Trubus.id—Durian lokal milik pekebun durian dari Dusun Tabag Gunung, Desa Brongkol, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Ignatius Sumardi, sebenarnya memiliki ukuran buah yang tidak terlalu besar. Bobot durian hanya 1 kg per buah. Namun, ketika Ignatius membelahnya, daging buah tampak kuning cerah. Semua juring terisi penuh oleh daging buah.
Saat digigit ketebalan daging sangat terasa. Biji dalam daging buah berukuran kecil dan kempis. Saat mulut mencecap timbul rasa manis dan legit. Saat dilakukan pengukuran menggunakan refraktometer untuk menunjukkan tingkat kemanisan durian, muncul angka 42°brix. Harap mafhum jika banyak penikmat durian yang berburu dari luar kota.
Ignatius memberikan nama Ipyek pada durian lokal miliknya. “Ipyek dalam bahasa Jawa berarti ramai. Harapannya durian ipyek bisa mendatangkan ramainya pengunjung,” ujar pria berkumis itu.
Harapan Ignatius terwujud. Buktinya banyak pembeli yang bertandang ke kebun Ignatius. Pengunjung berasal dari berbagai daerah seperti Salatiga, Jawa Tengah, Kota Semarang (Jawa tengah), dan DKI Jakarta. Mereka rela menempuh puluhan hingga ratusan kilo meter untuk berburu durian ipyek dari Desa yang berjarak 70 km dari Kota Semarang.
Panen raya durian ipyek biasanya pada medio Januari—akhir Februari setiap tahun. Meskipun durian rajin berbuah setiap tahun, pembeli harus melakukan inden terlebih dahulu. Banyak kejadian yang pulang dengan tangan kosong karena tidak melakukan pemesanan terlebih dahulu. Pohon durian ipyek setinggi 40 m meter itu mampu menghasilkan 100 buah setiap tahun.
Umur pohon kurang lebih sudah mencapai 40 tahun. untuk menghasilkan buah durian bercita rasa unggul, Ignatius tidak hanya mengandalkan genetik pohon saja. Ia melakukan perawatan tanaman secara intensif. Perawatan berupa pemupukan dan pemangkasan pohon. Ia rutin melakukan pemangkasan sebulan pascapanen.
Setelah dilakukan pemangkasan pohon dipupuk menggunakan 30 kg kotoran sapi dan kambing terfermentasi per pohon. Sebenarnya Ignatius hanya memberikan pupuk setiap 2 tahun sekali, karena untuk menghemat tenaga dan biaya perawatan.
Namun, untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal Ignatius menyarankan untuk melakukan pemupukan sekali setahun.