Saturday, September 14, 2024

Bukan Adenium Biasa

Rekomendasi
- Advertisement -
Thai soco idaman pehobi adenium pada saat ini.
Thai soco idaman pehobi adenium pada saat ini.

Adenium karakter, bunga tumpuk, dan DHA kian meroket.

Adenium thai soco koleksi Vicky Adi Darmawan menjadi buah bibir para pencinta mawar gurun saat kontes di Surabaya, Jawa Timur, pada 29 April 2018. Harap mafhum, penampilan adenium karakter itu meliputi akar, batang, ranting, hingga bunga tampak sempurna. Juri adenium asal Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Tjandra Rony Widjaja, mengacungi jempol adenium itu.

“Karakter adenium koleksi Vicky benar-benar memukau para pencinta adenium dengan penampilannya yang sempurna,” ujar alumnus Universitas Jember itu. Ketua panitia kontes, M Imam Zulkarnain, berpendapat serupa. “Adenium karakter dengan bunga kompak itu merupakan selera tren adenium zaman sekarang.” Tren adenium kini mengarah ke adenium karakter. Khusus adenium bunga, pehobi masih memburu bunga tumpuk.

Karakter

Tjandra Rony Widjaja menuturkan adenium karakter kini berkembang pesat. Para pehobi dalam negeri sudah bisa bersaing dengan luar negeri dalam menghasilkan adenium yang tampil sempurna dari akar, batang, ranting, cabang, daun, dan bunga. “Pada 2007 kualitas itu sudah muncul tetapi didominasi tanaman asal Thailand. Kini didominasi oleh produk dalam negeri,” ujarnya.

Para pehobi masih tetap menggemari adenium bunga tumpuk.
Para pehobi masih tetap menggemari adenium bunga tumpuk.

Banyaknya kontes adenium di berbagai kota merangsang pehobi untuk menciptakan adenium berkarakter. Menurut petani adenium di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Glen Hayat, kontes adenium mendongkrak tren adenium di kalangan petani, penyilang, kolektor, dan semua pemain adenium. Hal itu pula yang membuat para pemain adenium meningkatkan kualitas produksinya. Tjandra Rony Widjaja menuturkan hal senada.

Makin banyak adenium produksi dalam negeri yang berkualitas dan terus meningkat dari tahun ke tahun. “Saya melihat adenium-adenium berkualitas seperti pada saat booming pada 2007. Bedanya saat itu masih banyak adenium impor. Sementara sekarang didominasi adenium produksi dalam negeri,” ujarnya. Hal itu cukup membanggakan karena untuk menghasilkan adenium berkualitas tidak mudah.

Adenium Cadhapet DHA koleksi M Fadli.
Adenium Cadhapet DHA koleksi M Fadli.

Adenium bunga tumpuk juga masih menjadi primadona para pehobi. Dulu pada 2003—2004, ketika adenium mulai naik daun, bentuk bunga adenium hanya satu petal dan warnanya hanya merah muda. Namun, kini varian bunga adenium berkembang amat pesat mulai munculnya bunga petal ganda, tripel petal, hingga tampil bak bunga mawar. “Bunga tumpuk merupakan bahan obrolan pehobi adenium pada 2003—2004. Kini menjadi kenyataan,” ujar Rony.

Imam Zulkarnain menuturkan, varian bunga adenium tumpuk kini berkembang pada keragaman warna dan bentuk bunga. “Baik dari penyilang lokal maupun luar negeri, kualitas bunga tumpuk semakin meningkat. Perkembangan kekompakkan bunga juga membuat adenium bunga tumpuk banyak peminatnya. Bunga tumpuk memiliki tempat tersendiri di hati para pehobi adenium,” ujar pemain adenium sejak 2007 itu.

Tanduk domba

Adenium Dorset Horn Adenium (DHA) berumur 1,8 tahun koleksi Hendri Susanto.
Adenium Dorset Horn Adenium (DHA) berumur 1,8 tahun koleksi Hendri Susanto.

Selain jenis karakter dan bunga tumpuk, adenium yang sedang naik daun yaitu DHA—singkatan dari Dorset Horn Adenium. Dorset merupakan salah satu jenis domba asal Inggris. DHA alias adenium tanduk domba mengacu pada bentuk daunnya seperti tanduk domba yang meliuk-liuk. Menurut pehobi adenium di Kota Medan, Sumatera Utara, M Fadli, DHA sudah 2 tahunan mulai ramai di Indonesia.

“Akhir 2015 saya mendatangkan adenium cadhaphet DHA dari Thailand sebesar jempol dan laku Rp800.000. Padahal saat itu, cadhaphet biasa dengan ukuran yang sama hanya sekitar Rp15.000 saja,” ujar Fadli. Hal itu yang membuat para pehobi adenium penasaran dengan seluk- beluk DHA. Menurut pehobi adenium di Surabaya, Hendri Susanto, DHA unggul dari bentuk tanamannya yang unik terutama pada daun yang melintir.

“DHA masih langka dan cocok buat penggmar tanaman-tanaman kecil seperti sansevieria mini dan bonsai. Hal itu karena DHA tumbuh lambat, percabangan lebih rapat, dan cirri khas pada daun yang kriwul,” ujarnya. Hendri mengoleksi dua adenium DHA dari sesama pehobi di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. “Saya dapat hasil semai dengan harga Rp350.000—Rp500.000. Kini sudah berumur 1 dan 1,8 tahun,” ujarnya.

M Fadli memburu adenium Dorset Horn Adenium (DHA) di Thailand.
M Fadli memburu adenium Dorset Horn Adenium (DHA) di Thailand.

Pertumbuhan adenium unik itu sangat lambat. Dibanding dengan jenis lain misalnya thai soco, pertumbuhan DHA dua kali lebih lambat. Menurut M Fadli, karena pertumbuhan lambat, karakter adenium DHA terkesan tua dan tetap pendek atau cebol. DHA berasal dari Thailand dan merupakan adenium karakter yang mengalami mutasi. “Peluang munculnya DHA hanya sekitar 3%.

Barangkali di Indonesia juga sudah lama muncul DHA dari benih-benih yang pehobi semai, tetapi pehobi di Indonesia menganggap adenium nyeleneh itu kurang bagus karena lambat pertumbuhannya sehingga diabaikan. Sementara oleh petani adenium di Thailand, adenium mutasi itu dibudidayakan, diamati, dan dikembangkan. Kita kalah dengan Thailand soal adenium DHA,” ujarnya. (Bondan Setyawan)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Belantara Foundation Gelar Webinar Internasional Bertajuk Ekowisata Satwa Liar Berkelanjutan

Trubus.id–Belantara Foundation bekerja sama dengan Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Prodi Biologi FMIPA, Prodi Pendidikan Biologi FKIP, dan Lembaga...
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img