berdaun delapan helai Rp1 juta. Pembeli itu terkejut sekaligus senang dengan harga yang ditawarkan oleh Reiza yang sangat jauh selisihnya. Reiza ingin meningkatkan penjualan begonia polkadot kepada konsumen langsung tanpa mengganggu produktivitas tanaman untuk pemasok.
Siapkan induk
Kini Reiza menyiapkan indukan-indukan polkadot. Di nurserinya terdapat 300 indukan berumur 2 tahun dengan tinggi kira-kira 20—30 cm per tanaman. Ia memperoleh indukan itu dari pembelian bibit tanaman pada 2017. “Strategi untuk memenuhi permintaan kedua pasar yaitu dengan memisahkan indukan peruntukkan masing-masing pasar, dengan indukan banyak maka produksi pun bertambah,” kata pria kelahiran Bogor itu.
Peminat begonia polkadot makin meningkat lantaran kian banyak orang berbagi foto-foto tanaman cantik asal Amerika Selatan itu. Semula masyarakat memandang sebelah mata begonia. Namun, keindahan corak daun dan kemudahan budidaya menyebabkan kian banyak pehobi yang menggemarinya. Reiza mengatakan, begonia polkadot menjadi tanaman yang disukai semua kalangan seluruh dunia, harga cenderung stabil, dan abadi.
Meski demikian, Reiza belum akan memasok pasar mancanegara. Itu lantaran permintaan pasar domestik belum terlayani maksimal. “Saya terdorong untuk ekspor. Namun, saat ini saya masih keteteran melayani permintaan lokal,” kata Reiza yang pernah beternak lele pada 2015 Ia menggeluti tanaman hias lantaran sang ayah memiliki saung tanaman hias dan tak terurus. Ia bermodal Rp3,5 juta hasil penjualan aset toko ikan untuk menerjuni begonia. (Tamara Yunike)