Trubus.id—Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang menjadi potensi sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang telah berlangsung selama ratusan tahun.
“Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu,” ujar Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono pada laman BMKG.
Keresahan akan seismic gap di Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut kembali mencuat sejak Jepang mengeluarkan peringatan mengenai potensi gempa megathrust lanjutan usai gempa dengan magnitude 7,1 yang terjadi di Megathrust Nankai, Jepang Selatan pada 8 Agustus 2024.
Daryono menjelaskan mencuatnya kembali bahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, itu tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan yang mengguncang Prefektur Miyazaki, Jepang itu.
Pasalnya gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 itu mampu menimbulkan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat Negara, dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai.
Peristiwa semacam ini merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Berdasarkan sejarah gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946. Adapun gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757, dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut pada 1797.
Artinya kedua seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mesti jauh lebih serius dalam menyiapkan upayaupaya mitigasinya.
BMKG menjelaskan terkait informasi gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut pada rilis TInggal Menunggu Waktu yang disampaikan sebelumnya, karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar.
“Tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat. Dikatakan “tinggal menunggu waktu” karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi,” ujar Daryono.
Hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang secara tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya). Sehingga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya.